"Henry!" Teriak Digo saat dirinya baru muncul dari ruang bawah tanah. Henry yang kebetulan berada di ruang tamu dengan tangan yang sibuk tengah mengotak-atik ponselnya, itu ia sempat terkejut bukan main bahkan ponsel yang berada di genggamannya tadi hampir saja lepas dari tangannya.
"Sialan," umpatnya lirih.
"Mau apa lagi sih dia. Astaga," sambungnya yang tampak geram dengan Digo yang selalu saja berteriak jika memanggil dirinya.
"Henry!" Teriakan tersebut kembali Henry dengar dan hal tersebut membuat dirinya mau tidak mau melangkahkan kakinya menuju ke sumber suara sebelum dirinya nanti diambuk oleh monster gila seperti bosnya itu.
"Ada apa bos?" Tanya Henry dengan mengusap telinganya yang cukup pengang karena teriakan dari Digo tadi.
"Telepon Dinda kesini, cepat!" Perintahnya yang membuat Henry mengerutkan keningnya. Bahkan dengan beraninya ia kini menyentuh dahi bosnya itu yang langsung mendapat lirikan mata tajam dari Digo.
"Eh maaf bos. Saya cuma refleks saja tadi. Lagian untuk apa kamu nyuruh saya buat panggil Dinda kesini? Orang kamu baik-baik saja. Dahi kamu tidak panas sama sekali," ujar Henry.
"Jangan banyak tanya Henry! Panggil Dinda sekarang juga!" Perintahnya lagi. Dan sebelum ia mendengarkan ucapan dari Henry, ia dengan cepat menjauh dari laki-laki itu menuju ke lantai atas dimana kamarnya berada.
Sedangkan Henry yang melihat kepergian dari bos sekaligus temannya itu, ia kini mencebikkan bibirnya. Tapi karena ia hanya bekerja di bawah kendali Digo, akhirnya tangannya kini bergerak untuk segera menghubungi Dinda yang merupakan dokter pribadi Digo.
Beberapa saat setelah sambungan telepon tersebut terhubung kini suara seseorang dari sebrang masuk kedalam indar pendengaran Henry.
📞 : "Halo Henry, ada apa?" Tanya Dinda dari seberang.
"Ke markas sekarang juga," ucap Henry to the point.
📞 : "Ke rumah? Apa Digo sakit?" Tanyanya dengan intonasi suara yang terdengar sangat khawatir.
"Entahlah aku juga tidak tau. Pokoknya kamu segera kesini secepatnya! Jangan bikin dia menunggu lebih lama lagi. Aku hari ini lagi tidak mood melihat dia marah soalnya," ujar Henry.
📞 : "Baiklah kalau gitu, aku kesana sekarang," ucap Dinda.
"Hmmm," balas Henry hanya dengan deheman saja sebelum ia memutus sambungan telepon tersebut.
Bertepatan dengan sambungan telepon tadi tertutup, kening Henry dibuat berkerut saat melihat para anak buah Digo membopong seseorang yang menjadi tawanan mereka saat ini.
"Lho lho lho mau dibawa kemana ini?" Tanya Henry sembari menghentikan langkahnya orang-orang tadi.
"Ke kamar lantai atas," jawab salah satu dari mereka.
"Hah? Buat apa kalian bawa dia ke kamar? Berani sekali kalian ingin melakukan itu," ujar Henry dengan wajah garangnya.
"Maaf bos kedua. Kita melakukan ini atas perintah bos Digo." Henry yang tadi sempat mencak-mencak karena jika para anak buahnya itu salah maka yang akan mendapat hukuman dari Digo nanti dirinya.
"Yang benar kamu kalau ngomong. Jangan jadikan bos untuk alasan kamu berbohong," ucap Henry.
"Kita tidak berbohong bos kedua. Ini memang perintah bos Digo. Kalau tidak percaya bos kedua tanya saja sendiri ke bos Digo. Tapi kita izin mengantar dia ke kamar atas dulu. Berat juga soalnya nih orang." Tanpa menunggu persetujuan dari Henry, mereka semua yang berjumlah 4 orang di tambah satu orang yang mereka bopong telah pergi meninggalkan Henry begitu saja.
"Ehhhh kalian! Kurang ajar sekali ya! Awas saja kalau saya kena hukuman dari Digo. Kalian juga akan menerima imbasnya!" Teriak Henry memenuhi rumah tersebut hingga beberapa art disana menutup telinganya.
Dan saat Henry terus menggerutu tak jelas bahkan tak segan-segan ia mengumpati keempat anak buahnya itu, suara dobrakan pintu utama terdengar nyaring di telinganya dan hal tersebut lagi-lagi membuat dirinya semakin kesal saja.
"Henry, dimana Digo sekarang?" tanya Dinda yang terdengar sangat khawatir. Ya, yang mendobrak pintu utama tadi adalah Dinda sang dokter pribadi tuan rumah.
"Di kamar dia," jawab Henry yang langsung membuat Dinda berlari menuju ke lantai atas dimana kamar Digo berada meninggalkan Henry yang kini mengepalkan tangannya.
"Orang-orang disini pintar sekali kalau disuruh buat orang marah. Huh, tidak bos, tidak anak buah, tidak juga dokter sama-sama bikin darah tinggi," geramnya sebelum dirinya kini berjalan mengikuti Dinda yang mungkin sekarang sudah berada di kamar Digo.
Tapi langkahnya terhenti saat mata elangnya itu tak sengaja menangkap dua art yang tengah menatap dirinya.
"Apa? Kalian ada masalah denga saya sampai kalian lihatin saya seperti itu? Atau kalian mau saya colok mata kalian?" ucapnya garang yang langsung membuat dua art tadi menciut nyalinya dan dengan cepat sebelum mereka berdua terkena amukan singa kedua di rumah tersebut, dua art tadi langsung ngacir kabur menjauh dari Henry.
"Tidak juga art disini. Mereka semua sama saja, sama-sama menyebalkan," gerutu Henry sebelum melanjutkan langkah kakinya.
Disisi lain, Dinda yang telah sampai di depan pintu kamar Digo, tanpa permisi ia langsung membuka pintu itu begitu saja dan masuk kedalam kamar tersebut yang tampak sepi.
"Digo!" panggilnya sembari meletakkan peralatan medisnya diatas nakas sisi ranjang di kamar tersebut.
"Digo. Kamu dimana?" panggilnya lagi sembari berjalan menuju kearah kamar mandi di dalam kamar tersebut dan saat ia mendekatkan telinganya di pintu tadi, ia sama sekali tak mendengar gemricik air dari dalam dan ia yakin jika orang yang ia cari saat ini tak ada di dalam sana. Dan benar saja saat pintu kamar mandi tersebut ia buka, ia tak menemukan Digo disana.
"Digo!" teriaknya lagi, berharap Digo bisa mendengar suaranya itu dan menjawabnya. Tapi sayang, setiap panggilannya itu tak mendapat jawaban sedikitpun dari Digo bahkan ia juga sudah mencari di berbagai tempat yang berada di dalam kamar tersebut tapi hasilnya tetap saja nihil. Hingga suara seseorang mengalihkan pandangannya.
"Maaf dokter Dinda. Tuan Digo menunggu anda di kamar sebelah," ujar orang tersebut yang membuat Dinda kini mengerutkan keningnya.
Setahu dia, kamar pribadi laki-laki itu ada di tempatnya berpijak saat ini. Tapi kenapa orang di depan kamar itu mengatakan jika Digo menunggunya di kamar lain? Sejak kapan laki-laki itu berpindah kamar tidur? Kenapa dia tidak tau dan tidak di beritahu hal itu oleh Digo? Haishhhhh menyebalkan, batin Dinda. Namun tak urung setelah ia bertanya-tanya didalam hatinya, ia kini bergerak untuk mengambil alat-alat medisnya tadi sebelum dirinya keluar dari kamar tersebut meninggalkan seseorang yang memberitahu dirinya tentang keberadaan Digo tanpa memberikan respon apapun, apalagi ucapan terimakasih dari bibirnya. Tapi hal tersebut sudah tidak membuat semua orang di rumah mewah yang dijadikan markas itu heran dengan sikap sombong dan angkuh dari perempuan yang menjadi dokter pribadi bosnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Hany
next
2022-07-11
1
Reva Sinaga
apa yang terjadi sih thor, kok penasaran ya 🤔🤔🤔
2022-07-09
1
Indar
lanjut kak thor 🤗🤗
2022-07-09
1