Dinda terus berjalan hingga ia kini telah berdiri di depan pintu kamar yang terletak tak jauh dari kamar pribadi Digo. Dan tanpa mengucapkan permisi atau mengetuk pintu terlebih dahulu, Dinda langsung membuka pintu tersebut lebar-lebar.
"Digo, sejak kapan kamu pindah kamar di si---ni," ucapannya terputus diakhir saat ia melihat didalam itu ternyata bukan hanya ada Digo saja melainkan ada 2 art juga 4 laki-laki yang merupakan anak buah Digo. Tapi bukan keenam orang itu yang membuat dirinya mengerutkan keningnya, melainkan ada orang asing yang kini tengah terbaring di atas ranjang di kamar tersebut.
Henry yang tadi melihat Dinda keluar dari kamar Digo, ia mengikuti langkah perempuan itu hingga ia sekarang juga tengah berdiri diambang pintu kamar tersebut. Bahkan ia kini terkejut saat mengetahui seseorang yang tengah terbaring jauh berbeda dengan yang ia lihat sebelumnya.
"Wow, siapa dia? Kapan dia masuk kedalam rumah ini? Kalau salah satu art tidak mungkin karena aku saja tidak pernah melihat wajah orang ini," ucap Henry sembari berjalan mendekati Digo yang sedari tadi menatap orang yang terkapar tak berdaya itu.
"Dia siapa bos? Pacar bos kah? atau malah calon istri? Wahhhhh berarti udah berhasil move on dong sekarang. Hebat-hebat aku salut dengan bos. Tapi tunggu sebentar, kenapa wajah calon istri kamu terluka seperti ini? Apa ada seseorang yang melukai dirinya? Wahhhhh tidak bisa di biarkan ini. Bos tau siapa orang yang sudah menyakiti calon istri bos? Kalau tau kita serang sekarang juga." Digo yang mendengar kecerewetan dari Henry itu ia kini menatap tajam kearah laki-laki yang berdiri disampingnya itu sebelum dirinya angkat suara.
"Ikut saya," ujarnya dan tanpa menunggu ucapan Henry, ia lebih dulu melangkahkan kakinya menuju kearah dokter Dinda yang kebetulan masih berdiri diambang pintu.
"Periksa dan obati orang itu," perintah Digo. Lalu setelahnya ia pergi dari kamar tersebut.
Sedangkan Henry yang melihat bosnya sudah keluar dari ruangan tersebut, ia bergegas menyusul langkah Digo. Tapi saat dirinya melewati Dinda, perempuan itu dengan sengaja menghadang langkah Henry yang menyebabkan laki-laki itu mau tak mau menghentikan langkahnya.
"Jadi bukan Digo yang sakit?" tanyanya yang langsung mendapat gedikkan bahu dari Henry.
"Terus perempuan itu siapa? Ada hubungan apa dengan Digo?" tanya Dinda penasaran.
"Mana aku tau. Aku saja baru kali ini lihat wajah perempuan itu. Mungkin calon istri bos. Haishhh sudahlah jangan banyak tanya. Obati saja dia dan minggir dari hadapan ku sekarang juga," ucap Henry dengan mengibaskan tangannya untuk mengisyaratkan agar perempuan di hadapannya itu segara menyingkir dari depannya.
Tapi sayangnya, ucapan serta gerakan tangannya tadi hanya diabaikan begitu saja oleh Dinda. Bahkan perempuan itu kini terlihat tengah melamun. Hingga hal tersebut membuat Henry geram sendiri dan mau tak mau dirinya kini mendorong tubuh Dinda cukup keras hingga membuat tubuh sang empu limbung kesamping, untung saja dirinya tidak sampai jatuh ke lantai jika saja sampai jatuh, mau ditaruh dimana wajah cantiknya itu.
"Sialan," umpat Dinda dengan memberikan tatapan tajam kearah Henry yang sudah menjauh dari dirinya. Lalu setelahnya, ia mengalihkan pandangannya kearah semua orang yang ada di dalam kamar tersebut.
"Kalian semua keluar dari sini!" perintahnya kepada semua orang yang ada di dalam kamar tersebut. Dan tanpa protesan sedikitpun, mereka semua kecuali orang yang tengah terbaring itu keluar dari kamar tersebut dan kini hanya menyisakan Dinda dan perempuan tadi.
Disisi lain, tepatnya di ruangan yang berada di lantai tiga rumah tersebut, Digo dan Henry tengah duduk berhadapan.
"Jadi bisa di jelaskan siapa orang yang ada di kamar itu? Dan kemana perginya tawanan kita tadi pagi? bukannya kamu memerintahkan keempat curut tadi untuk membawa dia di kamar atas. Dan dilantai itu hanya ada dua kamar yang satu, kamar kamu pribadi dan yang satu kamar yang di tempati perempuan tadi. Atau jangan-jangan tawanan kita berhasil kabur dari sini?" ujar Henry yang tersirat akan kekepoannya.
"Tawanan kita tadi pagi tidak kabur. Perempuan yang kamu lihat tadi itu adalah orang yang sama dengan tawanan kita." Ucapan dari Digo tadi membuat Henry kini melebarkan matanya bahkan posisi duduknya yang tadi bersabar disandarkan kursi, kini tegak lurus saking terkejutnya dengan ucapan dari Digo tadi.
"Hah kok bisa? Bukannya tadi dia berjenis kelamin laki-laki tapi kenapa sekarang berubah jadi perempuan?" Digo yang mendengar perkataan dari Henry tadi kini ia mengerutkan keningnya.
"Memangnya kamu lihat alat kelamin dia sebelumnya?" tanya Digo.
"Eh bukan begitu. Aku bisa menyimpulkan jika tawanan kita laki-laki kan bisa dilihat dari postur tubuhnya. Ya walaupun postur tubuh tawanan kita sebelumnya itu memang tidak mencerminkan jika dia seorang laki-laki tapi jika aku perhatikan, dia tidak memiliki dua gunung kembar di dadanya. Ya kali seorang perempuan tidak memilih dua gunung itu. Walaupun hanya kecil, pasti tetap saja menonjol apalagi tadi sempat kamu siram juga kan, harusnya dua gunung itu jiplak di bajunya. Tapi tadi tidak sama sekali," ujar Henry sembari mengingat postur tubuh tawanan mereka tadi dan membandingkan dengan perempuan cantik yang tengah terbaring di kamar tadi.
"Dia memakai kain untuk melilit hal yang menonjol itu," ucap Digo yang membuat Henry kini melongo dibuatnya.
"Kok kamu bisa tau?"
"Saya tadi sempat curiga karena saat saya kembali setelah berdiskusi dengan kamu tadi, orang-orang yang aku suruh untuk menyiksa dia mengatakan jika mereka juga memberikan cambukan dengan rantai berduri yang otomatis akan membuat tubuh orang yang terkena cambukan itu pasti mengeluarkan banyak darah. Tapi saat saya lihat, justru di pakaian yang dia kenakan tadi, saya tidak melihat darah dari tubuhnya hanya ada bercak darah yang saya yakini itu darah dari lengannya. Dan dari sana saya merasa ada yang janggal. Hingga saya menemukan sebuah fakta yang sekarang bisa kamu lihat dengan mata kepala kamu sendiri," jelas Digo panjang lebar yang mendapat anggukan paham dari Henry.
"Oke aku paham sekarang. Jadi setelah ini apa yang ingin kamu lakukan dengan perempuan itu?" tanya Henry karena ia yakin Digo tidak mungkin melepaskan perempuan itu begitu saja dan ia juga yakin bosnya itu juga tidak akan memberikan hukuman seperti sebelumnya. Ia tau sifat bosnya itu yang tidak akan pernah tega untuk melukai seorang perempuan walaupun nyawanya sempat diincar oleh perempuan itu sendiri. Dan sudah banyak buktinya. Banyak perempuan yang mencoba membunuhnya namun gagal dan berakhir mereka justru dijadikan seorang art di rumah sekaligus markas yang tengah ia tinggali saat ini. Ya, hampir semua art disana dulunya pernah berniat mencelakai Digo tapi karena mereka gagal jadilah mereka terjebak di rumah mewah itu menjadi babu seorang Alsheyres Devra Rodriguez atau yang mereka kenal dengan the king of mafia.
"Kamu tidak perlu bertanya lagi apa yang akan saya lakukan setelahnya jika kamu sudah tau jawabannya. Tapi sebelum dia sadar dari pingsannya, kamu harus bisa mendapatkan data diri dia secara detail dan saya tunggu hasilnya disini," ujar Digo yang justru membuat Henry kini menghela nafas berat. Dan tanpa melontarkan kata-kata protesannya karena hasilnya akan percuma, ia kini beranjak dari duduknya lalu keluar dari ruang kerja Digo begitu saja tanpa memberikan salam seperti yang dilakukan para bawahan Digo lainnya saat mereka menemui atau pergi dari hadapan bos mereka. Karena Henry adalah definisi anak buah laknat yang sesungguhnya, maka Digo tak ambil pusing dengan tindakan Henry itu dan membiarkan laki-laki tersebut melakukan apa yang dia mau selagi tau batasan dan tak merugikan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
vinsfloo07
yuraa kah?? sahabat kecilnya yg Uda mati?
2022-07-24
2
ms. yati74
emak maah masih penasaran ama Yura...emak maah yakin kalobYura masi hidip
2022-07-12
1
Hany
calon digo tu
2022-07-11
1