Marco's POV
Suasana langit malam yang indah sangat kontras dengan suasana kota yang penuh dengan hiruk-pikuk kendaraan dan manusia pada jam pulang kerja industri.
Saat ini aku sedang duduk di salah satu kafe di tengah kota, mampir sebentar untuk minum kopi dan makan malam. Penat sekali rasanya seharian mengurus beberapa proyek, ditambah persiapan untuk menghadiri undangan tender besok.
Omong-omong soal tender, aku jadi teringat Anetta, si Junior Consultant itu. Aku teringat saat dia mengemukakan analisisnya mengenai desain untuk Graha Cipta. Aku suka dengan gagasan-gagasan yang diberikannya. Kurasa dia memang cukup kompeten di bidang ini. Tidak salah aku menunjuk dia untuk menjadi timku dalam proyek ini.
~
Aku sudah bersiap sejak pagi-pagi sekali di kantor, sangat bersemangat untuk menghadiri technical meeting tender Graha Cipta. Tak berapa lama, terdengar ketukan di pintu ruang kerjaku.
"Masuk!"
"Selamat pagi, Pak." Anetta masuk dan menebarkan senyuman.
Deg! Seperti ada yang meremas perutku. Kualihkan pandangan pada berkas yang dibawanya.
Aku berdeham. "Semua dokumen legalitas perusahaan sudah lengkap?"
"Sudah, Pak. Kita berangkat jam berapa?"
"Seharusnya sejak lima menit yang lalu, kalau saja kamu tidak datang terlambat." Bisa kulihat raut wajahnya berubah. Aku lalu bangkit dari dudukku.
Aku dan Anetta beranjak dari ruang kerjaku. Kulihat dia mampir ke meja kerjanya untuk mengambil tas. Aku berjalan terlebih dahulu menuju parkiran mobil dan memanaskan mobilku.
Tak lama, Anetta menyusul dengan dua buah cup kertas pada genggamannya. Dia masuk ke dalam mobil dan menyodorkan satu cup padaku.
"Untuk Bapak."
"Untuk saya?" Marco ... jelas-jelas dia baru saja mengatakan ini memang untukmu. Aku merutuk pada diriku sendiri.
"Iya, Pak. Saya lihat di meja Bapak belum ada cangkir kopi seperti biasanya, saya kira Bapak belum minum kopi pagi ini." Sambil memberikan penjelasan itu, dia tersenyum ramah padaku.
Deg! Darahku berdesir lebih cepat. Kenapa lagi ini?
"Oh, jadi kamu ... ehm, memperhatikan saya?"
Kulirik gadis di sebelahku ini mulai salah tingkah. Dia sepertinya kaget mendengar pertanyaanku.
"Eh, bukan begitu, Pak. Eh, maksudnya ... saya tidak bermaksud lancang, hanya saja saya biasa memperhatikan keadaan sekitar saya. Sejak hari pertama, saya memperhatikan di meja Bapak selalu ada cangkir kopi, jadi saya tahu Bapak terbiasa minum kopi," terangnya panjang lebar.
Aku mengangguk mengerti. "Thanks anyway (1)."
Aku lalu melajukan mobil menuju gedung pertemuan Graha Cipta. Sesampainya di sana, kami bertemu dengan banyak kolega dan rekan bisnis di bidang arsitektur dan desain, tentunya ada juga beberapa rival yang kami temui.
Technical meeting sudah dimulai. Menit demi menit berlalu dan semua berjalan lancar. Pihak Graha Cipta hanya memberikan penjelasan tender secara teknis kepada para calon penyedia jasa desain dan arsitektur. Selanjutnya, kami diminta untuk menyiapkan proposal teknis yang akan diajukan kepada pihak Graha Cipta dalam waktu tujuh hari terhitung dari hari ini.
Sepuluh menit sebelum jam dua belas siang kami sudah meninggalkan gedung pertemuan Graha Cipta. Aku sudah mulai lapar, karena hanya secangkir kopi yang diberikan Anetta saja yang masuk ke perutku sejak tadi pagi. Padahal sehari-hari aku juga jarang sarapan pagi, tapi hari ini perutku terasa mengisap sekali.
Akhirnya aku memutuskan untuk makan dulu sebelum kembali ke kantor, selagi di luar begini sekalian saja. Kubelokkan mobilku memasuki area parkiran sebuah restoran cepat saji yang terkenal dengan ayam gorengnya itu.
Saat hendak membuka pintu mobil, Anetta bertanya padaku.
"Mau kemana, Pak?"
"Kamu tidak lihat ini tempat apa? Ini tempat makan. Kita mau makan."
"Hm ... tapi Pak, saya bawa bekal dari rumah," katanya sungkan.
Aku mengerjap. "Oh, begitu?" tanyaku.
Aku cukup kaget mendengar dia membawa bekal makanan dari rumah. Ya, maksudku, seorang karyawan yang sudah dewasa di jaman sekarang sangat jarang yang mau membawa bekal dari rumah. Biasanya mereka akan memilih makan siang di kantin kantor atau kafe-kafe atau restoran seperti itu.
"Iya, Pak, tapi kalau Bapak mau makan tidak apa-apa, saya temani Bapak makan dulu, nanti saya makan di kantor saja."
"Tapi, ini sudah jam makan siang. Kalau harus menunggu sampai kantor lalu kamu pingsan di mobil saya karena kelaparan malah jadi repot, kan?" Duh, sesungguhnya aku tidak bermaksud untuk berkata seperti itu. "Atau ... kamu bawa bekalmu? Kenapa kamu tidak makan di dalam saja, jadi saya tidak perlu merasa bersalah karena makan sendirian."
"Apa Bapak nanti tidak malu?" tanyanya takut-takut.
"Sudahlah, kamu terlalu banyak bertanya. Ayo masuk!"
Aku masuk ke dalam restoran itu disusul oleh Anetta di belakangku. Aku menginstruksikan dia untuk mencari tempat duduk yang kosong, sementara aku memesan makanan untukku sendiri. Setelah pesananku selesai, aku menghampirinya yang masih belum memakan bekal makanannya.
"Kenapa kamu belum makan? Makan saja, tidak perlu menunggu saya."
"Takut tidak sopan, Pak. Masa saya makan duluan dari bos."
"Ya sudah, ayo makan."
Aku menikmati makananku dan dia juga sepertinya sangat menikmati makanan yang ada dibawanya itu. Memang terlihat lebih nikmat daripada makanan cepat saji yang kupesan ini. Makanan rumah memang selalu lebih menggugah selera. Aku jadi rindu rumah.
Saat tengah asik menyantap ayam goreng keduaku, ada dua orang gadis yang lewat dari samping meja kami sambil berbisik-bisik ribut. Ya, ribut karena aku masih bisa mendengar suara mereka dengan jelas. Ditambah lagi mereka terang-terangan melirik ke arahku dan Anetta.
"Ih, jadi cowok pelit banget, sih. Masa ke restoran pesen makan cuma satu, ceweknya bawa bekal sendiri." Begitu kata gadis yang berambut coklat tua keriting dengan suara bisikan, tetapi tampak sekali sedang menyindir.
"Iya, ih ... Kalo cowokku kayak gitu udah aku putusin dari kapan, kali!" Seru gadis yang satunya lagi. Yang ini tampangnya sedikit menipu. Berwajah ayu, tapi ternyata bermulut pedas.
Aku hampir tersedak mendengar sindiran mereka. Lalu kulirik Anetta. Dia pasti mendengar juga sindiran dua gadis tersebut. Dia jadi terlihat tidak nyaman dengan makanannya sekarang.
Cepat-cepat aku menghabiskan makananku, saat kulihat Anetta juga sudah pada suapan terakhirnya. Sebaiknya kami segera meninggalkan restoran ini sebelum si duo kepo itu semakin menggosok gosipnya terhadap kami berdua.
Anetta terlihat canggung sepanjang perjalanan. Pasti karena sindiran dua gadis tadi.
Aku mencoba memecah keheningan. "Lain kali kalau kita sedang tugas di luar, kamu tidak perlu bawa bekal dari rumah."
"Maaf ya, Pak, saya jadi buat Bapak malu. Saya jadi tidak enak."
"Eh, saya tidak masalah kalau kamu mau makan bekal yang kamu bawa. Saya tidak memaksa kamu untuk ikut memesan makan dengan saya karena bekal kamu jadi sayang tidak termakan. Saya justru tidak enak dengan kamu karena kamu jadi tidak nyaman."
"Baik, Pak," katanya akhirnya.
***
Anetta's POV
"Hai, gimana technical meeting-nya tadi?" sapa Lana begitu aku sampai di meja kerjaku.
"Just like another technical meeting. How else do you expect (2)?" kataku sambil mengedipkan mata padanya.
"Okay, and ... how about Bos Marco (3)?"
"How about what (4)?" Kenapa Lana tiba-tiba menanyakan Bos Marco padaku.
"Hm, ya ... apa kalian ketemu dengan Lamasco?"
"Ya, ketemu. Cuma, ya, gitu aja. Cuma ketemu sebentar dan say 'hi' as a formality (5) aja."
"Oh ...."
Hanya itu ucapan terakhir Lana sebelum dia beralih ke meja di seberang sana, bergabung bersama Frans dan Sony si pemilik meja.
Raut wajahnya mengisyaratkan dia tak puas dengan jawabanku. Namun, aku tidak mau terlalu ambil pusing dengan sikap Lana. Aku harus kembali bekerja karena ada beberapa proyek yang menunggu untuk aku kerjakan, sebelum aku harus berkonsentrasi pada proyek Graha Cipta.
••••••••••
(1) Terima kasih.
(2) Seperti halnya pertemuan teknikal yang lain. Apa lagi yang kamu harapkan?
(3) Oke, dan ... bagaimana dengan Bos Marco?
(4) Bagaimana soal apa?
(5) Mengucapkan 'hai' sebagai formalitas saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Wati Pentury
ga nyaman sama bahasa inggris yang dikasih no...habis itu ditranslate. macam yg baca orang2 bodoh saja
2020-09-09
1
monic jungsi 🎄⚘⚘
kebanykn bahasa inggrisnya, si bodoh ini gk ngerti
2020-08-25
0
ayyona
si duo kepo lempar tulang ayam aja.. eh td bos marco pesen ayam khan ya 😅😅
2020-06-26
2