Anetta's POV
Aku sedang menaiki ojek online yang kupesan untuk mengantarkanku pulang ke rumah. Jarak rumahku sebenarnya tidak bisa dibilang dekat dari kantor. Hanya saja, aku merasa lelah sekali seharian ini dan ingin secepatnya sampai di rumah agar bisa beristirahat. Kalau harus naik angkot, entah akan sampai jam berapa di rumah.
What a tough day (1)! Aku sampai berpikir apakah aku harus menyesal atau tidak, telah masuk ke dalam lingkaran Mills. Tidak ada basa-basi, tidak ada istilah adaptasi di hari pertama. Semua langsung berjalan normal.
Berdasarkan apa yang aku dengar dari Lana, departemen Creative adalah departemen yang paling keras di Mills, terlebih di bawah kepemimpinan Bos Marco. Mereka digembleng habis-habisan untuk membuktikan bahwa mereka memang layak menjadi tonggak pengembangan bisnis di Mills.
Pada hari pertama ini, sepertinya aku sudah mendapat gambaran bagaimana hari-hari selanjutnya akan kulalui. Di bawah tekanan Bos Marco, tentunya. Sebenarnya aku, sih, tidak akan keberatan kalau harus terus-terusan ditekan oleh si bos tampan itu.
Uhh! Tiba-tiba perutku seperti melilit saat otakku memikirkan Bos Marco. Belum selesai aku bermain dengan pikiranku, ojek online yang kutumpangi ini sudah berhenti tepat di depan rumah. Setelah menyerahkan helm, aku langsung masuk ke dalam rumah.
Kasurku! Bersiaplah menerima aku!
~
Tiga bulan berlalu sejak aku menginjakkan kaki di Mills. Banyak hal-hal baru yang kualami, banyak juga pekerjaan yang aku tangani sehingga semakin mengasah kemampuan desain dan analisisku. Such a great experience (2), walaupun tekanan dari Bos Marco memang cukup menguras energi dan pikiran.
"Netta, ayo buruan, Pak Marco udah nunggu kita di ruang meeting B."
Aku baru sampai di kantor dan baru saja mendaratkan tasku di atas meja, bahkan belum sempat aku duduk dan menghidupkan komputer, tapi Lana sudah menarik tanganku dan menggiringku menuju ruang meeting. Aku belum mengerti ada apa atau ada masalah apa. Akhirnya aku menurut saja dengan Lana.
Sesampainya di ruang meeting, kulihat beberapa desainer senior sudah berkumpul. Bos Marco duduk di tengah dengan wajah datarnya.
Fiuh! Kukira aku dan Lana sudah paling terlambat, tapi ternyata masih banyak lagi yang belum hadir. Aku belum mendapatkan ide, untuk apa kami dikumpulkan di sini. Setahuku internal meeting untuk tim Creative adalah hari Selasa, tapi ini masih hari Senin.
"Selamat pagi! Seperti yang kalian semua pasti sudah tahu, Graha Cipta, salah satu mega developer di kota ini mengadakan tender untuk proyek apartemen terbarunya." Begitu kalimat pembuka dari Bos Marco.
Tampak wajah-wajah yang tadinya tegang, berubah cerah seketika.
"Jadi, kita akan ikut tendernya, Pak?" tanya Digo, salah seorang arsitek senior.
"Tentunya. Kita sudah terima undangannya dan besok adalah jadwal untuk technical meeting-nya."
"Tapi yang kita tahu, kan, tender Graha Cipta sangat sulit untuk kita menangkan, karena ..." ucapan Digo menggantung.
Kulirik Bos Marco. Dia memandang Digo sekilas, lalu tersenyum sinis. "Tidak berhasil memenangkan tender beberapa kali berarti kita mendapatkan waktu untuk mengasah kemampuan dan kreativitas. Harusnya kamu lebih siap sekarang." Suara Bos Marco sangat datar, tapi semua orang terpaku tak dapat bersuara. "Saya tidak peduli siapa yang menjadi lawan kita, apakah mereka punya jaringan orang dalam atau tidak. SAYA TIDAK PEDULI!"
Aku menyenggol Lana, berusaha mencari jawaban. "Mereka ngomongin siapa sih, Lan?"
"Lamasco," jawab Lana. Lalu dia memberi isyarat kepadaku agar diam saja.
Aku mengangguk mengerti. Dari yang kudengar, Lamasco merupakan rival terkuat bagi Mills untuk proyek-proyek pengembang properti. Cerita punya cerita, mereka mempunyai jaringan orang dalam di beberapa pengembang properti.
"Anetta ...."
Terkejut mendengar namaku dipanggil oleh Bos Marco, aku menolehnya. Dia memandangiku dengan tatapan yang seakan mengisyaratkan sesuatu dan aku sepertinya mengerti apa yang selanjutnya akan dikatakannya.
"Kamu ikut dengan saya besok!" tegasnya sebelum akhirnya menutup meeting hari ini.
Bagaimana ini? Apa yang harus aku persiapkan mengikuti tender tersebut? Aku belum pernah tahu seperti apa keadaan saat tender. Terlebih, harus berhadapan dengan Lamasco yang katanya lawan tangguh dari Mills. Duh, kenapa Bos Marco harus menunjuk aku.
"Netta! Ini kesempatan baik, kamu bisa ikut tender bareng Bos Marco." Begitu kata Lana dengan penuh semangat sambil menyenggol-nyenggolku dan tak lupa mengedip-ngedipkan matanya padaku.
"Tapi ... aku belum punya pengalaman soal tender, gimana kalau aku malah mengacaukan Mills nanti di sana?"
"Kamu sudah bekerja keras selama tiga bulan pertamamu ini, hasilnya juga klien kita banyak yang puas dengan advise dan desain yang kamu berikan. Aku rasa itu yang membuat Bos Marco percaya sama kamu."
Aku menimbang-nimbang apa yang diucapkan Lana barusan. Mungkin benar, tiga bulan ini aku bekerja dengan kemampuan paripurnaku dan memang aku mendapatkan testimoni baik dari para klien yang kutangani. Hanya saja, untuk bertarung mendapatkan tender, apakah aku sudah cukup mampu?
Sampai di meja kerjaku, aku mulai mengumpulkan amunisi. Aku harus mengumpulkan lebih banyak data mengenai Graha Cipta, seperti apa tender yang biasanya mereka adakan. Kemudian aku mencari tahu lebih dalam mengenai Lamasco, karakter desain yang mereka buat, dan proyek apa saja yang sudah mereka kerjakan.
Hampir satu jam berkutat dengan komputer, sedikit banyaknya aku sudah mengetahui seperti apa 'ladangku' dan siapa lawanku.
Teleponku berdering dan sudah bisa kutebak siapa yang menelepon.
Lana juga memberikan isyarat tanpa suara kepadaku. "Pasti Bos Marco," katanya.
"Anetta's speaking. What can I do for you?" (3) Aku menunggu suara siapa yang berada di seberang sana.
"Ke ruangan saya sekarang!"
Aku mengedipkan mata pada Lana. "Gotcha (4)!"
"What is 'gotcha' mean (5)?"
"Eh ... maaf, Pak. Hanya prediksi saja, kalau telepon saya berdering pasti Bapak yang menelepon saya." Aku merutuk pada diri sendiri, entah kenapa aku bisa se-PD itu bicara pada Bos Marco. Dari balik meja di depanku, Lana tertawa tanpa suara.
"Jadi kamu berharap saya yang menelepon?" tanyanya, terdengar penasaran.
"Hm, bukan begitu, Pak!" kilahku.
Klik. Sambungan telepon dimatikan. Sial! Aku belum sempat menjelaskan, teleponnya sudah dimatikan. Bisa-bisa dia salah paham dan besar kepala nantinya.
Aku buru-buru ke ruangan Bos Marco.
"Masuk!" Terdengar teriakan dari dalam ketika aku mengetuk pintu ruang kerjanya.
Aku masuk dan menebarkan senyum terbaik yang aku miliki. Aku bermaksud untuk menyejukkan keadaan hati Bos Marco yang pada akhir meeting tadi sepertinya agak panas.
"Boleh saya duduk, Pak?"
"Silahkan! Kecuali kalau kamu mau berdiri terus sepanjang diskusi." Ekspresinya ... tetap saja datar. Aku hanya tersenyum sopan sebelum duduk.
"Junior, saya ingin kita mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi tender besok. Soal Lamasco, saya pikir tidak ada yang perlu kita khawatirkan. Graha Cipta mengadakan tender, itu berarti kontrak dengan Lamasco sudah berakhir dan mungkin saja mereka ingin mencari provider baru dan inilah kesempatan kita untuk merebut perhatian mereka dengan desain yang kita buat."
"Saya setuju dengan Bapak. Kalaupun Lamasco memang memiliki jaringan orang dalam dan tender ini hanya sebagai formalitas untuk publik, saya rasa tidak ada ruginya kita menunjukkan kemampuan kita. Barangkali dari sana ada yang melihat dan tertarik bekerja sama dengan Mills."
Bos Marco diam, kemudian mengangguk. "That's what I thought about (6). Lalu, apa kamu sudah pernah tahu seperti apa tender yang dihelat oleh Graha Cipta?"
"Saya belum pernah tahu, Pak, tapi tadi setelah meeting, saya mengumpulkan data mengenai Graha Cipta dan Lamasco sebagai referensi saya."
"And how was that (7)?"
"Untuk proyek terakhir Lamasco dengan Graha Cipta, desain yang mereka buat memang sangat bagus, tapi saya merasa ada yang kurang tepat antara desain dan konsep yang diusung oleh Graha Cipta yang ingin menonjolkan kesan minimalis modern pada unit apartemennya. Desain yang dibuat Lamasco terlalu 'mewah' untuk konsep minimalis. Saya pikir, mereka keliru dalam menerjemahkan konsep 'modern', padahal modern tidak selalu harus mewah," terangku panjang lebar.
Aku melirik Bos Marco, mencari tahu apakah dia mendengar analisisku.
"Teruskan!" perintahnya.
"Sebenarnya kita sudah dapat gambaran untuk bertempur besok. Berdasarkan tag line yang selalu digadang-gadang oleh Graha Cipta yaitu minimalis modern, kita harus mengingatkan kembali bahwa seharusnya memang kesan minimalis modern itu yang diaplikasikan pada setiap desain unit apartemen Graha Cipta. Tentunya kita tidak akan bermain aman, melainkan harus intensify the minimalism to elegance (8), tapi tetap jangan sampai over. Selain itu, kita bisa mencuri perhatian melalui budgeting, dengan menyesuaikan konsep dan material serta pilihan perabotan yang akan kita gunakan. Kalau kita bisa mengganti 'kemewahan' yang sebelumnya dipakai Lamasco ke konsep modern minimalis yang kita aplikasikan di desain kita, bukan tidak mungkin kita akan unggul dengan penawaran low budget. Menurut Bapak bagaimana?"
Bos Marco memandangiku dengan ekspresi wajah yang tidak dapat kudefinisikan. Dia tidak memotong pembicaraanku. Namun, kali ini dia seperti sedang mempertimbangkan analisisku.
"Quite interesting (9). Kita akan bermain di budgeting, tapi jangan sampai lalai untuk tetap mengedepankan kualitas, baik desain maupun material." Aku mengangguk-angguk tanda sependapat.
"Kalau begitu, tolong kamu siapkan dokumen legalitas kita untuk kita bawa besok."
••••••••••
(1) Betapa ini hari yang berat!
(2) Merupakan pengalaman yang luar biasa.
(3) Anetta sedang berbicara. Apa yang bisa saya bantu?
(4) Kena, kau!
(5) Dan, apa maksudnya 'kena, kau' itu?
(6) Begitu juga yang saya pikirkan.
(7) Lalu bagaimana hasilnya?
(8) Mengintensifkan minimalis ke elegan.
(9) Cukup menarik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
nobita
author nya pinter berbahasa Inggris..
2021-04-24
0
Riyuu Way
Salam dari "7Days Murder : Festival killer"
2020-07-21
2
Riyuu Way
maaf kak baru mampir
2020-07-21
1