Selamat membaca
Jangan lupa vote, komen dan jempolnya (👍)
***
Siang hari ini cuaca terlihat cerah dan panas paparan matahari menyengat kulitnya meski berada di dalam mobil. Untung saja tidak macet meski hari ini adalah weekend. Bila sudah terjebak macet Viana lebih baik berjalan kaki atau naik ojek karena lebih leluasa daripada harus menunggu di dalam mobil bikin emosi dan kesal sendiri.
Tujuan Viana dan Bundanya adalah mall. Membelikan dress baru untuk di pakai di acara dinner nanti bertemu dengan calon suaminya yang entah bagaimana rupanya. Asalkan jangan orang tua atau semacam om-om genit. Lagian orang tuanya juga tidak setega itu menjodohkannya.
Memang konyol zaman sekarang masih menganut sistem jodoh menjodohkan anak. Itu membuat Viana mengiris dengan nasib hidupnya sekarang. Menjadi seorang istri dengan umurnya yang masih muda.
Viana berjalan memasuki sebuah toko baju untuk kalangan atas mengikuti Bundanya. Nina mempunyai selera pakaian yang bagus, maklum saja mantan model yang sering mejeng di sampul majalah terkenal dulu.
Nina memegang dress putih di tangannya. “Via, kamu coba dulu dress ini. Bunda suka deh. Simple. Cocok buat kamu.” Katanya sambil menyodorkan dress agar dicobanya terlebih dahulu Viana.
“Kalau begitu aku ke ruang ganti dulu, Bun.”
Nina mengangguk dan memilih dress lainnya dan sementara itu Viana berada didalam ruang ganti membuka pakaiannya dan mencoba dress pilihan bundanya. Benar saja kalau pilihan Bundanya tidak pernah mengecewakan.
“Ini bagus banget, gue suka.” Gunamnya melihat ke arah cermin di depannya. “Gue banget ini mah.” Viana berputar sehingga dress itu melebar indah melayang. Viana membuka pintu, ingin menunjukkannya.
“Bunda.” Serunya pada bundanya yang masih memilih dress tidak jauh dari ruang gantinya. “Bagaimana penampilanku, Bun?” Viana berputar ditempat.
Nina menghampiri Viana. Mengelilingi tubuh anaknya melihat saksama. Tidak merasa salah pilih. Sangat menyukai dress putih itu.
“Perfect.”
“Pilihan Bunda memang TOP.” Ucapnya mengacungkan kedua jempolnya.
“Siapa dulu, Bunda gitu loh.” Balas Nina sambil berkacak pinggang bangga.
Keduanya menebarkan senyum. Memilih dress putih yang cukup mahal. Tapi tidak masalah karena Bundanya yang bayar.
Keluar dari toko setelah melakukan pembayaran. Kedua wanita ini masuk ke toko aksesoris membeli beberapa yang mungkin dibutuhkan nanti sebagai jaga-jaga.
“Bunda. Nanti aku mau ke toko buku buat beli novel baru. Mau ikut apa mau nunggu di mana gitu?”
“Bunda nunggu di cafe biasa aja deh. Ikut kamu beli novel lebih pusing daripada memilih baju. Jangan kelamaan belinya kamu suka lupa waktu kalau sudah di toko buku. Bunda ingetin beli yang penting saja gak usah banyak-banyak. Di kamar kamu sudah menumpuk novel dibanding buku pelajaran kuliah kamu.”
“Siap, Bunda.”
“Jangan ngaret. Bunda tinggalin kalau kelamaan.”
“OK.”
Viana memberikan tas belanjaannya pada Nina dan melangkah ke lantai tiga menuju toko buku dan menggunakan lift agar lebih cepat dan tidak mau Bundanya menunggu kelamaan.
Sampai di toko buku dia langsung menuju rak-rak novel namun sebelum itu, Viana mengecek dahulu di komputer yang sudah tersedia di toko untuk mengetahui buku apa yang di cari ada atau tidak.
Setelah layar komputer berhasil loading dan sukses buku yang dicari ternyata ada. Viana mencari novel tersebut sesuai yang tertera di komputer. Mencari di antara rak-rak buku yang sudah tersusun rapi.
“Akhirnya gue nemuin juga. Untung belum habis.” Serunya dan berjalan menuju kasir untuk membayar.
Viana berjalan keluar setelah selesai dan membayar, Viana lekas menuju tempat di mana Bundanya menunggu. Tidak ingin membuat Bundanya marah Viana berjalan cepat menuju lift. Menunggu lift terbuka dia melihat kembali novel yang dibelinya tadi ia penasaran sekali. Merasa senang karena mendapat novel yang di cari meski bukan best seller.
Ting
Pintu lift terbuka. Hanya seorang pria dengan perawakan tinggi nan tampan memakai jaket hoodie abu-abu dan celana blue jean terlihat casual. Viana memasuki lift. Berdiri didekat pria itu. Menekan tombol lima tempat cafe tersebut.
Cowok boyband banget. Sekilas dia melirik ke arah pria di sebelahnya yang sedang memakai earphone di telinganya dan matanya fokus pada ponselnya yang di pegang.
Pintu terbuka tanda lantai yang dia inginkan sudah sampai. Dia keluar dari lift disusul pria itu juga. Entah kenapa pria itu begitu familiar baginya. Tapi dia tidak ingin ambil pusing dan menuju cafe, mencari keberadaan Bundanya yang sedang duduk di ujung ruangan dekat jendela.
“Bunda, I'm coming.” Panggilnya duduk dan langsung minum Leci yang sudah pesan Bundanya. “Ah seger banget kalau udah ketemu sama es.” dan meletakan novel yang dia beli tadi diatas meja.
“Tumben gak lama. Biasanya juga gak tau waktu.” Ujar Nina saat melihat Viana sudah cepat kembali.
"Viana anak baik, nggak mau buat Bunda tersayang menunggu lama. Kita pulang yuk. Capek nih, Bun.” Ajaknya merasa kelelahan karena berkeliling mall.
“Ayo, kita harus mempersiapkan semua untuk nanti malam.”
***
“Bunda, Viana izin ke rumah Laudy sebentar yah. Mau ambil buku tugas soalnya besok mau dikumpulkan.” Kata Viana minta izin pada Nina yang sibuk membuatkan makanan nanti makan malam. Berdiri didepan meja nakas dapur melihat Bundanya sedang memotong bawang membantu pekerjaan Bi Inah yang keteteran.
“Jangan lama-lama. Keluarga calon suami kamu datang pukul tujuh malam loh. Kamu juga harus siap-siap.” Nina memotong bawang dengan perlahan, mata sedikit berkaca-kaca, perih.
“Yaelah Bun, cuma ngelewatin lima rumah doang. Lima menit juga nyampe, jalan kaki.”
“Sudah sana. Nanti bantuin Bunda masak. Biar cepat selesai.”
Viana mengangguk.“Aku pergi dulu. Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam.”
Viana berjalan keluar dari rumahnya dengan langkah kaki yang santai. Dia menyusuri halaman depan menuju gerbang, dibuka oleh satpam rumahnya Mang Sahrul yang senantiasa menjaga keamanan rumahnya.
“Mau kemana, Non. Tumben nggak bawa mobil." Sahrul sembari memberikan hormat ala-ala yang tidak diharuskan. Satpamnya ini senang bercanda.
Perawakan Mang Sahrul yang tinggi dan gendut membuat siapa saja yang berniat mencuri dirumahnya, dia kudu dan harus berhadapan dahulu dengan Mang Sahrul mantan preman yang sudah insyaf. Badas wanjahnya dengan bekas luka membuat orang berpikir ulang untuk berhadapan.
“Mau ke rumah Laudy, Mang. Sambil jalan-jalan sore.”
“Siap, Non. Hati-hati kalau ada yang ganggu langsung hubungi Mang Sahrul biar digibek yang macam-macam sama, Non.” Mang Sahrul menggerakan badan ala-ala dan memperagakan silat ala betawi nya.
Viana tertawa pelan. “Siap Mang. Aku jalan dulu.” Mendengar ucapan Mang Sahrul merasa terhibur.
Ia melanjutkan kembali perjalanan ke rumah Laudy. Melewati beberapa rumah besar lainnya. Sekarang Viana sudah berdiri di depan rumah Laudy dan disambut Mang Agus satpam dari kediaman temannya.
“Viana.” Teriak Laudy dari teras rumahnya yang sudah melihat kedatangannya.
“Kebiasan lo, teriak-teriak kuping gue terganggu tau gak.”
“Sorry udah kebiasaan dari orok nggak bisa di ilangin.”
“Makanya ilangin kebiasaannya. Malah yang ada mendarah daging nantinya. Nggak baik. Hempas aja.”
“Oh tidak bisa.”
Dua wanita ini masuk ke dalam rumah dan memasuki kamar Laudy di lantai dua. Karena orang tua Laudy sedang tidak ada dirumah.
Viana membaringkan tubuhnya melihat langit-langit kamar temannya bergambar awan terlihat indah. Sedangkan Laudy mencari buku tugasnya di atas meja yang sudah berserakan.
“Lama amat nyarinya.” Viana masih dengan posisi tidurnya. Melihat ke arah Laudy masih sibuk mencari keberadaan buku tersebut.
“Sabar dong. Gue lagi nyari nih.” Laudy mengacak-acak meja yang sudah tidak beraturan.
“Makanya nyimpen buku yang rapi.” Viana beranjak mendekati Laudy membantu mencari buku tugasnya.
“Bawel lo kayak emak-emak rempong.”
Setelah cukup lama akhirnya buku milik Viana ketemu. Laudy meletakkannya di antara majalah-majalah korea. Membuat Viana cukup menunggu lama. Padahal dirinya tidak akan niat lama-lama.
“Gue pulang dulu. Nanti gue diomelin Bunda kalau kelamaan di sini.”
Viana sudah memegang buku tersebut dan di eratkan ke dalam dadanya.
“Tahu deh, yang mau dinner bareng calon suami. Jangan lupa ya pesanan gue. Kalau gak mau buat gue aja biar gak mubazir. Sayang kan Dokter di anggurin.” Canda Laudy membuat Viana merinding dan geli. Laudy memang genit tapi kalau sudah di hadapkan langsung pria, genitnya menciut kayak putri malu.
“Maunya lo. Modus. Gue balik. Bye.” Sahut Viana pamitan dengan temannya.
“Bye bye.” Laudy memberikan lambaian jari tangannya.
Viana pulang dan langit sore sudah mulai gelap.
***
Akhirnya malam ini tiba juga. Viana duduk didepan cermin rias. Memakaikan sedikit make up dan lipstiknya agar tidak terlihat pucat.Meski memakai make up yang tipis kecantikan wajah mulus putihnya masih terpancar.
Viana memakai dress putih yang dibelinya tadi siang. Rambut yang di gerai sebahu terpancar indah.
Ini adalah kali pertamanya Viana akan bertemu dengan calon suaminya.
Jadi harus memberi penampilan terbaik, meski bukan keinginannya tapi keinginan dari orang tuanya.
Viana menghembuskan nafas panjang.
Tenang semua bakal baik-baik saja! Viana menenangkan dirinya sendiri.
Nina melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Viana. Putrinya sudah siap dengan dress pilihanya. Dia menyentuh pundak putrinya mulai beranjak dewasa.
“Anak Bunda cantik banget.” Nina kagum dengan Viana terlihat cantik menggunakan dress dan make up tipis terlihat natural.
“Terima kasih, Bunda. Aku kok deg-degan banget. Viana kayaknya belum siap deh."
Viana merasa pesimis. Ia menatap wajah dirinya di depan cermin terlihat jelas garis sendu di wajahnya. Tidak ada kebahagian yang ada kecemasan.
“Sayang, Bunda yakin. Kamu pasti bisa. Mencoba mengenal dulu Putra. Dia pria yang baik yang bisa jagain kamu dan jadi imam yang baik juga.”
Viana mengangguk pelan. Pasrah. Ini sudah keputusannya.
Maka dirinya harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah di ucapkan. Cuma ketemu calon suami saja kayak mau sidang skripsi harus menunggu. Viana merasakan keringat dingin terasa di tubuhnya.
Rasanya ingin sekali naik pohon toge terus jatuh ke bawah dan tidak merasa kesakitan.
Lalu mencoba menarik nafas panjang lalu di hempaskan keluar. Berkomat-kamitan baca mantra, maksudnya baca doa agar semua di lancarkan.
Nina berdiri menunggu di ambang pintu kamar melihat ke arah bawah dan melihat kedatangan calon besannya sudah datang.
Masuklah dia memberitahu putrinya yang sejak tadi masih duduk bercermin.
“Via ayo turun. Mereka sudah datang.” Nina menarik tangan anak tunggalnya.
Viana berhenti melangkah membuat Nina bingung.“Viana nggak mau. Batalin aja. Aku belum siap, Bun.” Ucapnya terasa kaku dan bergetar kakinya.
Maklum Viana belum pernah yang namanya dekat dengan pria selain Arfan dan Rasya.
Nina menangkup wajah putrinya. “Dengerin Bunda. Kamu sudah menerima perjodohan ini. Kami nggak memaksa kamu. Kamu lupa kalau kamu sendiri yang menyetujuinya, Via. Mau bikin keluarga kita malu?” Tentu saja tidak ingin.
Viana menggelengkan. “Ok, aku lanjut!”
Keduanya turun. Keberadaan mereka di sambut senyum ramah keluarga calon suaminya yang baru datang. Viana masih menundukkan kepala.
“Via, cepat salim dong. Jangan menunduk terus.” Bisik Nina pada anaknya.
Viana menyalami pria dan wanita paruh baya yang Viana dipastikan adalah calon mertuanya, terlihat ramah dan baik.
“Cantik banget, Viana.” Wanita paruh baya itu menyentuh dagu lancipnya dan memuji kecantikannya seolah kagum.
Viana memang cantik itu bukan hoax tapi fakta. “Terima kasih, Tante.” Ia malu-malu.
“Putra kemana, Mbak?” tanya Nina melihat ke sekitar ruang tidak melihat. Kemana pria itu gerangan, jangan-jangan kabur? syukur Alhamdulillah kalau benar.
“Putra ke kamar mandi. Mungkin gugup mau ketemu calon istrinya.” Goda Yulia.
Viana mulai tidak nyaman.nMereka duduk diruangan. Viana duduk di antara kedua orang tuanya tepatnya di tengah-tengah.
Dan sambil menunggu calonnya mereka mengobrol. Viana terus meremas dress dengan kedua tangannya.
Suara langkah kaki terdengar, seorang pria memakai jas, celana abu-abu berwarna senada dan memakai kaos hitam sebagai dalamnya dan datang menghampiri.
Mata Viana melebar dan mengucek kedua matanya meski tidak gatal tapi memastikan penglihatannya.
Melihat pria menghampirinya dan duduk di antara calon mertuanya.
“Om dokter?”
“Kamu lagi?”
Putra terkejut bukan main. Dia menepuk pipinya keras. Apakah ini adalah mimpi? Gadis aneh itu ada di sini? Putra kembali memandang gadis tersebut di depannya.
Kedua orang tua mereka bingung dan heran. Melihat gelagat kedua orang ini terlihat sudah saling mengenal.
Viana dan Putra masih diam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Putra menatap Papanya. “Kalian sudah saling kenal?” tanya Bagus. Putra tidak menjawab, malah menggeleng kepala.
“Mama kira kalian sudah saling mengenal.” Seru Yulia sedikit kecewa.
“Jangan-jangan kalian pacaran diam-diam." cetus Nina asal berucap.
Pacaran dari hongkong. Viana dan Putra sontak saja terkejut.
“Nggak.” Jawab mereka berbarengan. Nina hanya bercanda tapi di anggap serius Viana maupun Putra.
“Kompak banget.” Ardan buka suara sedikit menggoda.
“Intinya Putra nggak kenal dia.” Cetus Putra cepat tidak ingin ada kesalahpahaman. “Via juga nggak kenal Om Dokter tuh!” Timpal Viana.
“Om Dokter ?” Beo Nina. “Kamu kenapa memanggil Putra, Om Dokter? Dia masih muda. Jangan panggil begitu.” Kata Nina menasehati putrinya.
Viana diam. Tidak ingin membalas. Putra malah tersenyum menang.
“Kalian ceritakan semua nanti sama kita. Tapi, sekarang kita makan dulu yuk.” Ajak Ardan selaku tuan rumah.
***
Viana Ingin kabur. Acara makan selesai keduanya diberi waktu untuk mengobrol.
Mengenal satu sama lain dan memikirkan keputusan apa yang akan di ambil.
Viana dan Putra melangkah ke halaman belakang dekat kolam renang. Duduk di kursi kayu panjang.
Hening.
Keduanya masih belum bisa buka suara. Karena masih ada rasa canggung. Viana melirik sekilas ke arah pria itu. Dia terlihat amat beda kalau tidak memakai jas snelli.
Apalagi sekarang rambut Putra di tata rapi.
Benaran gue di jodohin sama om-om ini? dosa apa gue di masalalu. Viana menghela nafas panjang.
“Kenapa menghela nafas? Gugup duduk bareng pria tampan kayak saya?” Kata Putra menoleh pada gadis itu untuk mencairkan suasana keheningan mereka.
Viana menatap Putra berdecih. “Kepedean banget sih. Punya tampang pas-pasan aja belagu.” Balas Viana seraya melipat tangan di depan dadanya.
Hamish dan Nicholas lebih tampan. Malah Om-om hawt!
Putra senyum sinis “Orang tampan memang harus percaya diri. Saya nggak suka kalau di banding-bandingkan.” Ucapan Putra tahu isi pikiran Viana.
Viana melotot tidak percaya. Sedikit horor menatap Putra di sebelahnya.
Mantan Dukun kali, ya! Pikirnya masih berkecimpung dengan segala pikiran.
“Saya bukan dukun.” Putra kembali bisa membaca pikirannya. Viana melebarkan mata tidak percaya.
Viana berdeham. "Kok jadi tebak-tebakan isi pikiran saya sih. Kita di sini mau ngobrol tentang perjodohan ini.” Elak Viana sedikit gugup saat Putra menatapnya datar.
“Kalau saya sih, Yes!” Ucapnya gampang tanpa beban pikiran.
“Gue一eh, saya menolak!” Viana jadi salah tingkah. Bagaimana Putra bilang ‘Yes’ dan menerima perjodohan.
“Itu terserah kamu!”
“Nggak bisa begitu, kalau saya menolak, kamu menerima meraka kebingungan.”
“Bukannya kamu menerima perjodohan ini juga?”
“Iya, tapi一saya nggak tahu kalau Putra itu bukan kamu. Saya kira orang lain.”
“Oh! saya paham. Jadi gara-gara saya adalah Putra kamu menolak. Iya?” Desak Putra. Heran saja, para wanita akan siap menerimanya. Tapi Viana malah menolak Putra. Aneh!
Viana mengangguk.
“Lagian saya juga kaget kamu yang mau di jodohkan dengan saya.”
“Kalau sama-sama nggak suka ngapain kamu menerimanya.” Putra memandang Viana. Benar apa yang di ucapkan Viana.
Tapi, Putra melakukan demi orangtuanya.
“Saya menerima, karena ingin membuat kedua orang tua bahagia. Terserah kalau memang kamu menolak, keluarga kamu yang akan malu karena keputusan kamu.”
Viana diam. Mencerna ucapan Putra. Pria itu menerima perjodohan demi kebahagian orangtuanya.
Bagaimana dengan Viana? Ia juga ingin sekali membahagiakan orangtuanya.
Tidak punya pilihan lain selain menerima perjodohan ini. Karena dia juga tidak mau membuat keluarga besarnya malu dengan keputusannya.
“Ok! Saya juga terima perjodohan ini." Viana pasrah mungkin ini sudah takdir, jalan dan nasibnya.
***
Benaran jodoh! 😚🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 11 Episodes
Comments
anak orang
balik baca dari awal
ben orak lali 😅😅😅😅
2020-09-28
0
Phyllo Cepy
mantap abiz...
ceritanyaa panjang...
gak nyesel bacanya...
tetep semangat y thor
biar bisa up min 1 mgg 1x
2020-04-20
0
Christine Kusuma
lanjut thor
2019-10-20
1