Tak lama setelah Ayesha menekan tombol panggilan darurat, ia segera membalikkan badannya hingga ia dan Ramon saling berhadapan kemudian dengan secepat kilat ia mengangkat lututnya hingga menghantam tepat ke tengah selang*kangan Ramon membuatnya seketika menjerit kesakitan.
"Awww ... s h i t! What are you doing, *****!" pekik Ramon dengan wajah merah padam. Urat-urat di leher dan lengannya mengencang seiring rasa sakit yang kian menjalar. Tangannya bahkan masih berada tepat di kejantanannya yang meradang kesakitan.
"Apa yang aku lakukan? Tentu saja memberikanmu pelajaran, breng-sek! Kau pikir aku tak tahu apa yang telah kau campurkan dalam minumanku?" hardik Ayesha dengan memasang wajah tenang. Sekuat tenaga ia menahan gejolak panas yang kian merambati sendi-sendinya. Ia tak mau menunjukkan kalau sebenarnya efek obat itu telah hampir menguasai dirinya.
Kedua tangannya mengepal kuat. Dalam hati ia berharap, orang yang selalu mengawasinya berada tak jauh dari sana. Entah berapa lama ia bisa bertahan pura-pura tidak dalam pengaruh obat lucknut itu. Ia harap, orang-orang ayahnya bisa tiba tepat waktu.
"Sorry cantik, aku ... aku terpaksa melakukannya karena aku tak mau kehilanganmu," ujar Ramon seraya meringis menahan nyeri yang tak kunjung reda sebab Ayesha mengeluarkan segenap tenaganya saat menghantamkan lututnya tadi.
"Sorry? No, asal kau tahu, aku bukanlah orang yang pemaaf dan perbuatanmu itu sudah sangat keterlaluan. Kau ingin melecehkanku? Dasar baji-ngan!" maki Ayesha pada Ramon.
Tak jenuh, datang sebuah mobil range Rover berwarna hitam. Kemudian turun dua orang berpakaian serba hitam dari dalamnya.
"Anda butuh bantuan, nona?" tanya salah satu orang itu.
"Kau," tunjuk Ayesha pada salah satu dari kedua orang itu. "Beri pelajaran yang tak terlupakan pada baji-ngan itu. Dan kau," tunjuk Ayesha pada satu orang lainnya, "antar aku ke apartemen, cepat!" tegas Ayesha yang langsung diangguki kedua orang tersebut.
Lalu mereka berdua pun bergerak sesuai perintah.
Kini Ayesha telah berada di dalam mobil. Tubuhnya sudah kian gelisah. Hawa panas keluar dari sekujur tubuhnya. Titik-titik peluh mulai membasahi dahi hingga leher dan bagian tubuh lainnya. Nafasnya kian memburu. Wajahnya telah memerah hingga ke telinga dan leher. Pria yang tengah menyopiri Ayesha memperhatikan dari rear vision mirror. Ia merasa aneh melihat gerak-gerik Ayesha yang tampak aneh. Apalagi wajah Ayesha yang putih bersih tampak memerah dengan bibir yang digigit seolah sedang menahan sesuatu yang tak tertahankan.
Mata Ayesha memicing tajam saat pria di depannya memperhatikannya. Ia tak mau ada yang tahu kalau ia kini sedang dalam pengaruh obat perangsang. Bagaimana pun, suruhan papanya itu laki-laki. Ia tak mau jadi santapan aji mumpung karena keadaannya saat ini. Ingat, kejahatan bukan hanya ada karena niat pelakunya, tapi juga ada kesempatan. Ia tidak mau, memberikan celah pada siapapun untuk mengambil kesempatan pada dirinya.
'Astaga, aku sudah tidak tahan lagi!' gumamnya dalam hati.
Sedangkan di lain tempat, Ramon telah dibawa salah seorang bodyguard Ayesha ke tempat yang cukup sepi. Kedua tangan dan kakinya diikat pada sebuah kursi. Dengan sorot mata penuh intimidasi, pria itu menuntut jawaban atas apa yang sebenarnya telah ia lakukan sehingga putri kesayangan atasannya itu terlihat begitu murka. Padahal setahu mereka, hubungan Ayesha dan laki-laki itu cukup baik dan tak pernah ada masalah.
Ramon tidak ingin mengaku, tapi bodyguard Ayesha tak tinggal diam. Ia menghajar Ramon hingga babak belur.
"Masih tidak mau mengaku, hm? Yah, sepertinya kau lebih memilih meregang nyawa di tempat yang sepi ini. Aku yakin, takkan ada yang menemukan jasad mu jika mati di sini. Kau akan mati dengan keadaan mengerikan. Tubuhmu akan digerogoti belatung sedikit demi sedikit hingga menyisakan tulang belulangmu saja. Bagaimana? Masih tidak mau membuka mulutmu?"
Pria itu mencoba menekan mental Ramon membuat Ramon bergidik sendiri membayangkan ia mati tanpa ada yang menemukan jasadnya. Ramon sampai kesulitan menelan ludahnya membayangkan tubuhnya dikerubuti belatung yang sedikit demi sedikit menggerogoti daging tubuhnya.
"Baiklah, kalau itu pilihanmu!" ucap pria itu seraya mengedikkan bahunya acuh.
Baru saja pria itu hendak beranjak dari sana, tiba-tiba Ramon mengeluarkan suaranya.
"Aku ... aku tadi memasukkan bubuk afrodisiak ke ... ke minuman Ayesha. Aku ... aku tidak bermaksud buruk padanya. Aku ... aku hanya ingin memilikinya sebab aku mencintainya," ujar Ramon terbata membuat bodyguard Ayesha itu membelalakkan matanya. "Tapi sepertinya dia tidak sempat meminumnya karena telah lebih dahulu menyadarinya," ucapnya ketakutan saat melihat sorot mata tajam bodyguard Ayesha yang sudah seperti laser yang siap melubangi jantungnya.
Lalu dengan secepat kilat, bodyguard Ayesha itu menghantamkan tinjunya tepat di wajah Ramon hingga kursi yang didudukinya terpelanting ke belakang. Jerit kesakitan menggema di ruangan pengap dan lembab itu.
"Bajing-an! Matilah kau!" pekik laki-laki itu seraya mengangkat kaki kanannya hingga Ramon terpental lagi ke samping membuat kursi tersebut patah dan Ramon seketika kehilangan kesadarannya.
Sementara itu, mobil yang membawa Ayesha telah tiba di lobi apartemennya. Dengan segera, Ayesha membuka pintu kemudian berjalan tergesa memasuki lobi apartemen menuju lift meninggalkan pengawalnya yang masih digelayuti tanda tanya.
Nafasnya kian memburu, jantungnya berdegup kencang tak beraturan, pandangannya kian membayang Ayesha sampai berpegangan di dinding agar tak jatuh.
Plakkk ...
Ayesha menampar pipinya sendiri untuk mempertahankan kesadarannya.
"Sadar Yesha! Sadar!" ucapnya sambil mencubit-cubit lengannya sendiri. Tubuhnya sudah basah dengan peluh yang tak henti-hentinya mengucur deras dari setiap pori-pori kulitnya.
Tring ...
Pintu lift terbuka, dengan sempoyongan, Ayesha keluar dari dalam lift. Kesadarannya sudah nyaris hilang. Matanya telah berkunang-kunang dengan rasa panas yang sudah tak mampu ia kendalikan.
"Hah, akhirnya sampai!" gumamnya saat melihat angka 69 di depan pintu apartemennya.
"Ckk ... kenapa nggak bisa dibuka? Sial!"
Ayesha bingung saat sidik jarinya tidak terbaca di sensor apartemennya. Diputar-putarnya handle pintu hingga berkali-kali, tapi tak juga bisa ia buka. Lalu ditengah kesadaran yang nyaris hilang, ia mencoba memasukkan passcode apartemennya secara manual. Diputarnya kembali handle pintu itu, baru sekali putar, pintu terbuka, lalu ia segera saja mendorong tubuhnya masuk.
Saat pintu tertutup, tanpa membuang waktu, Ayesha melucuti semua pakaiannya hingga hanya menyisakan pakaian dalam saja. Lalu dengan langkah gontai sambil berpegangan pada dinding, ia mencari kamar mandi. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah merendam seluruh tubuhnya dengan air dingin, berharap efek obat itu bisa segera ia singkirkan.
Tapi belum sempat ia masuk ke dalam kamar mandi, sebuah tangan kekar menyentaknya hingga tubuhnya terhuyung ke belakang dan menabrak dada bidang orang itu.
"Akhirnya kau datang, sayang!" ujar orang itu sambil mendekap tubuh Ayesha yang kesadarannya kini telah benar-benar hilang ditelan oleh gelombang gairah yang tak tertahankan.
...***...
**Syukurlah masih sempat up. Dari pagi sampai sore sibuk soalnya. Malam ini mau lanjut isi ketupat biar besok tinggal rebus. 😄
...Happy reading 🥰🥰🥰**...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Shyfa Andira Rahmi
lahhh ko bisa🤔
2024-11-19
0
Endah Setyati
Waduuuh salah masuk kamar Yesha 😅😅😅
2024-09-03
0
Ass Yfa
siapa laki2 itu? Yesha slah msuk kamar? mngkin lak2 itu sedangbmemesan wanita panggilan... dan yg datang Yesha... dan yah terjdilah
2023-06-15
1