"Dek, brokat putih ini berapa per meternya?" Dara bertanya pada pelayan toko. Sambil mengamati brokat putih itu, dan mematut- matut ke tubuhnya
"Bentar ya kak, aku periksa katalog dulu," pelayan toko itu berlalu. Suasana toko tempat Dara belanja seperti biasanya sangat ramai.
Saat ini saja pelanggan yang belanja ada di setiap sudut ruang toko.Mungkin karena menjelang akhir tahun. Natal dan Tahun Baru sudah makin dekat.
Dara dapat pesanan pakaian pengantin untuk bulan Februari tahun depan.
Itu berarti waktunya kurang lebih dua setengah bulan lagi. Masih lama memang, tapi Dara masih harus mengerjakan pesanan lainnya lagi.
Jadi Dara harus bisa membagi waktu untuk pengerjaan pesanan pelanggannya. Mana Dara belum punya asisten, untuk membantunya. Semua masih dalam pengerjaannya sendiri.
Bukan karena Dara tak percaya orang lain untuk membantunya di butik. Tapi Dara lebih mengutamakan kepuasan pelanggannya. Dalam menangani setiap pesanan pelanggannya.
Tidak jauh dari tempat Dara berdiri, ada tiga orang ibu-ibu muda sedang ayik berbisik- bisik.
Ketiganya melihat Dara dengan sinis. Mata mereka menatap tajam ke arah Dara. Dara yang seolah merasakan firasat jelek , merasa risih saat ketiga mama muda itu bersirobok mata dengannya.
Dara mencoba tersenyum, tapi wajah ketiganya mencelos buang muka. Dara terseyum kecut dan mengabaikan ketiganya.
Lalu Dara fokus kembali mematut kain brokat itu ke tubuhnya. Untuk memastikan cocok tidaknya kain itu di jadikan bahan untuk pakaian pengantin.
Merasa puas dengan pilihannya, Dara memutuskan membelinya lima meter. Sambil menunggu pelayan toko membawa katalog harga, Dara mengamati kain yang lain sekedar cuci mata.
Tak berapa lama, pelayan toko datang. Dia menunjukkan katalog harga kain yang dipegang Dara. Setelah tawar menawar harga yang cukup alot, Dara mengambil tiga meter saja.
Karena harganya lumayan pedas menurut kantong Dara. Untuk kekurangan kain yang dua meter, Dara mengambil bahan lain untuk kombinasi.
Selesai transaksi Dara menenteng plastik kresek belanjaannya. Keluar dari toko kain itu, menuju toko lain membeli pernak pernik alat menjahit. Seperti benang, payet dan lainnya.
Begitu kakinya selangkah keluar dari toko. Tiba- tiba Dara mendapat serangan dari ketiga mamah muda yang dia jumpai di dalam toko tadi.
Sepertinya mereka sengaja mencegat Dara.
"Auh...!" jerit Dara tertahan saat sekujur tubuhnya barusan disiram air mineral botolan.
Dara benar- benar kaget, tak menduga serangan itu. Dengan tatapan penuh heran, Dara menatap ketiganya. Bukankah mereka ini yang dia lihat di dalam toko tadi? Sedang berbisik- bisik dan menatapnya dingin. Jadi semua ini sudah mereka rencanakan ya? Tanpa Dara tau apa kesalahannya.
"Apa-apaan sih! Tega kali kalian lakukan ini padaku," bentak Dara penuh emosi.
"Kamu memang pantas mendapat perlakuan itu. Dasar pelakor!" teriak ke tiganya.
Otomatis kedua netra Dara membulat, mendengar makian itu.
"Pelakor? Siapa yang jadi pelakor? Ini pasti ada kesalah pahaman." pikir Dara geram.
"Hei! Jangan asal nuduh ya. Siapa yang pelakor. Kenal saja aku tidak pada kalian. Kok sembarangan menuduh orang!" teriak Dara. Suasana yang ramai di toko dan orang yang lalu lalang melintas jadi teralih perhatiannya mendengar teriakan Dara.
"Memang aku pelakor suami kalian, ya. Gak ada ahlak kalian menuduh dan menyerang saya!"
"Alah gak usah sok suci kamu. Memang kamu itu seorang pelakor. Gara-gara kamu, teman kami tidak jadi menikah. "
" Astaga! Jika batal menikah itu karena gak jodoh. Kok kalian yang sewot. Setia kawan sih boleh, tapi jangan bodoh seperti ini. Memang kalian kenal siapa aku?" Dara makin geram saja mendengar jawaban bodoh dari ketiga orang tolol itu.
Dara memang baru menikah tiga bulan lalu dengan Revan, suaminya. Sungguh dia tak menyangka akan insiden ini.
Revan menikahinya, setelah perkenalan yang cukup singkat. Pertemuan mereka dalam sebuah resepsi pernikahan sahabatnya.
Di sana dia di kenalkan oleh Inez, sahabatnya. Dara yang memang belum punya kekasih, sangat mengagumi Revan. Sosok Revan adalah sosok lelaki yang selama ini ia idamkan.
Setelah saling tukar no wa, mereka akrab chatingan. Hingga berlalu enam bulan, Revan melamar Dara.
Selama mengenal Revan , Dara tak pernah melihat Revan bertingkah aneh atau sesuatu hal yang membuatnya curiga. Karena itulah dengan hati mantap Dara menerima lamaran itu.
Kok, setelah tiga bulan menikah dia menerima perlakuan ini? Dari orang yang tidak ia kenal. Membuatnya malu dengan tuduhan yang menyakitkan seperti ini.
Karena itulah ingin rasanya dia merobek mulut ke tiganya karena telah memfitnahnya.
"Kalau saja kamu tidak menggodanya, gak mungkin laki- laki itu menikahimu!" semprot salah satu dari mereka dengan tajam.
"Heh Bu! Kamu ngomong yang jelas ya. Siapa yang kamu maksud itu? Kamu kenal saya dan suami saya, ya."
"Suami kamu Revan! Dia itu sudah bertunangan dengan Mirna. Tapi mereka batal menikah karena kamu menggoda calon suaminya."
"Apa ibu punya bukti saya menggodanya. Apa ibu tau dengan jelas, bahwa saya yang telah merusak hubungan mereka! Hati-hati ibu bicara ya, sebelum jelas tau persoalnya. Itu fitnah namanya. Saya bisa tuntut Ibu telah mencemarkan nama baik saya," ancam Dara sengit.
Seketika wajah ketiganya pucat pias mendengar ancaman Dara.
"Iya, ibu- ibu. Tidak boleh bersikap seperti ini, asal tuduh saja. Mendengar dari sepihak. Lagian bukan Ibu yang terlibat langsung," seseorang dari kerumunan angkat bicara dan menyayangkan insiden itu.
Ketiga ibu -ibu muda itu langsung ngeloyor pergi. Tanpa ba bi bu, mereka menerobos kerumunan orang. Mungkin takut akan diserang balik massa.
Dara menghela nafas berat. Sepertinya ia sempat syok tadi, mendapat serangan itu.
"Kamu tidak apa- apa nak?" ucap ibu separuh baya yang menengahi kejadian itu.
"Tidak apa- apa bu. Saya baik- baik saja," sahut Dara. Tapi jauh di dasar hatinya, Dara sangat terpukul.Dia ingin tau soal ini dan mencari kebenaran cerita itu. 'Apa harus menyakan langsung pada suaminya?' Dara membatin.
Karena insiden itu, Dara kehilangan moodnya untuk belanja. Dara memutuskan untuk pulang saja.
Kejadian di depan toko itu masih menguasai benaknya. Sehingga Dara tak fokus melanjutkan pekerjaanya.
Dara mengambil gawainya, dan membuka aplikasi f berlambang biru dan membuka akun suaminya.
Dara menscrool pertemanan di akun suaminya. Mencari nama Mirna. Tapi tak satupun yang namanya Mirna tertera di sana.
Entah kalau dengan nama lain, tak mungkin membuka satu persatu akun yang menjadi teman suaminya di medsos.
Atau bisa saja pertemanan mereka telah di hapus. Atau suaminya menyimpan akun itu. Segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Yang jelas dengan adanya kejadian itu, membuat Dara ingin mengetahui masa lalu suaminya.
Apalagi akhir- akhir ini, Dara merasa suaminya bertingkah mencurigakan. Hanya saja Dara tak kepikiran. Mereka kan masih pengantin baru, masak sudah curiga dengan polah suaminya.
Sikap suaminya yang agak dingin, dan kesibukannya bekerja. Tapi selama ini Dara tetap berpikir positif. Karena kesibukannya bekerjalah yang membuat sikapnya dingin. Atau memang itu sudah tabiat suaminya yang irit bicara, dan dingin.******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
🤗🤗
mak ah bisa bae buat ceritanya... biasanya kan toko roti atau toko, toko bunga ini toko kain.
2022-12-15
2