"Semua hasil dari penyelidikan sudah tertulis di dalam kertas itu. Dan untuk buktinya, kita bisa lihat di lantai satu," jelas Hendy dengan tatapan mata yang tertuju kearah Digo yang sekarang tengah membaca deretan hasil penemuan dari para anak buahnya tadi.
"AXT?" Ucapnya dengan mengalihkan pandangan kearah Henry yang justru kini tengah mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Tulisan itu kita temukan di senapan yang dia gunakan untuk menembak kamu tadi. Dan apa kamu pernah lihat senjata itu darimana?" Tanya Henry.
"Saya pernah melihatnya dulu saat kita punya masalah dengan salah satu pengusaha besar dari Belanda. Apa kemungkinan dia merupakan suruhan pengusaha itu?"
"Hmmmm sepertinya. Tapi tak menutup kemungkinan jika dia menggunakan senapan dengan lambang itu hanya untuk mengelabuhi kita atau hanya untuk mengadu domba kita dengan pengusaha asal Belanda itu. Karena jika di pikir-pikir, mereka cukup bodoh menyerang kita secara terang-terangan seperti tadi. Lagi pula bukannya kita juga sudah menandatangani persetujuan dengan pihak lawan. Jika mereka berani menyerang kita lagi, berarti mereka siap menyerahkan semua harta miliknya kepada kita. Dan satu lagi, kita juga sudah mengirim beberapa mata-mata di sekitar pengusaha itu dan sejauh ini keadaan disana baik-baik saja. Tak ada yang perlu di curigai," ujar Henry.
Digo tampak terdiam, memikirkan apa yang sudah di ucapkan oleh Henry tadi. Dan sepertinya memang benar apa yang diucapkan anak buah sekaligus tangan kanannya itu. Jika orang yang tengah mereka jadikan tawanan itu hanya mengelabui dirinya dan jika dia lengah maka lawan yang asli akan muncul untuk menghancurkan dirinya.
"Sialan!" Umpatnya dengan menggebrak meja yang membuat Henry terperanjat kaget.
"Licik juga permainan dari orang yang berada di belakang laki-laki itu," ujarnya.
"Lanjutkan penyelidik tentang dia. Temukan identitas dia secepat mungkin," ucap Digo dengan menatap tajam kearah Henry. Lalu setelah mengucapkan hal tersebut ia mulai beranjak dari duduknya.
"Lho terus kamu mau kemana?" Tanya Henry menghentikan langkah Digo.
"Memberikan pelajaran ke dia yang sudah lancang ingin membunuh saya. Dan mencoba memaksa dia untuk mengucapakan siapa dalang di belakang dirinya. Jika dia masih tidak mau menjawab, musnahkan saja. Orang seperti dia tidak berguna lagi jika masih hidup di dunia," ucap Digo dengan entengnya. Dan saat dirinya sudah melangkah kakinya beberapa langkah kedepan, ia kembali menghentikan jalannya lalu menolehkan kepalanya kearah Digo yang kini mematung di tempat.
"Satu lagi, jika kamu berani menghentikan saya lagi, kamu yang akan saya bunuh!" Ucapnya penuh dengan penekanan dan aura mematikan yang terpancar. Dan ucapannya tadi mampu membuat tubuh Henry merinding seketika.
"Astaga. Sejak kapan anak piyik yang dulu aku kenal sebagai anak pendiam menjadi semenyeramkan seperti sekarang. Haishhhhh salah aku juga yang mau berteman dengannya dari TK sampai bangkotan seperti saat ini," gumam Henry dengan menatap pintu ruangan didepannya yang sudah tertutup rapat itu. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat perubahan besar dari Digo. Ia tau perjalanan hidup Digo dan ia juga tau alasan kenapa laki-laki yang dulunya terkenal dengan wajah datar dan sifatnya sedingin es itu berubah menjadi sosok Digo dengan kekejamannya tanpa menghilangkan sifat dingin yang sedari kecil ia miliki. Bahkan laki-laki itu kini tak segan-segan membunuh musuhnya tanpa rasa iba sedikitpun. Benar-benar sangat menyeramkan dimata siapapun yang melihat kemurkaan dari sosok Digo yang sekarang.
Digo telah kembali kedalam ruangan yang didalamnya masih banyak anak buahnya yang menyiksa satu orang yang mungkin sekarang sudah tak sadarkan diri lagi. Tapi saat mereka melihat Digo, mereka langsung menghentikan aksinya itu. Dan tanpa di minta, mereka yang tadi mengerubungi orang tersebut menyingkir dan memberikan jalan untuk bos mereka.
Digo yang sudah berhadapan dengan orang tersebut yang sudah menutup matanya pun ia menampilkan senyum miringnya. Tapi senyuman itu hilang saat ia melihat tubuh orang yang ada di hadapannya itu sepertinya tak mendapatkan luka sedikitpun karena di lihat dari baju yang dia kenakan saat ini, tak ada darah sedikitpun disana. Walaupun orang yang ada di hadapannya itu memakai baju hitam tapi ia masih bisa membedakan basahnya baju itu bukan karena darah melainkan karena keringat dan air yang ia siramkan ke tubuh orang itu sebelumnya. Mungkin ada sedikit tapi Digo yakini itu adalah darah dari tetesan wajah dan lengan orang itu.
Karena penasaran, Digo kini memegang baju tadi dan benar saja, baju yang dipakai oleh orang tersebut hanya karena air saja.
"Apa kalian tidak mendengar perintah saya tadi?" Tanya Digo dengan suara yang cukup tegas yang menggema di ruangan tersebut hingga membuat siapapun merasa takut apalagi aura yang di keluarkan laki-laki itu membuat semua anak buahnya tak berani menatap punggungnya. Ya, mereka kini tak berani menatap punggung bos mereka karena Digo tadi berbicara tanpa menolehkan kepalanya kearah para anak buahnya itu.
Beberapa menit telah berlalu, tapi pertanyaan dari Digo tadi tak kunjung mendapat jawaban dari para anak buahnya itu hingga membuat dirinya kini menolehkan kepalanya dengan tatapan tajamnya.
"Siapa yang suruh kalian tidak menjawab pertanyaan saya?" Diam, mereka semua masih takut untuk menjawab.
"Apa perlu saya merobek mulut kalian? Atau mau saya potong lidah dan saya rusak pita suara kalian, supaya kalian menjadi bisu sekalian?" Kini para anak buahnya itu dengan serentak menggelengkan kepalanya.
"Jangan bos. Maaf atas keterdiaman kita. Saya akan mewakili mereka semua, jika kita melakukan semua yang di perintahkan oleh bos. Kita menyiksa dia dengan berbagai cara. Kita tadi juga memberikan cambukan rantai berduri di tubuh dia." Tanpa menimpali ucapan dari salah satu anak buahnya yang memberanikan diri untuk menjawab pertanyaannya tadi, Digo kembali menatap orang yang ada di depannya itu.
Ia menatap tampilan dia dari atas sampai bawah. Jika memang benar mereka memberikan cambukan menggunakan besi berduri, bukannya baju yang orang itu kenakan akan banyak bercak darah yang sangat banyak disana. Tapi yang ia lihat sekarang justru sebaliknya, hanya ada beberapa saja. Dan yang paling aneh lagi, kenapa celana orang itu justru yang banyak darahnya. Apa anak buahnya itu tadi juga memotong kelamin orang itu? Jika benar, Digo akan mencari siapa diantara anak buahnya itu yang berani melakukan hal tersebut. Bukan, ia bukan ingin memberikan sebuah hukuman melainkan ia akan memberikan sebuah hadiah, hmmmm mungkin berupa motor sport untuknya.
Mata Digo kini kembali menyorot baju yang di kenakan oleh orang tersebut, hingga tangannya kini bergerak untuk menyingkap baju tersebut. Dan saat baju itu naik keatas, Digo sempat terdiam dengan menatap lurus satu obyek yang membuat dirinya kini mengerutkan keningnya. Dan karena ia penasaran akhirnya tangannya kembali bergerak menuju ke obyek tadi yang kini membuat dirinya langsung mengumpat.
"Damn it." Digo menjauhkan tangannya bahkan dengan tubuhnya dari orang tersebut.
Lalu setelahnya ia memutar tubuhnya dan menghadap kearah para anak buahnya.
"Lepaskan dia. Dan kurung dia di kamar atas," ucap Digo yang membuat para anak buahnya itu tampak melongo tak percaya.
Tapi hal tersebut tak di pedulikan oleh Digo, dan ia sekarang memilih untuk melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut dengan memijit pangkal hidungnya saat kenangan di masa lalunya tanpa permisi berputar di otaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
Rierudi Laras
Jangan2 seorang wanita 😄😄😄
2022-11-29
1
Gauri Utama
Robot kah?
2022-11-17
1
Icye Anun
Kata ganti diri 'aku', 'kamu' lebih sesuai utk watak2 tertentu. Begitu juga penggunaan kata ganti diri 'saya', anda. Utk hero heroin lebih baik aku/kau/kamu digunakan supaya pembentukan ayat lebih menarik dibaca.
2022-11-04
2