Dengan mengenggam erat tangan Rey, Reagan berjalan menuju mansion sang kakek, Maxime kala mobilnya sudah terparkir di halaman mansion.
Rey mengenggam salah satu koleksi hot wheels yang ia punya di tangan nya. Mereka masuk lift menuju ke lantai tiga.
Rey menggoyang-goyangkan tangan Reagan sambil mendongak menatap Ayahnya dengan mata kecilnya. "Dad, mau main ..."
Reagan menunduk menatap sang putra dengan anggukan kecil. "Sebentar ya, bertemu kakek buyutmu dulu sebentar."
Pintu lift kemudian terbuka keduanya berjalan menuju pintu berbahan kayu jati yang besar dan tinggi. Dua orang pria mendorong pintu besar tersebut sampai terdengar bunyi berdecit.
Lantai tiga mansion Maxime memang jarang dihuni karena di khususkan untuk Maxime jika ada hal penting saja. Di mintanya Reagan datang ke lantai tiga, pria itu sudah tahu ada hal penting dari sang kakek yang sudah tua itu.
Reagan dan Rey berdiri di depan meja. Mata bulat Rey menatap bergantian Maxime dan Ayahnya.
"Akhirnya kau datang juga ..." seru Maxime dengan suara seraknya. Pria tua itu duduk di kursi kebesaran nya menatap cucu dan cicitnya yang berdiri di depan.
"Duduklah, aku tidak menyuruh kalian terus berdiri ..." seru Maxime.
Kedekatan antara Reagan dan Maxime merenggang kala Maxime terus mencoba menjodohkan Reagan dengan seorang perempuan. Reagan benci hal itu karena yang dia cintai hanyalah Levia.
Winter dan Summer tidak mempunyai kuasa yang besar seperti Maxime. Mereka tidak memaksa berlebihan kepada Reagan selain menasehati dengan baik-baik agar pria itu cepat menikah kembali, demi kasih sayang yang di butuhkan Rey.
Tapi Maxime, pernah satu kali dia menjebak cucunya dengan seorang perempuan di kamar agar Reagan menghamili perembuat tersebut dan menikahinya. Tapi beruntunglah Reagan berhasil mengendalikan dirinya dari obat perangs*ng yang di berikan sang kakek.
"Tidak perlu. Katakan saja apa masalah penting kali ini, grandpa. Jika masalah wanita lagi, aku akan membuat ini kali terakhir aku mengunjungi lantai tiga mansionmu!"
Maxime menghela nafas. "Tenanglah ... aku bahkan belum bicara, Reagan! sudah satu tahun ini kau dan aku sangat jauh. Tidak bisakah kembali menjadi Reagan kecil seperti dulu?" Maxime menarik ujung bibirnya tersenyum kemudian matanya beralih manatap Rey.
"Kau dan Rey tidak ada bedanya saat kecil. Kalian sangat mirip."
"Berhenti membuang-buang waktu grandpa. Katakan kepentinganmu kepadaku!"
Hening sejenak sampai akhirnya Maxime memberanikan membuka suara.
"Ayah kembarmu. Mereka meminta ---"
"Aku tau kalimat apa selanjutnya. Aku menolak!" potong Reagan yang tahu jika sudah menyebut Ayah kembarnya maka permintaan mereka tidak jauh untuk menikah dan menikah.
Reagan berbalik membawa Rey, baru saja dua langkah hendak pergi dari ruangan tersebut langkahnya terhenti kembali dengan ucapan Maxime.
"Ini bukan perjodohan seperti dulu. Ini hanya pengenalan, kalian berusaha saling mengenal. Kalau tidak cocok kami tidak akan memaksamu untuk menikah lagi Reagan. Ini yang terakhir."
*
Setelah dari lantai tiga, Reagan mengobrol dengan Milan di bawah. Pria itu duduk di meja makan dan Milan menyodorkan secangkir teh hangat untuk cucunya itu sementara Rey sedang bermain dengan anak buah Maxime di halaman mansion.
"Kalau kau tidak mau, tidak usah di turuti keinginan Ayah dan kakekmu itu," seru Milan sambil menarik kursi dan duduk di depan Reagan.
Reagan menyeruput sedikit teh hangat buatan Milan kemudian kembali menyimpan nya di meja.
"Grandpa bilang ini yang terakhir. Aku akan menurutinya untuk yang terakhir kali, grandma. Walaupun aku tetap dengan pendirianku untuk tidak menikah lagi ..."
"Dan Rey?" Milan bertanya dengan menaikan alisnya.
"Seiring bertambahnya usia, Rey akan mengerti. Aku yakin itu."
Milan menghela nafas. Ia tidak mau ikut-ikutan memaksa Reagan seperti yang lain. Milan hanya mengangguk kecil dengan senyuman di wajahnya.
"Om kejar om ..." kaki kecil Rey menendang bola dan meminta dua anak buah Maxime yang sedang bermain dengan nya untuk mengejar bola tersebut.
Rey berlari untuk merebut kembali bola yang kini menjadi milik salah satu anak buah Maxime.
"Ayo sini kejar kalau bisa!" serunya dengan tertawa.
Karena Rey anak kecil, bukan berarti dua anak buah Maxime itu mau mengalah. Reagan selalu meminta ke mereka jika bermain dengan Rey, jangan membirkan anak itu menang dengan mudah. Karena mendidik agar mau berusaha dan berjuang sangat penting untuk Rey.
Dengan berlari Rey mendengus kasar, ia menambah kecepatan kakinya. Tapi ternyata masih tidak mudah merebut bola itu karena kedua anak buah Maxime mempermainkan bola tersebut dengan saling menendang satu sama lain dan tidak memberikan kesempatan untuk Rey berhasil merebut bola tersebut.
"Yahhhh ...." Rey menghembuskan nafas dengan mengerucutkan bibirnya kala bola tersebut melayang ke luar mansion karena tendangan salah satu anak buah Maxime yang terlalu keras.
"Diam di sini, biar om yang ambil."
"Ah gak mau, Rey aja!" Rey berlari menuju luar gerbang sementara dua pria itu mengikutinya dengan berjalan santai.
*
"Ini kalau telat lagi gabisa ikut kelas! astaga Dee ... kenapa malah kesiangan sih, bunda juga ish kenapa malah pergi ke pasar pagi-pagi engga bangunin Dee dulu!" Dee menggerutu di atas motor.
"Mas, cepetan dong mas!" serunya kepada pria salah satu langganannya mengantar jemput kuliah.
Panggil saja Mas Mail, ojeg langganan Dee dan Ibunya ketika hendak pergi ke suatu tempat.
"Gimana sih, tadi Mas Mail mau ngebut gaboleh. Sekarang di suruh cepet!" teriak Mas Mail yang suaranya hampir tenggelam dengan suara angin.
"Ya cepet tapi pelan gitu, Mas. Dee masih sayang nyawa soalnya, takut nabrak!" Dee ikut berteriak.
"Lah, gimana ceritanya cepet tapi pelan."
"Eh maksudnya cepet tapi aman gitu. Selamat sampai kampus teratai, Mas!"
"Oh gitu ... tenanglah, gini-gini Mas Mail pernah mimpi jadi pembalap. Cepat tapi aman mah bisa. Oke, siap?"
"Satu ... dua ... tiga ..." Mas Mail langsung melajukan motornya dengan cepat pada hitungan ketiga membuat Dee sempat berteriak karena kaget.
"MAS HATI-HATI!" teriak Dee dengan suara parau. Ia hanya memegang helm nya yang takut lepas.
Jalanan menuju kampus Teratai memang cukup kosong karena belum masuk ke jalan besar. Mereka masih di jalanan daerah perkebunan, di sini sepi karena terkenal dengan jalanan keluarga De Willson.
Biasanya Mas Mail membawa Dee ke jalan yang lain karena tidak mau melewati mansion pemimpin mafia tersebut. Tapi masalahnya jalan ini lebih dekat menuju kampus teratai, hanya memakan waktu setengah jam berbeda dengan jalan yang lain, yang bisa memakan waktu satu jam lebih itupun kalau tidak macet.
Salahnya hari ini Dee bangun terlambat membuat Mas Mail terpaksa melewati jalan ini.
Ketika sedang fokus Mas Mail melebarkan matanya kala melihat ada bola di tengah jalan dan ada anak kecil yang berlari untuk menghampiri bola tersebut.
"AWASSSSS!!!" teriak Mas Mail.
"AAAAAAA ..." Dee juga ikut berteriak panik kala menyadari anak kecil itu menyebrang tiba-tiba.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Queen Rizky
raegan gak mau di jodohin.....
2022-08-08
0
Queen Rizky
jodoh .... jodoh..... jodoh....
Mulu nih grandpa ... gak mikirin perasaan raegan
2022-08-08
1
Queen Rizky
wuek..... perjodohan yang memuakkan ...
2022-08-08
0