Matahari siang ini seolah membakar tubuh kurusku, panas sekali. Setelah selesai membantu bibi, aku permisi mandi. Kata bibi dua hari lagi tuan Yudha akan pulang. Sebagai seorang pembantu aku sudah bekerja semaksimal mungkin supaya nyonya hanun puas.
"Luna!!..doorrr...doorrr..." suara pintu yang digedor membuatku kaget. Aku menyeret kakiku dan membuka pintu.
"Kenapa kamu tidak ganti seprai?" tanya nyonya hanun dengan nada tinggi.
"Maaf nyonya, di kamar atas sudah saya ganti." jelasku.
"Aku katakan yang dibawah, di kamarku, dasar bodoh!! Setiap sabtu kamu bersihkan tempat tidur di bawah."
"Baik nyonya." jawabku sopan. Aku pergi dan mengambil sprai untuk dibawa ke kamar nyonya.
Aku melihat nyonya keluar dari kamarnya dan menuju dapur, tapi pacarnya tidak ikut. Aku jadi ragu-ragu masuk kamar. Syukurlah, setelah masuk tidak kelihatan pacar nyonya.
Membersihkan satu kamar tidaklah sulit, tidak sampai berapa menit, kamar sudah rapi. Yang membuat aku menahan langkah adalah kelakuan lelaki yang baru keluar dari kamar mandi. Pria itu tiba-tiba memelukku dari belakang. Tentu aku kaget.
"Brengsekk!!" spontan aku memukul tangan pria itu dan menggigitnya. Bau alkohol dari mulutnya membuat aku mual.
"Siall!! babu belagu..." katanya kesal.
"Yang sopan tuan." ketusku mengambil seprai kotor dilantai.
"Aku bisa memecatmu." gerutunya dengan sinis. dia menatapku tajam.
"Pecat aku, kalau kau punya nyali." jawabku keluar dari kamar itu.
Aku tidak menanggapi penghinaannya, secepat kilat aku menghilang dari hadapan lelaki brengsek itu. Nafasku memburu karena kesal, ketika aku melewati dapur aku dengar nyonya sedang berbincang-bincang dengan bibi.
Aku memasukan cucian kotor ke mesin cuci dan mengangkat jemuran kering. Kebiasaan bekerja sendiri membuatku tidak merasa berat menjadi pembantu. Bayangan laki-laki yang memelukku tadi membuat aku semakin benci dengan kaum batangan.
Selesai menjemur aku pergi ke dapur, bibi sibuk memasak.
"Makan Lun supaya badanmu berisi." kata bi Inah ketika melihatku. Bibi sangat sayang padaku, dia selalu menyuruhku makan dan makan.
"Bibi masak apa, aku bantu ya." kataku mendekati bibi.
"Masak serba digoreng, sudah mau selesai." kata bibi.
Aku menata makanan di meja makan dan membuat sari buah untuk nyonya.
"Bi tadi aku di peluk oleh laki-laki yang keluar dari kamar mandi nyonya Hanun." aku mengadu.
"Itu sudah biasa, makanya tidak ada yang betah bekerja disini. Semua pernah di lecehkan oleh pacarnya nyonya."
"Syukurlah aku bisa melawannya, apa nyonya hanun tidak tahu pacarnya gatel?"
"Kalau melawan kamu akan dipecat." kata bibi memandangku.
"Aku dibeli sama nyonya tidak mungkin di pecat, rugi dia. Jika dipecat aku tinggal pergi, tidak masalah."
"Dimana kamu kerja, sulit mencari kerja zaman sekarang."
"Pasti dapat kerja bi, aku optimis." ucapku.
"Semoga kamu selalu dalam lindungan yang Kuasa." kata bibi tulus, aku mengamini. Aku keluar dari ruang makan ketika nyonya dan pacarnya masuk.
Wajahku yang tertutup masker membuat diriku lebih aman dari pandangan genit pacar nyonya Hanun. Aku heran kenapa nyonya Hanun begitu bebas melakukan aib besar ini, kenapa dia tidak takut dengan suaminya.
Pemandangan maksiat yang ditampilan oleh nyonya Hanun membuat aku tidak respek kepada bos wanitaku. Setiap hari dia memasukan lelaki kekamarnya dan setiap hari juga aku mencuci sprainya.
"Luna, besok bibik mau izin sehari, sudah bilang sama nyonya."
"Berarti aku sendiri dirumah? gimana makanan nyonya, aku tidak bisa masak."
"Kamu urus cucian saja, makanan nyonys pesan online supaya kamu tidak terlalu repot."
"Ya bi...."
NASIB BURUK
Pagi-pagi aku sudah bangun karena bibi akan pulang kerumahnya, seluruh pekerjaan akan menjadi tanggung jawabku. Setelah aku selesai bersih-besih langsung mandi. Hari ini kerjaanku sedikit, untung kemarin sudah habis aku kerjakan.
Aku keluar menuju teras depan ketika aku melihat seorang pria masuk ke rumah. Aku langsung mafhum karena pria itu sama persis dengan foto di ruang keluarga.
"Tuan Yhuda saya pembantu baru." kataku membungkukan diri. Dia tidak peduli dan matanya celingukan. Aku mengambil koper dan membawanya masuk serta menaruh di depan pintu kamar nya.
"Kemana nyonya?" tanyanya dengan mata diedarkan sekeliling ruangan.
"Saya kurang tahu tuan." jawabku menunduk. Padahal aku tahu nona berada dalam kamar berdua dengan pacarnya. Syukurlah tuan sekarang datang, aku tidak senang melihat seorang istri yang suka selingkuh.
Yudha Prakasa, pria 28 tahun itu terpaku ketika kupingnya dengan jelas mendengar erangan nikmat dari kamar sebelah. Itu kamar istrinya. Dia baru saja kembali dari luar kota, ingin memberi kejutan indah kepada istrinya, tapi dia sendirilah yang terkaget-kaget menerima kenyataan pahit yang tidak pernah terbayang dalam lubuk hatinya.
Yudha menarik nafas panjang dan berusaha tenang serta berdoa dalam hati supaya kakinya bisa menopang badannya yang spontan gemetaran. Apakah dia harus mengetuk pintu dan mendobraknya atau mencekik leher kedua iblis itu.
Dia tidak bisa berpikir jernih. Amarahnya meluap, ke ubun-ubun, berarti selama dia pergi keluar kota istrinya memasukan lelaki di kamar sebelah. Kamar sebelah adalah kamar istrinya, permintaan istrinya sendiri yang ingin punya kamar istirahat kalau datang dari bekerja.
"Tuan, koper yang ada di mobil sudah saya turunkan." ucap ku sopan. Aku sudah hampir dua bulan menjadi pembantu di rumah tuan Yudha, tapi sudah mengerti apa yang sering terjadi.
Mata Yudha yang merah membara sekarang beralih ke arahku yang berdiri kaku menunggu perintah tuannya.
"Kau pasti sering menyaksikan ini, tapi kau diam, dasar babu." kata Yudha tertahan, suaranya gemetar. Tangan kekarnya mencengkram lengan ku dengan keras. Tentu saja aku kaget dan diam seribu bahasa, aku meringis kesakitan, tapi tidak berani berteriak.
"Kenapa kau diam babu, apakah kau sama bejatnya dengan istriku!!" bentak Yudha menyeretku ke mobilnya.
"Ampun tuan, saya mohon maafkan saya, sa..sa..saya tidak berani tuan, dan....." Aku gugup sambil menangis. Tapi Yudha tidak peduli, dia seperti kemasukan setan. Dia membuka mobilnya dan mendorong tubuh kurus ku ke mobil. Aku terjatuh di jok mobil. Kemudian Yudha mengambil kopernya dan di lempar kembali ke bagasi.
"Tuan...jangan saya diajak pergi, iks..iks.." tangis ku menyeruak, aku sangat takut. Aku takut di bunuh atau di buang ke jurang. Tapi pria 27 tahun itu sudah gelap mata, dia terus memacu mobilnya ke sebuah rumah di pinggir pantai.
"Turun kau babu!!" bentak Yudha menyeret tubuh ku setelah berada di dalam rumah.
"Berhenti menangis atau aku bunuh kau." ancam laki-laki itu sambil membuka pintu utama. Aku bukannya berhenti menangis malah tangisnya tambah kencang. Yudha kemudian membuka pintu kamar dan melempar tubuh kurus ku ke atas kasur.
"Maafkan saya tuan, ampun.."
Yudha seolah sudah tuli, dia tidak bergeming atau menghiraukan tangisan ku. Bayangan istrinya berzinah dengan laki-laki lain menari-nari di otaknya. Dengan kasar dia menarik tubuhku, sebelum tahu apa yang akan terjadi, pakaianku sudah dirobek paksa. Ketika aku mempertahankan penutup tubuhku yang terakhir, tangan laki-laki itu menarik segitiga pengamanku sampai putus.
"Jangan tuan...jangan..." teriakku meronta, tapi apa daya tubuh Yudha sangat berat dan tenaganya besar. Aku marah ketika masker wajahku dibuang, lalu bibirnya ******* bibir ku. Sungguh Lancang. Tidak tahu harus bagaimana bersikap, badanku menjadi merinding ketakutan ketika pria itu mulai menindih tubuh ku.
Tanpa berani melawan, Yudha memaksa ku. Teriakanku menggema ketika benda tumpul itu membelah mahkotaku serta menyisakan rasa sakit yang luar biasa.
Yhuda tidak peduli dengan air mata ku, dia terus memacu hasratnya sampai tangisanku menjadi erangan kesakitan. Aku merasakan harga diriku hancur dan tercabik-cabik.
Sesuatu yang paling berharga dalam hidupku telah direnggut paksa oleh jahanam ini. Kebencianku terukir dan rasa hormat kepada manusia ini telah sirna.
Seperti singa lapar Yudha sangat bernafsu menderupaksa ku tanpa perlawanan yang berarti. Gairah Yudha memuncak, sepanjang perjalanan asmaranya belum pernah Yudha merasakan kenikmatan yang luar biasa seperti saat ini.
Ini sangat nikmat, membuat Yhuda kembali mengulangi prilakunya Seperti kelinci basah, aku pasrah dan menyerah kalah ketika untuk kedua kalinya dia memaksa kehendaknya. Aku berusaha menutup mulut dan menangis. Aku menolak menikmati kemesraan itu yang membuatnya kembali sakit. Bagaimanapun usaha ku untuk menolak, selalu sia-sia.
Laki-laki itu tidak peduli dengan perasaanku yang hancur. Selesai merusakku dia keluar. Aku turun dari ramjang dan tertatih-tatih menuju kamar mandi. Air shower tidak bisa membuat kepalaku dingin. Tangisku kembali meledak, Yudha malah marah membentakku mencaci makiku dan mengatakan karena aku yang diam membuat istrinya selingkuh.
Penyesalan yang permanen adalah menjadi babu di rumah nyonya Hanun. Sungguh sial nasibku. Selesai mandi aku kembali ke kamar dengan tertatih-tatih. Badanku gemetar, tulangku terasa hancur menahan lapar dan haus.
Aku bingung harus kemana, sedangkan Yudha tidak berada di kamar. Akhirnya aku membuka pintu dan keluar dari kamar. Aku melihat Yudha sedang duduk terpekur di ruang tamu.
"Sini kau babu, mulai kapan kau tahu kalau istriku suka memasukan laki-laki ke kamarnya?"
"Saya tidak tahu tuan." jawab ku lirih, aku memakai maskerku dengan gemetar aku takut dengan pria ini yang menatapku hina.
"Jawab atau aku akan memaksamu berkali-kali sampai kau mampus!!"
"Setiap hari tuan..." akhirnya keluar juga jawabanku karena rasa takutku.
"Apa lakinya berganti-ganti atau satu orang saja?" cecarnya lagi.
"Saya kurang tahu tuan."
"Makanlah!! setelah itu kau boleh pulang. Jangan katakan apapun kepada istriku, bersikaplah biasa seperti sediakala." pesan Yudha dengan wajah muram.
"Ya tuan!" jawab ku pendek. Aku mengambil nasi bungkus yang terletak di atas meja.
"Makan kau di dapur, aku eneg melihat wajah dekilmu!" seru Yudha tanpa menoleh.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lucy
kalau tiba2 diculik gini jadi kepikiran di buang ke jurang... panik
2022-09-19
2
Lucy
istrinya gatal banget...
2022-09-19
2
Lucy
setuju... punya prinsip bagus. siapa juga mau di lecehkan
2022-09-19
2