Rey masih merajuk, anak itu menangis seorang diri di kamar. Sebenarnya pintu kamarnya tidak di kunci oleh Rey karena Rey belum bisa mengunci pintu.
Reagan bisa saja masuk, tapi pria itu malah berdiri di depan pintu kamar Rey dengan mendengar rintihan tangis anaknya.
Levia pernah berkata kepada Reagan untuk memberi waktu kepada Rey jika memang anak itu tidak mau di ajak bicara karena Rey tipikal anak yang tidak suka di temani jika sedang marah atau pun sedih. Jika rasa marah atau sedihnya sudah hilang dia akan keluar sendiri dari kamar menghampiri Reagan atau Levia.
Kesedihan ataupun kemarahan itu privasi untuk Rey. Biarkan dia sendiri sampai dia tenang, baru kau mengajaknya bicara.
Reagan memejamkan mata dengan kedua tangan di saku celana kala teringat ucapan istrinya. Orang yang paling mengerti Rey adalah Levia. Tapi sekarang, orang itu sudah pergi.
Dengan berat hati Reagan pergi dari depan kamar Rey. Ketika menuruni anak tangga seorang pria menghampiri dengan berjalan tergopoh-gopoh.
"Tuan ada tamu ..." katanya.
"Suruh masuk," seru Reagan tanpa bertanya siapa tamu yang datang ke mansion nya.
Pria tersebut mengangguk lalu pergi setelah membungkukan badan sopan kepada Reagan. Sementara Reagan duduk di ruang tamu menyambut siapa yang akan datang.
Seorang perempuan dengan pakaian kasual berjalan masuk ke mansion Reagan.
"Pagi ..." sapanya dengan tersenyum.
"Pagi," sahut Reagan datar.
Perempuan tersebut duduk di depan Reagan. "Aku Dahlia. Mungkin kau sudah tau siapa aku," serunya dengan tersenyum sambil menyempilkan rambut kecilnya ke belakang telinga.
"Tidak!"
"Hah?" Dahlia menautkan alisnya. Apa katanya, tidak? tidak mungkin dia tidak tahu siapa Dahlia karena seharusnya Maxime sudah memberitahu Reagan wanita mana yang akan dia kenalkan kepada Reagan.
"T-tuan Maxime tidak memberitahumu?"
"Tidak!" sahut Reagan kembali.
"Aku Dahlia putri dari ---"
"Tujuanmu datang ke sini?" potong Reagan. Dia tidak perduli perempuan di depannya ini anak siapa.
"Bukankah kita sedang saling mengenal?" Dahlia menaikan alisnya.
Reagan terdiam, jadi perempuan ini yang hendak di kenalkan kakeknya.
"Oh ..." sahut Reagan singkat.
Dahlia tersenyum. "Aku harap perkenalan kita bisa serius ke depannya."
"Aku harap tidak!" sahut Reagan membuat senyuman memudar di wajah Dahlia.
Reagan kemudian beranjak dari duduknya pergi ke dapur yang jaraknya tak jauh dari sana.
"Aku tidak tau cara perkenalan yang baik. Semua perempuan yang mendekatiku dengan alasan perkenalan selalu mundur begitu saja ..." Kata Reagan sambil mengambil gelas dan menuangkan air ke gelas tersebut lalu membawanya ke Ruang Tamu.
Reagan menyimpan gelasnya di depan Dahlia lalu kembali duduk.
"Mundur itu pasti ada alasannya bukan?" seru Dahlia.
"Alasannya anakku tidak menyukai mereka," sahut Reagan yang tentu saja berbohong.
Rey selalu menyukai siapa saja perempuan yang hendak mendekati Ayahnya. Rey selalu bersikap manis kepada mereka, bahkan ada beberapa wanita yang pernah bersikap sedikit kasar kepada Rey, tapi Rey tidak mengatakannya kepada Reagan saking anak itu menginginkan sosok Ibu.
Akar masalahnya justru dari Reagan. Reagan selalu merasa semua perempuan yang di jodohkan Kakek atau Ayahnya tidak benar-benar menyanyangi Rey dengan tulus. Mata Reagan seakan bisa menangkap perbedaan sikap perempuan tersebut kepada Rey jika dirinya sedang tidak ada. Reagan melihatnya dari cctv karena kerap kali ia meninggalkan Rey berduaan dengan perempuan yang hendak di jodohkan dengannya itu.
"Benarkah? kenapa? pasti ada alasannya, anak kecil itu jujur. Pasti ada alasan yang kuat kenapa Rey tidak menyukai perempuan yang di jodohkan denganmu sebelumnya."
"Tidak perlu di bahas!" seru Reagan.
"Daddy ..." suara anak kecil itu berasal dari anak tangga. Rey berjalan menuruni anak tangga perlahan dengan memegang pagar tangganya.
Reagan yang melihat hendak beranjak tapi Dahlia lebih dulu berjalan lebih cepat menghampiri Rey.
"Hei Rey ..." seru Dahlia dengan suara manis membantu Rey turun. Reagan kembali duduk.
"Tante siapa?" tanya Rey ketika kakinya menginjak anak tangga terakhir. Ia mendongak menatap Dahlia dengan matanya yang mengerjap beberapa kali.
"Tante temen nya Daddy mu," sahut Dahlia dengan masih mengenggam tangan Rey. "Yuk duduk." Dahlia mengajak Rey duduk di sofa.
Rey duduk di samping Dahlia. Reagan menatap Rey, mata anak itu sembab karena habis menangis.
"Sini duduk dengan Daddy." Reagan menepuk-nepuk sofanya agar Rey berpindah.
"Sudahlah, di sini saja." Dahlia mengelus kepala Rey.
"Dad, Mommy aku ya?" tanya Rey dengan hanya menggerakan bibirnya saja tanpa mengeluarkan suara. Dahlia yang melihat itu terkekeh.
"Dia lucu ya ..."
"Kamu mau aku jadi Mommy kamu ya?" tanya Dahlia kepada Rey.
Rey mendongak menatap Dahlia. "Mau tante ..." sahutnya dengan anggukan semangat.
"Ish lucunya ..." Dahlia mencubit gemas pipi Rey. "Kalau begitu belajar panggil aku Mommy dong."
"Mommy."
"Wuahh ... senengnya di panggil Mommy." Dahlia langsung memeluk Reagan karena merasa sudah bisa memenangkan hati anak kecil ini. Tinggal berjuang memenangkan hati Ayahnya.
Reagan menghela nafas kasar, ia benar-benar tidak suka Rey dengan mudahnya memanggil Mommy kepada orang lain.
"Rey, Dad beli makanan dulu ke luar ya. Rey di sini dulu." Bola mata Reagan beralih menatap Dahlia. "Aku titip Rey."
Dahlia mengangguk. "Tenang saja, dia aman bersamaku. Iya kan Rey?"
Rey mengangguk dengan tersenyum. Reagan keluar dari mansion, sebenarnya bukan untuk mencari makanan tapi ia malas berbincang dengan Dahlia. Toh di mansion banyak pelayan, jadi aman meninggalkan Rey.
Mobil Reagan keluar dari mansion, pria itu pergi tanpa arah dan tujuan. Melamun sendirian di dalam mobil, tapi ia masih bisa menyetir dengan baik.
Levia, Levia dan Levia. Hanya perempuan itu yang memenuhi otaknya sekarang. Seandainya Levia masih hidup ia tidak akan terjebak di situasi yang sulit. Menikah lagi agar Rey punya Ibu atau menjadi duda seumur hidup tanpa memikirkan perasaan Rey.
Ia menghela nafas panjang, sekarang Reagan mempunyai tujuan. Yaitu Taman Bunga Levia, menenangkan diri di makam istrinya cara terbaik untuk saat ini.
Tujuh menit perjalanan, Reagan melihat seorang perempuan dari kejauhan. Perempuan yang celengak-celinguk seperti hendak menyebrang tapi wajahnya nampak gelisah dan cemas.
Reagan memelankan mobilnya, niatnya memberi jarak agar perempuan itu bisa menyebrang. Tapi bukannya menyebrang, perempuan itu malah diam dengan memundurkan langkahnya perlahan. Reagan bisa melihat kakinya gemetar.
Reagan menghentikan mobilnya dari kejauhan lalu menoleh ke belakang untuk melihat apa yang di takutkan gadis itu. Tapi tidak ada siapa-siapa, bahkan jalanan ini bukan jalan raya, mobil yang berlalu lalang hanya sedikit, di samping kanan ada kampus teratai yang cukup besar.
"Kenapa dia ini, menyebrang saja lama sekali." Reagan mendengus kasar, pria itu kembali menyalakan mesin mobilnya.
Mobil Reagan melaju melewati gadis itu, Reagan sempat menatap sejenak wajah gadis itu dengan ekor matanya, dia terlihat ketakutan dengan memeluk tubuhnya sendiri.
"Aaaaaa ...."
Suara teriakan membuat mobil Reagan kembali terhenti, ia keluar dari mobil dan melihat gadis di belakang mobilnya berjongkok sambil menutup telinganya dengan kedua tangan. Gadis itu berjongkok di tengah jalan.
"Kalau nyebrang liat-liat dong!" seorang pria pembawa sepeda motor marah-marah kepada gadis yang tak lain adalah Dee.
"Ada apa ini?" tanya Reagan.
"Ini Tuan, gadis ini nyebrang seenaknya!"
"Pergilah ... dia baik-baik saja kau tidak akan di tuntut!" seru Reagan.
"Iya beruntung dia baik-baik saja. Kalau tidak, aku sudah di salahkan walaupun yang salah dia!" gerutu pengendara motor tersebut lalu melajukan motornya pergi dengan kesal.
Reagan menatap tubuh gadis itu yang masih gemetar ketakutan.
"Apa yang kau takutkan? bukankah kau baik-baik saja?"
"Papah ..." lirih Dee dengan mata terpejam.
"Nona, kau akan menghalangi jalan kalau berjongkok di tengah jalan seperti ini!"
"Papah hiks ..."
Reagan membungkukan badannya sedikit, dia tidak terlalu mendengar rintihan gadis itu.
"Papah ..."
Reagan kemudian menghela nafas, celengak-celinguk ke jalanan. "Dimana Ayahmu Nona?"
Pria itu melihat mobil yang hendak melaju ke arah mereka. "Bangunlah, ada mobil yang akan lewat."
Dee masih menangis dan merintih memanggil Ayahnya dengan tangan yang masih menutup kedua telinganya. Rasanya ia mendengar suara tabrakan saat Ayahnya terpental lalu meninggal di tempat.
"Nona mobilnya semakin mendekat!" Reagan sedikit kesal.
"Nona apa kau mendengarku?"
Tin.
Tin.
Suara klakson mobil mulai terdengar, meminta Reagan dan Dee pergi dari tengah jalan.
"Nona ..."
"APA KAU TULI!" Reagan berteriak sambil menarik pundak Dee dengan kasar dan membawa gadis itu ke pinggir jalan karena sudah tidak ada waktu, mobil tadi tidak mau berhenti dan malah terus membunyikan klakson, melaju melewati mereka yang beruntung sudah berpindah ke pinggir jalan.
"Kau mau tertabrak hah?" sentak Reagan. "Sekalipun kau t*li kau masih punya mata kan? bisa lihat ada mobil di depan?" Reagan yang kesal kini memaki-maki Dee.
Dengan mata sembabnya Dee menatap sayu Reagan kemudian pandangannya perlahan buram dan gelap. Dee pingsan, beruntung Reagan berhasil menangkapnya.
"Nona ..." Reagan dengan panik menepuk-nepuk pipi gadis itu.
"Nona bangunlah! jangan menyusahkanku!"
Karena tidak bangun-bangun, akhirnya Reagan membawa gadis itu ke mobilnya. Pria itu melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Nurma sari Sari
Dahlia terlalu berharap jadi momy nya Rey
2022-09-09
0
lid
dahlia orang yg nabrak livia ya
2022-08-10
0
Queen Rizky
mawar untuk raegan 🌹
2022-08-08
0