"Jangan turun! Jangan turun!" Seru Mas Mail panik kala Dee hendak turun dari motor sementara Rey menatap mereka dengan mata polosnya dan tangan memeluk bola.
"Eh Mas, anak kecil itu ah!"
"Mas bilang jangan turun. Udah kita pergi aja!" Tanpa aba-aba Mas Mail melajukan motornya dengan cepat membuat Dee hampir saja terjengkang ke belakang.
Rey berbalik menatap kepergian dua manusia yang tidak bertanggung jawab setelah hampir menabrak dirinya.
"Dah dek ... maaf ya, kakak tidak sengaja!" teriak Dee sambil menoleh ke belakang dan melambaikan tangan kepada Rey.
"HEY!!" teriak dua anak buah Maxime yang datang tiba-tiba.
Mas Mail langsung melajukan motornya lebih cepat mendengar teriakan yang membuat bulu kuduknya merinding itu. Motornya hampir saja oleng karena panik.
"Mas mas ... Mas Mail, kenapa sih?" Dee menepuk-nepuk pundak Mas Mail. Dee sedikit mendekatkan wajahnya ke pipi kanan Mas Mail karena malas jika harus terus berteriak.
"Dee tidak tau mereka siapa? Mereka itu pengawal berbahaya!!" sahut Mas Mail.
Dee berdecak. "Aduh Mas, rumah besar kaya gitu wajar kalau pengawalnya menyeramkan, biar maling engga ada yang berani ganggu rumah mereka."
"Astaga Dee ... Itu bukan rumah, itu mansion. Bangunan sebesar itu di sebut mansion bukan rumah! Dee lupa siapa pemilik mansion itu?"
Dee mengangkat kedua bahunya. "Dee engga tau tuh, Mas. Jarang lewat kesini juga."
"Astaga berapa tahun hidup di sini masa engga tau keluarga De Willson. Keluarga mafia berbahaya itu, artikelnya sudah banyak di internet. Bahkan ada buku khusus yang menjelaskan silsilah keluarga mereka."
"Oh iya? masa sih Mas?" Dee terkejut sebab selama ini hidup Dee datar-datar saja tanpa penasaran soal keluarga mafia di Negaranya. Bodo amat soal Mafia, kerjaan Dee dari kecil hanya belajar, makan dan bermain sesekali. Itu saja.
Mungkin beberapa kali teman nya pernah membahas soal mafia tapi Dee lupa karena memang tidak terlalu mendengarkan pembicaraan teman-temannya yang membahas topik yang tidak menarik menurut Dee.
"Dee, seminggu kedepan berdoa saja semoga kita masih selamat. Soalnya tadi Mas mau nabrak anak kecil itu."
"Ah anak kecilnya baik-baik saja, Mas. Berlebihan kalau sampai mencari kita."
"Kau tidak tau mereka seperti apa Dee!" Mas Mail menggeleng beberapa kali.
*
Sesampainya di kampus teratai, Dee langsung turun, membuka helm dan menyerahkannya kepada Mas Mail.
"Nanti jemput seperti biasa ya Mas Mail. Bye ..."
Dee melambaikan tangan dan berlari masuk ke kampusnya.
"Belajar yang bener!" teriak Mas Mail membuat Dee berbalik dan mengacungkan jempolnya dengan tersenyum.
Mas Mail sudah menganggap Dee seperti adiknya sendiri apalagi Mas Mail hanya hidup berdua dengan Ayahnya. Ibunya meninggal dari kecil.
Mas Mail bisa di bilang sudah cukup matang untuk menikah tapi jika memikirkan pengeluran setelah menikah rasanya uang yang di dapatkan perbulan dari hasil mengojek saja tidak cukup untuk membiayai anak dan istrinya kelak.
*
"Kau baik-baik saja?" Reagan berjongkok memeriksa tubuh putranya.
"Aku baik, Dad."
Mata Reagan langsung mendelik ke arah dua anak buah Maxime yang berdiri sambil menundukan pandangan merasa bersalah. Di belakang Reagan ada Milan dan Maxime yang hanya diam menonton.
Reagan perlahan berdiri. "Rey ikut grandma ke kamar dulu ya."
Rey mengangguk tanpa basa-basi karena anak kecil itu sudah tahu jika wajah Ayahnya datar itu artinya sedang marah. Milan mengenggam tangan Rey membawanya menuju kamar.
Maxime menghela nafas kasar kemudian berjalan mendekati Reagan.
"Sudahlah, mereka tidak sengaja membiarkan Rey berlari ke jalanan."
BUGH
Dengan emosi membeludak Reagan langsung menonjok dua pria tersebut secara bergantian membuat kedua pria itu tak bisa berkutik selain memegang pipi dan ujung bibir mereka.
"Menjaga anak kecil saja tidak bisa hah!" sentak Reagan dengan rahang mengeras.
"M-maaf Tuan ..."
"Maaf! Maaf! Kalau anakku mati apa yang akan kalian lakukan? nyawa kalian saja tidak bisa menggantikan putraku!!"
"Reagan, cukup!" sergah Maxime.
"Apa ada cctv di depan?" tanya Reagan kepada Maxime.
Maxime menggeleng samar membuat Reagan menautkan alisnya. "Tidak ada? yakin grandpa?" Reagan berdecak, memijat keningnya.
Lalu bagaimana ia bisa mencari tahu siapa yang hendak menabrak putranya kalau tidak ada cctv di depan.
"Anakmu baik-baik saja Reagan, dia tidak tertabrak!"
"Hampir! Hampir grandpa!!" sahut Reagan dengan kesal. "Aku sudah kehilangan Levia karena tabrakan itu, sekarang anakku hampir tertabrak juga. Grandpa tidak akan mengerti ketakutanku apalagi penjahat sial*n yang menabrak istriku masih belum di temukan!!"
Dulu, Reagan hanya manusia biasa. Manusia normal yang pergi pagi untuk bekerja dan pulang sore atau malam lalu akan berkumpul bersama Levia dan Rey di mansion nya.
Tapi setelah kejadiaan naas yang merebut nyawa istrinya, Reagan berubah menjadi seorang mafia. Memerintah anak buahnya untuk mencari seseorang yang menjadi dalang kecelakaan tersebut. Dia berjanji, pistol miliknya yang akan membunuh siapapun dalang di balik kecelakaan istrinya.
Supir mobil yang menabrak Levia di larikan ke Rumah Sakit hari itu lalu tak lama kemudian meninggal. Hal itu membuat Reagan murka karena belum menginterogasi supir tersebut sebab mobil yang di kendarai supir tersebut baik-baik saja tidak ada rem blong atau kerusakan mesin.
Maxime menghembuskan nafas. "Baik, kedepannya kita akan menjaga Rey dengan ketat. Kau tidak perlu khawatir, cctv akan kembali di pasang untuk melindungi putramu."
Reagan mendelik kesal kepada dua anak buah di depannya sebelum akhirnya pria itu pergi ke kamar untuk membawa pergi Rey dari mansion Maxime.
"Rey, kita pulang ..." Reagan langsung menggendong Rey yang tengah melajukan mobil-mobilan di ranjang bersama Milan.
"Buru-buru sekali Reagan," sahut Milan.
Reagan tidak menjawab, dia bahkan melewati begitu saja Maxime yang berdiri di dekat pintu. Membawa pergi Rey di gendongan nya.
Rey tersenyum, melambaikan tangan kepada Maxime dan Milan. Keduanya membalas lambaian tangan Rey.
"Reagan pasti sangat trauma dengan kecelakaan Levia ..." seru Milan menatap iba kepergian cucu dan cicitnya itu.
"Mau bagaimana lagi, Levia sudah meninggal," sahut Maxime.
Reagan memasukan Rey ke mobilnya dengan sangat hati-hati kemudian membantu anak itu memasangkan seatbealt. Setelah selesai, ia menutup pintu mobil dan mengitari mobilnya lalu masuk ke balik kemudi.
Mobil melesat pergi meninggalkan kediaman Maxime Louis De Willson.
"Dad, besok Rey sekolah lagi ya?"
"Iya, besok Rey sekolah di antar Daddy," sahut Reagan menatap putranya sejenak lalu kembali menatap jalanan.
"Huh, Rey mau sama Mommy ah. Temen Rey sama Mommy nya. Rey enggak." anak lelaki berusia empat tahun itu memanyunkan bibirnya.
Sebab dari awal masuk sekolah, Reagan yang menemani. Rey ingin di temani oleh seorang wanita seperti teman-temannya.
Reagan menghela nafas panjang. "Rey, sama Daddy kan sama aja."
"Beda ih, Daddy kan bukan Mommy Rey. Rey mau sama perempuan, Daddy."
"Kenapa mau sama perempuan?"
"Soalnya di sekolah Rey nyanyi, Rey belajar masak-masak. Harus sama Mommy bukan Daddy."
"Kan Daddy juga bisa masak, Rey."
"Tapi Daddy bukan perempuan!" Rey setengah berteriak lalu memalingkan wajahnya dengan kesal ke luar jendela. Anak kecil itu terlihat menekuk wajahnya membuat Reagan tak tahu harus melakukan apa selain memijat kepalanya frustasi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Nurma sari Sari
lanjut
2022-09-09
0
Queen Rizky
gas...... Thor....
2022-08-08
1
Queen Rizky
lanjutkan 👍
2022-08-08
0