Aku memeluk ibu sambil menangis pilu, tidak seharusnya aku menolak usulan mereka. Tanpa mereka, aku pasti sudah mati menjadi santapan binatang.
"Ibu, bapak, aku bertrimakasih atas semua bantuan kalian, aku mau menjadi pembantu bu, semoga ada yang menerimaku." air mataku tumpah tanpa bisa dibendung.
"Kamu marah aku suruh bekerja?"
"Tidak bu, aku sedih meninggalkan kalian. Aku berhutang budi."
"Kami memaksa kamu mencari uang, karena beli obat dan ongkos urut masih ngutang ke orang desa, kamu jangan salah faham." kata pak Ketut memaksa.
"Aku yang salah, aku terlalu bodoh."
Aku sangat maklum, mereka berdua menyelamatkanku tanpa berpikir. Mereka rela berhutang demi aku, demi kesembuhanku. Tentu mereka terus ditagih oleh yang punya uang. Jika mereka menuntut untuk membayar obat itu wajar, karena mereka tidak mampu.
"Ibu, Bapak.. aku mau menjadi babu di kota asal ada yang mengantarku. Aku tidak tahu jalan ke kota."
"Kebetulan anaknya Ibu Suryo yang kaya itu mencari pembantu. Jika kamu bersedia, sekarang juga kita kesana."
Aku mengangguk. Ibu Kompyang memberikan aku kebaya bekasnya dan jarik. Aku disini tidak punya pakaian, pakaian yang ada ditubuh ku waktu itu sudah robek.
"Kamu pakailah ini, semoga cukup." kata Ibu menyerahkan kebaya dan kain.
Aku tersenyum dalam hati, pakaian ini sangat sederhana dan baunya apek. Badanku sekarang memang kurus, jadi baju ibu kompyang bisa aku pakai walaupun pendek dan sempit. Kepalaku aku tutupi pakai kerudung, tidak lupa aku memakai masker. Walaupun Covid-19 sudah hilang kebiasaan memakai masker sudah mendarah daging. Disamping itu aku harus menutupi wajahku, siapa tahu ada yang kenal.
Ibu sendiri yang mengantarmu, bapak akan memetik cengkeh. Kurasa penampilanku terasa aneh, memakai kain dan kebaya serba pndek. Ibu tidak punya cermin jadi aku tidak tahu persis bagaimana aku sekarang. Yang jelas badan ku mengurus dan tidak terawat. Tanganku juga kasar akibat kerja di kebun.
"Bapak aku mohon diri." kataku sedih.
"Pergilah...kalau kamu dapat libur, kamu bisa pulang kesini." jawab pak ketut.
Aku dan Ibu pergi menyusuri jalan setapak. Begini rasanya hidup di hutan, sepi sekali, sepanjang jalan kami diam, aku sebenarnya takut sama ular atau binatang buas yang ada di hutan. Ingin aku berlari supaya cepat sampai di desa, tapi kasihan ibu, lagian aku tidak tahu desanya.
Aku merasa sudah jauh berjalan, mulai ada satu dua orang dan motor yang lewat. Desa berarti sudah dekat, aku merasa seluruh tubuhku basah karena keringat. Panasnya gak ketulungan.
Akhirnya sampai juga di desa, ternyata banyak rumah bagus disini. Mungkin hanya ibu Kompyang yang rumahnya gubuk.
"Kita sudah dekat dengan rumah pak Suryo, kau harus sopan dengan mereka."
"Ya bu aku mengerti." sahutku pendek.
Rupanya Ibu Kompyang terkenal, ada saja yang menyapa, banyak juga fans nya. Salah satu yang menyapa adalah wanita cantik yang berpakaian mewah. Dia baru saja mau naik mobil.
"Hai..Ibu Kompyang mau kemana?"
"Nona Hanun, kebetulan sekali, saya maunya ke rumah orang tua nona."
"Ada apa? siapa ini yang Ibu bawa?"
"Ini keponakan saya, dia ingin jadi pembantu di kota. Saya minta tolong kepada nona untuk mengajaknya ke kota."
"Kebetulan sekali, semenjak Covid saya tidak punya pembantu. Mau kerja di rumah saya?"
"Mau nyonya." jawabku sambil mengangguk.
"Kalau begitu naik ke mobil."
"Nyonya saya minta bayaran di depan, untuk bayar hutang." Ibu memegang tanganku supaya tidak naik ke mobil.
"Oh..jadi Ibu mau jual ponakannya? berapa ibu minta uang?"
"Dua juta bu...." kata ibu malu-malu. Aku kaget, hargaku cuma dua juta. Biasanya gajiku di hotel 25 juta perbulan karena aku salah satu manager.
"Ini saya bayar lunas, berarti ponakan ibu sudah menjadi milik saya."
"Ya nona trimakasih." kats ibu memelukku.
"Bekerja yang rajin jangan aneh-aneh disana." kata ibu terharu. Aku mengangguk.
Kami berpisah. Mobil Brio itu melaju dengan tenang. Nyonya harun tidak bicara sepatah katapun, dia sibuk telponan. Aku sendiri sibuk mengingat jalan, siapa tahu aku bisa kembali kesini.
Karena aku tidak punya jam ataupun ponsel aku jadi mengira-ngira lamanya perjalanan ini. Sekitar satu setengah jam. Aku juga tidak tahu dimana ini. Setahun berada di Bali belum sempat kemana-mana, karena kerja dan ngurusi kremasi orang tuaku.
Mobil memasuki rumah besar berwarna putih, cukup mewah dan modern. Sebelas dua belas dengan rumah mamaku. Ada ibu-ibu menyongsong kami.
"Ini rumahku..kamu bekerja dengan rajin. Jangan berusaha melarikan diri dari sini, kamu sudah saya beli seharga dua juta. Jadi kamu tidak ada gaji." kata nona harun.
"Ya nona.." aku mengangguk pasrah.
"Panggil aku nyonya."
"Ya nyonya." jawabku pendek.
"Bibi, antar Luna ke belakang, kalian berdua saling bantu. Ajarin dia tata krama hidup di rumah mewah. Jangan usil dan panjang tangan. Mulut di jaga, apapun yang kalian lihat, mengerti?!"
"Baik nyonya."
Menempati kamar 3x3 dengan bed yang berukuran 160x180 membuat aku sedikit lega. Semoga saja aku betah menerima sikap nyonya Harun. Aku sering melihat orang-orang kaya baru yang sombong.
"Luna apa kamu tidak punya baju ganti, bibi tidak melihat kamu membawa tas."
"Hanya ini baju yang aku punya." jawab Luna tersenyum.
"Bibi punya banyak daster, kamu boleh ambil dua." kata bibi masuk ke kamarnya. Kamar kami bersebelahan. Tidak berapa lama bibi memberikan aku dua daster.
"Trimakasih bibi."
Beginilah nasibku, setelah aku dijual dengan harga dua juta, sekarang hidupku terpasung di rumah besar ini. Kerja dari jam lima pagi sampai malam, tidak pernah berhenti, ada saja yang disuruh bibi. Memotong rumputlah padahal yang ada di rumah ini cuma Tuan dan nyonya. Tapi seluruh kamar dibersihin tiap hari. Maklumlah pembantu cuma ada dua, aku dan bibi, sedangkan volume kerja sangat tinggi, badanku semakin mengurus.
Suatu hari aku sedang menyapu di lantai atas, samar-samar aku mendengar suara cekikikan nyonya Hanun. Aku berpikir kenapa tuan dan nyonya tidak memakai kamar dibawah saja. Pantesan kamar diatas sering seprei nya acak-acakan rupanya nyonya keliling tidurnya.
Aku tidak peduli apa yang mereka lakukan, yang jelas itu urusan suami istri. Aku cepat-cepat turun menuju dapur mecari bibi.
"Bi..kenapa nyonya tidur di atas?" tanyaku iseng, lebih kepada rasa capek kalau sering naik ke atas membersihkan kamar.
"Ssstttt....itu bukan tuan, nyonya harun bersama pacarnya."
"Aataga!!" aku kaget.
Ternyata oh ternyata, tidak bisa menilai orang dari casingnya. Siapa menyangka, nyonya hanun yang angkuh punya kebiasaan buruk. Aku belum pernah melihat suaminya, karena aku lebih banyak bekerja di belakang, lagi pula selama sebulan ini tuan bolak balik keluar kota, perjalanan bisnis.
"Orang kaya tingkahnya aneh. Kasihan tuan banting tulang ngidupin istrinya." kata bibik.
"Apa tuan tidak tahu kalau nyonya punya selingkuhan?"
"Kalau tahu pasti sudah terjadi perahara, tidak ada orang yang ingin pasangannya berselingkuh."
"Apa tuan jahat atau jelek, sehingga membuat nyonya berselingkuh?"
"Bibi rasa tuan adalah laki-laki sempurna, ganteng, sukses, punya istri cantik. Mungkin karena nyonya belum hamil yang membuat nyonya berselingkuh." kata bibi.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
nasibmu sungguh miris luna. cantik & cerdas tapi dijual 2jt saja. demi apa coba?
2022-09-26
5
🦋⃟ℛ siti nurdiah🦋ᴬ∙ᴴ࿐🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
astaga istri luar biasa itu laki lagi kerja banting tulang eh dia malah selingkuh mudah-mudahan cepet ketahuan sama suaminya dan sekaligus dapet karma yg menyakitkan......Luna semangat terus menjadi hidup kebahagiaan menunggu mu....
2022-09-17
7
♡⃝ 𝕬𝖋🦄rahmalia❁︎⃞⃟ʂ ⨀⃝⃟⃞☯ 🎸
Hadoh tuh istri macam apa seh dah d kasih kehidupan wenak eh malah takgendong selingkuh apalagi gayanya hadooh belagu amat laki lu tau mampus riwayat mu dok dok
2022-09-17
5