...༻⊚༺...
Lika menghela nafas panjang. Dia duduk menyilangkan kaki sambil memasang ekspresi cemberut. Sungguh, ejekan Zafran tadi terus terngiang di telinga.
"Apa kita akan langsung pulang, Non?" tanya Pak Arman, selaku sopirnya Lika.
"Pulang aja!" jawab Lika. Pak Arman lantas menganggukkan kepala.
Setibanya di rumah, Lika istirahat sebentar. Lalu menghabiskan waktu dengan belajar. Keahlian Lika memang berada di bidang akademik. Sejak kecil dia selalu meraih juara satu. Baik itu di kelas bahkan kejuaraan umum. Namun sayang, Lika sangat bebal dalam pelajaran olahraga. Karena itulah insiden celana sobek bisa terjadi.
Lika jadi malu sendiri saat mengingat kejadian celana sobek tersebut. Kala itu dia dan teman-temannya melakukan olahraga lompat tinggi. Lika yang asal lompat saja malah tidak sengaja merobekkan celananya sendiri. Untungnya dia memakai celana pendek. Sehingga celana dallamnya tidak terekspos di mata semua orang.
"Andai mesin waktu itu ada, hal pertama yang gue lakukan adalah menghentikan insiden celana sobek itu." Lika merebahkan kepala ke atas tangan yang terlipat di meja. Perlahan dia jatuh ke dalam lelap.
Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Selia muncul dari balik pintu. Dia mendengus kasar saat menyaksikan Lika yang lagi-lagi tertidur di meja belajar. Hal itu memang selalu terjadi hampir setiap hari.
"Mas Tama!" Selia memanggil sang suami. Dia menyuruh suaminya untuk memindahkan Lika ke kasur.
Dengan hati-hati Tama mengangkat badan kurus Lika. Kemudian merebahkannya ke atas ranjang. Selanjutnya, barulah Selia dan Tama beranjak dari kamar.
Keesokan harinya, Lika pergi ke sekolah seperti biasa. Dia selalu di antar jemput oleh Pak Arman.
Lika mempunyai dua sahabat dekat. Nama mereka adalah Nadia dan Chika. Kebetulan mereka berada di kelas yang sama.
Ulangan akhir semester baru saja selesai. Sekarang para siswa hanya tinggal menunggu kabar dari guru. Mereka harus ke sekolah agar bisa mengetahui bagaimana nilai hasil ulangan. Jika berada di bawah KKM, maka murid yang bersangkutan wajib melakukan remedial.
Kini Lika dan dua temannya sedang duduk di depan kelas. Ketiganya saling mengobrol sambil menikmati minuman boba.
"Lik, lo nggak mau terima Kak Ari jadi pacar? Dia ganteng benget kan. Kenapa lo nggak mau?" tukas Chika. Dia segera menyedot minuman boba-nya.
"Hah? Kak Ari? Ganteng sih iya. Tapi cowok berandalan kayak gitu bukan tipe gue. Apalagi bodoh dalam bidang akademik. Nggak banget." Lika menolak mentah-mentah.
"Dih... jangan ngomong gitu, Lik. Nanti kemakan omongan sendiri gimana? Mampus lo!" sahut Nadia. Dia merasa Lika terlalu berlebihan.
"Gue cuman mengungkapkan isi hati gue doang kok." Lika mengangkat dua tangannya ke udara. Heran dengan respon dua sahabatnya.
"Tapi nggak perlu nyebut bodoh juga kali," balas Chika.
"Iya, iya deh... lagian orangnya juga nggak bakalan dengar," tanggap Lika sembari mengaitkan anak rambut ke daun telinga.
"Lika! Kak Raka bilang i love you!!" tiba-tiba terdengar seruan siswa dari kelas dua belas. Para kakak tingkat tersebut mengungkapkan secara gamblang ketertarikan mereka terhadap Lika.
Mendengar pernyataan itu, Lika mengembangkan senyuman tipis. Membuat para kakak tingkatnya bersorak kegirangan. Terutama Raka, yang sepertinya benar-benar menyukai Lika.
Pintar, cantik, dan kaya raya, itulah Lika. Dia menjadi primadona sekolah. Namun hingga sekarang, tidak ada satu pun cowok yang berhasil membuat Lika jatuh cinta.
...***...
Pak Surya baru saja menempelkan hasil ulangan Matematika ke papan pengumuman. Satu per satu para murid berdatangan. Termasuk Zafran dan kawan-kawan.
Di saat semua orang saling berdahuluan untuk menyaksikan nilai masing-masing, Zafran dan ketiga temannya tampak tenang saja. Mereka akan menunggu sampai semua orang bubar.
Setelah kerumunan mulai mereda, barulah Zafran menghampiri papan pengumuman. Dia langsung menemukan dirinya mendapat nilai rendah. Bahkan lebih rendah dibanding teman-temannya.
Zafran mendengus kasar. Dia memang sering mendapat nilai rendah dibidang akademik. Zafran termangu menatap papan pengumuman.
"Kenapa gue dapat nilai 95 sih." Ketika Zafran sedih dengan nilai rendahnya, seseorang justru mengeluh dengan nilai yang nyaris sempurna itu. Dia tidak lain adalah Lika. Siswi paling berprestasi di bidang akademik, tetapi bobrok dalam bidang olahraga.
"Lo dapat 95, Lik? Tinggi banget itu loh," ucap Chika. Dia terkesima saat mengetahui betapa tingginya nilai ulangan Matematika Lika.
"Tapi nilainya lebih rendah dibanding ulangan semester dulu tahu nggak. Kemarin tuh gue dapat 98," sahut Lika dengan raut wajah masamnya.
"Nggak usah pamer deh lo! Sengaja banget ya?" Zafran menimpali. Mata dan telinganya panas melihat tingkah Lika.
"Apaan sih. Gue nggak ngajak lo ngomong tuh," balas Lika sinis. Diam-diam dia memeriksa nilai Matematika milik Zafran. Lika langsung terkekeh ketika melihat nilai rendah cowok itu.
"Percuma kalau punya otot doang tapi nggak punya otak," sindir Lika. Membuat Zafran sontak merasa tersinggung.
"Jaga mulut lo ya!" sungut Zafran.
"Apa lo?! Lo pikir gue takut?!" tantang Lika seraya memasang pose berkacak pinggang.
"Mulut lo itu busuk tahu nggak!" cibir Zafran. Sebelum Lika sempat membalas, dia beranjak pergi lebih dahulu. Di ikuti oleh ketiga teman-temannya.
Lika mengepalkan tinju di kedua tangannya. Interaksinya dengan Zafran memang selalu dikelilingi oleh aura kebencian.
"Ish! Orang begitu kenapa masih sekolah di sini sih!" keluh Lika sambil menghentakkan salah satu kakinya.
"Tapi dia ganteng loh, Lik. Gue heran lo bisa segitu bencinya sama Zafran," ucap Nadia.
"Hah?! Kalian nggak salah? Nyebut cecunguk itu ganteng?" Lika terperangah tak percaya. Menatap dua temannya secara bergantian.
"Nadia benar kok. Kami udah capek tahu, lihat kalian berantem terus. Kayak nggak ada habisnya. Ada aja yang diperdebatkan," ungkap Chika.
"Ihhh... udah deh. Gue nggak mau ngomongin berandal gila itu lagi!" Lika segera pergi meninggalkan dua temannya. Ia berjalan menuju toilet.
Langkah Lika terhenti, ketika ada seorang cowok tiba-tiba memanggil namanya. Dia tersenyum sambil menyembunyikan salah satu tangannya ke belakang punggung.
Nama cowok itu adalah Yogi. Dia tampak percaya diri dan terus menatap lekat ke arah Lika.
"Hai Lik! Lo tahu gue kan?" sapa Yogi.
Lika tersenyum kecut. Walau berada di sekolah yang sama, Lika tidak mengenali Yogi.
"Gue nggak tahu." Lika menggelengkan kepala.
"Masa nggak tahu? Gue sering lihatin lo dari jauh. Gue juga tahu tanggal lahir lo, makanan dan minuman favorit lo. Pokoknya semuanya," ujar Yogi panjang lebar. Dia tidak sengaja memperlihatkan tangannya yang sejak tadi disembunyikan dari balik punggung.
Lika dapat melihat ada setangkai mawar merah. Dia yakin, Yogi pasti berniat menyatakan cinta. Dan Lika tidak mau mendengar hal seperti itu. Dirinya sudah bosan. Lagi pula Lika selalu mengutamakan belajar dibanding hubungan asmara.
"Sorry ya... Gue udah kebelet nih." Lika berkilah. Yogi lantas tidak punya pilihan selain membiarkan Lika pergi.
Karena tidak mau bertemu dengan Yogi, Lika memilih berlama-lama di toilet. Ketika bel pertanda masuk berbunyi, barulah dia keluar.
Tidak disangka, Lika malah berpapasan dengan Zafran. Mesikpun begitu, dia tidak peduli dan melangkah maju.
Akan tetapi Zafran sigap menghalangi jalan Lika. Kebetulan jalan dekat toilet agak sempit. Jadi Lika tidak bisa lewat jika ada orang yang menghalangi.
"Minggir lo!" hardik Lika.
Zafran hanya diam. Ia melipat tangan di dada. Lalu melangkah lebih dekat ke hadapan Lika.
Raut wajah Zafran terlihat sangat serius. Dia memasang tatapan elangnya. Entah kenapa tatapan itu berhasil membuat Lika merasa getir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Vherny Kiayi
katanya ngk satu sekolah malah in bisa liat nilai di sekolah yg sama 🤔
2022-12-07
1
TK
kopinya gak ada gula 🤣🤣🤣
2022-07-19
1
penahitam (HIATUS)
zafrannn... keluarkan jurus pesona warisan dari ayahmu nak 😂😂😂
2022-07-11
3