...༻⊚༺...
Bel pertanda pulang bergema. Namun Zafran dan kawan-kawan memilih duduk tenang di parkiran. Setidaknya sampai gerbang sekolah tidak dipenuhi oleh murid yang berjejalan.
"Gue heran kenapa orang-orang pada saling berdahuluan pengen cepat pulang?" cetus Zafran sambil menoleh ke arah gerbang. Tempat yang biasanya akan dipenuhi oleh para murid saat jam pulang sudah tiba.
"Ya mereka pengen cepat-cepat istirahat kali. Lo aja yang terbiasa kelayaban nggak jelas." Ervan mendorong pundak Zafran. Lalu menoleh ke arah Galih. Dia berucap, "Coba sebutih, Lih. Jadwal padat teman kita yang satu ini."
"Pergi les padahal bolos ke tempat gym, latihan anggar, terus main ke rumah Galih. Di akhir, dia akan pulang pas nyokap atau bokapnya nelepon." Galih bicara sambil menghitung dengan jari-jemarinya.
"Apaan sih kalian." Zafran terkekeh geli. Dia tidak bisa membantah pernyataan temannya. Sebab itu memang adalah kebiasaan Zafran sehari-hari.
"Oh, satu hal lagi! Zafran juga akan cepat pulang kalau dapat pesan atau telepon dari Ramanda." Galih menambahkan.
"Benar banget tuh. Kalau Ramanda yang telepon, wajah Zafran langsung berseri," seru Hendra. Dia, Galih, dan Ervan sangat mengenal bagaimana perangai Zafran.
"Diem nggak kalian!" Zafran menatap tiga temannya secara bergantian. Dia sangat malu saat teman-temannya menyinggung perihal Ramanda.
"Lo jelas banget sih, Zaf. Dari semua cewek, cuman Ramanda yang bisa bikin lo kesenangan. Kenapa nggak ditembak aja dari dulu," komentar Galih.
"Lo salah, Van. Lika juga bisa bikin Zafran kesenangan loh," sahut Hendra.
"Lika? Nggak banget! Jangan gila deh kalian!" Zafran langsung menampik. Dia bahkan menjulurkan lidah seolah hendak mengeluarkan muntahan dari mulut.
"Lebay banget lo, Zaf. Hendra benar kok! Lo selalu senang kan pas lihat Lika menderita?" Galih merangkul pundak Zafran.
"Nah kalau itu benar! Kenapa nggak bilang dari tadi. Gue kan jadi salah paham." Tanpa pikir panjang Zafran langsung mengiyakan. Dia dan teman-temannya terus mengobrol dan bercanda.
Ponsel Zafran mendadak bergetar. Ia segera memeriksa dan mendapatkan telepon dari Ramanda. Sahabat kecilnya itu meminta Zafran untuk menjemput ke sekolah.
"Eh, gue duluan ya! Nggak ada nongki di starbucks hari ini," imbuh Zafran seraya bergegas masuk ke mobil.
"Nah, nah... itu pasti yang telepon Ramanda," tebak Galih.
"Ketebak benget lo, Zaf." Ervan geleng-geleng kepala menyaksikan kelakuan Zafran.
"Bacot lo semua!" itulah kalimat terakhir yang di ucapkan Zafran, sebelum dirinya beranjak pergi dengan mobil.
Kini Zafran dalam perjalanan menuju sekolah Ramanda. Lokasinya sendiri tidak begitu jauh.
Setibanya di tempat tujuan, Zafran menghentikan mobil di depan Ramanda. Gadis itu tersenyum sambil membuka pintu mobil Zafran.
Seorang cowok tiba-tiba datang. Dia mencekal kepergian Ramanda. Namanya adalah Rian. Pacar Ramanda semenjak masuk SMA.
"Apaan sih. Aku mau pulang." Ramanda mencoba melepas genggaman cowok tersebut.
"Dengerin aku dulu," mohon Rian dengan ekspresi mengiba.
Zafran berdecak kesal. Dia segera turun tangan untuk membantu Ramanda.
"Ramanda udah capek! Dia mau pulang. Mending lo juga pulang gih." Zafran mendorong Rian menjauh dari Ramanda.
"Apa peduli lo? Ini urusan gue sama Ramanda," sahut Rian.
"Urusan gue lah! Ramanda udah kayak saudara kandung buat gue." Jujur saja, Zafran sangat berat mengucapkan kalimat itu. Mengingat dirinya memiliki perasaan spesial untuk Ramanda.
"Saudara kandung?" Rian yang dapat membaca tingkah berlebihan Zafran, menatap penuh selidik.
"Udah deh, Zaf. Ayo kita pulang! Jangan ladenin dia." Ramanda mengajak Zafran masuk ke mobil. Lalu barulah dia mengikuti.
"Ramanda, bentar aja, sayang." Rian sekali lagi mencoba menghentikan Ramanda. Tetapi gadis itu bersikeras ingin pergi.
Rian lantas hanya bisa pasrah, ketika Zafran sudah menjalankan mobil. Dia menatap kepergian Ramanda cukup lama.
"Kalian berantem kenapa lagi? Rian punya cewek lain?" tanya Zafran.
"Jangan nyebut namanya deh. Malas banget." Ramanda menghempaskan punggung ke sandaran kursi. Nampaknya dia memang sedang dalam suasana hati yang buruk.
"Lo mau gue beliin es krim?" Zafran mencoba menghibur Ramanda.
"Lo pikir gue anak-anak? Enggak ah. Kita ke taman bermain aja gimana?" Ramanda mengangkat dua alisnya bersamaan.
"Ya elah... itu lebih menganak-anak kali. Lo itu nggak pernah berubah," balas Zafran. Dimatanya Ramanda selalu tampak menggemaskan. Mereka benar-benar pergi ke taman bermain. Tempat tersebut merupakan pelarian keduanya di saat merasa sedih.
Dengan seragam sekolah yang berbeda, Zafran dan Ramanda berjalan berdampingan. Keduanya sama-sama asyik menikmati es krim.
"Menurut lo, Rian itu cowok yang baik nggak sih?" tanya Ramanda.
"Nggak. Di dunia ini satu-satunya cowok baik itu ya cuman gue," tanggap Zafran. Lalu melahap es krim dengan satu gigitan.
"Ya ampun... gue serius tau. Yang bener dong, Zaf." Ramanda mengernyitkan kening.
"Gue juga serius kali."
"Lo itu nggak pernah serius!" Ramanda mendorong kepala Zafran dengan sebal.
"Lo fokus belajar aja. Bokap nyokap lo kan larang lo pacaran."
"Kenapa malah ngomongin itu? Lo pikir gue nggak megang rahasia lo?" Ramanda mengancam Zafran. Dia tahu kalau cowok itu tidak pernah mendatangi jadwal les.
Bola mata Zafran memutar malas. Dia memang tidak bisa berkutik jika Ramanda sudah begitu.
Dari belakang Ramanda, muncul tangan seseorang yang menyodorkan buket bunga besar. Hal itu sontak membuat Zafran dan Ramanda heran. Keduanya segera menengok ke belakang. Ternyata orang yang membawa buket bunga adalah Rian. Sepertinya dia sudah mengikuti Zafran dan Ramanda semenjak meninggalkan sekolah tadi.
"Gila nih orang!" cibir Zafran spontan.
"Kamu ngikutin aku?" Ramanda memastikan.
"Maafin aku, Da. Aku janji, bakalan ngutamain kamu mulai sekarang. Ini yang terakhir! Plis..." Rian memasang raut wajah memelas. Berharap Ramanda bersedia memaafkan.
Sementara Zafran yang berdiri di sebelah Ramanda terus berbisik, "Jangan mau... jangan mau... jangan mau..."
Ramanda berpikir cukup lama. Hingga akhirnya dia berkata, "Ya udah. Tapi kamu harus janji kalau ini adalah yang terakhir." Ramanda lebih memberi kesempatan kepada Rian. Pilihannya itu sontak membuat Rian kegirangan. Dia bahkan sampai memeluk Ramanda.
Zafran lekas menghentikan. Dia memaksa Rian berhenti memeluk Ramanda.
"Lo serius langsung maafin dia?" tukas Zafran tak percaya.
"Sebenarnya cuman masalah sepele sih, Zaf. Dia minta maaf sampai ngikutin dan beliin aku buket bunga. Kasihan kan?" jelas Ramanda.
"Sayang, kita naik bianglala yuk!" ajak Rian yang sudah meraih tangan kanan Ramanda.
Paras tampan Zafran seketika cemberut. Tidak ada hal yang paling menyebalkan baginya, selain melihat Ramanda tertawa bahagia bersama lelaki lain.
Ramanda tersenyum tipis. "Boleh, tapi Zafran juga ikut ya," ujarnya yang perlahan menoleh ke arah Zafran.
"Nggak! Kalian aja sana!" ucap Zafran ketus. Dia segera beranjak dari pandangan Ramanda dan Rian.
"Zafran! Lo mau kemana?!" pekik Ramanda. Heran dengan sikap Zafran.
"Udah, dia capek kali. Mungkin dia juga nggak enak ganggu kita berdua." Rian berusaha meyakinkan Ramanda. Usahanya sukses membuat Ramanda mengabaikan kepergian sahabatnya.
Zafran menghela nafas berat. Dia menendang sebuah kaleng kosong yang tergeletak di tanah. Sekarang suasana hati yang buruk dirasakan olehnya. Ia akhirnya memutuskan untuk pulang.
Di tengah perjalanan, Zafran singgah ke sebuah cafe sebentar. Dia hendak memesan minuman karena merasa haus.
"Es cappucino satu!" Zafran memesan serentak bersama seorang perempuan yang telah berdiri di sebelahnya. Hal itu membuatnya reflek menoleh. Mata Zafran membulat sempurna, saat menyaksikan gadis tersebut adalah Lika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
IK
ciee jodoh
2022-11-10
0
Minarni Juita
gk suka zafran sama Lika Thor,mengingat tantenya si selia yg jahat pada Zara dan gama,smga ramanda sama zafran aja thor
2022-09-03
0
TK
ayo semangat ✍️
2022-07-19
0