Ternyata hamil muda membuat tubuh Dina menjadi lemah. Terlebih dia harus melewati masa kehamilannya sendiri, tanpa suami yang mendampinginya. Dina jatuh pingsan saat sedang bekerja. Hal itu membuat Sania dan beberapa rekan kerjanya panik melihatnya. Sania dan Susi berteriak meminta pertolongan, membuat Rian yang sedang berada di ruangannya akhirnya keluar.
"Ada apa? Mengapa perusahaan terdengar sangat gaduh," ujar Rian tegas.
Rian adalah keponakan dari pemilik perusahaan tempat Dina bekerja. Usianya masih terbilang muda untuk ukuran laki-laki. Saat ini Rian masih betah melajang di usianya yang sudah kepala tiga. Rian adalah seorang pemimpin yang tegas. Meskipun pemilik perusahaan itu, om nya. Tak menjadi alasan untuk dirinya bertindak semena-mena.
"Dina pingsan Pak, di ruangannya," ujar Sania yang terlihat panik. Sania merasa iba melihat kondisi Dina yang seperti itu, terlebih dirinya sangat tahu apa yang dialami Dina saat ini. Sania yakin kalau Dina merasa stres berada diposisi itu.
Rian langsung menggendong tubuh Dina ala bridal style. Hal itu membuat karyawan-karyawati di sana melongo melihat perlakuan Rian. Bahkan menjadi tranding topik dadakan. Rian menyuruh Sania untuk melanjutkan pekerjaannya. Dia 'lah yang akan membawa Dina ke rumah sakit.
"Kamu, kenapa si Din sampai seperti ini. Biasanya kamu terlihat kuat dan ceria. Saya perhatiin, hari-hari ini kamu terlihat pucat," ucap Rian yang saat ini masih fokus menyetir, dan hanya sesekali melirik ke arah Dina yang masih terpejam.
Rian melirik ke arah Dina lagi. Kali ini dia melihat Dina dari atas sampai bawah. Rian menurunkan bangku di bagian penumpang, hingga Dina bisa menyender tidur.
"Cantik dan seksi. Sayang kamu sudah memiliki kekasih. Jika tidak, ... Sudahlah Ri, jangan berpikir aneh-aneh. Ingat tujuan lo kali ini, hanya ingin menolong dia ke rumah sakit," Rian bermonolog dengan hatinya sendiri.
Kini mereka sudah sampai di parkiran rumah sakit, Rian meminta tukang parkir yang berada di parkiran untuk menginformasikan ke bagian IGD dan membawa brankar untuk membawa Dina. Rian sendiri yang menggendong tubuh Dina. Seakan dirinya suami yang posesif, tak membiarkan laki-laki lain menyentuh Dina.
Tim medis mulai melakukan pemeriksaan, tubuh Dina terlihat lemah tak berdaya. Wajahnya terlihat pucat, tak bercahaya. Walaupun wajahnya masih terlihat cantik.
"Apa Anda suaminya," tanya Dokter yang menangani Dina.
"Bu-bukan. Saya hanya teman kerjanya saja. Wanita itu belum menikah," ungkap Rian. Rasanya ucapan Rian tertahan di tenggorokan.
Dokter menjelaskan kecurigaan dirinya tentang kondisi Dina saat ini, tim medis mencurigai kalau saat ini Dina sedang hamil. Tentu saja hal itu membuat mata Rian membulat sempurna. Jantungnya seakan terhenti, napasnya terasa sesak. Mengetahui Dina sudah memiliki kekasih saja, nyalinya sudah merasa menciut dan saat ini dirinya harus mendengar kalau Dina sedang hamil.
"Bagaimana bisa Dok. Mungkin saja Anda mengalami kekeliruan. Setau Saya, wanita ini belum menikah. Bagaimana bisa hamil," ujar Rian.
"Sebaiknya Anda membawa pasien ke poli obgyn, untuk tahu lebih jelas. Saya juga menyarankan agar pasien melakukan bedrest hari ini di rumah sakit," jelas Dokter dan Rian hanya mengiyakan. Mengikuti saran dokter.
Dina mengerjapkan matanya, dan melihat wajah Rian yang pertama kali dia lihat. Matanya kini mengarah sekeliling dan berpikir mengapa dirinya berada di rumah sakit. Apa yang terjadi dengannya.
"Syukurlah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Rian.
"Mengapa Saya ada di sini , Pak? Apa yang terjadi dengan Saya? Maaf jika Saya sudah merepotkan Bapak. Dimana Sania," ucap Dina. Suara Dina masih terdengar lemas.
Rian langsung menceritakan kejadian yang terjadi kepada Dina. Wajah Dina memerah, merasa malu karena sudah melibatkan atasannya. Dia mengumpat kebodohannya, yang membuat dirinya harus jatuh pingsan.
"Saya sudah sadar, Pak. Tubuh Saya juga sudah merasa enak. Lebih baik Bapak pulang saja, biar nanti semuanya Saya yang urus. Maaf sudah merepotkan Bapak, sekali lagi Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak," ucap Dina. Dia merasa sungkan.
"Tidak! Saya tidak akan pulang, sebelum semuanya terungkap. Saya akan menemani kamu disini, sampai semua selesai," ujar Rian membuat jantung Dina tiba-tiba berdegup kencang dan mengerutkan keningnya. Tersentak kaget dengan apa yang diucap Rian.
"Me-memangnya Saya kenapa Pak? Apa yang belum terungkap? Saya tidak mengerti, maksud ucapan Bapak," ujar Dina yang kini menatap serius wajah Rian.
Rian menjelaskan, kalau Dokter yang memeriksa Dina mencurigai kalau saat ini Dina sedang hamil. Dokter menyarankan agar Rian membawa Dina ke poli Obgyn dan memesan kamar rawat untuk Dina menginap malam ini.
Tanpa sadar, Dina meneteskan air matanya satu persatu. Wajahnya terlihat sendu. Membuat Rian merasa iba. Dia yakin, kalau saat ini Dina sedang memiliki masalah besar.
"Hiks ... hiks ...hiks, lebih baik Bapak pulang saja. Bapak tak perlu memperdulikan Saya," ucap Dina yang sudah terisak tangis.
"Tidak! Saya tidak akan pulang, sampai Saya mengetahui semuanya dengan jelas. Jika kamu membutuhkan teman curhat, kamu bisa bercerita kepada Saya," ujar Rian. Dina langsung menggelengkan kepalanya lemah. Dia tak mungkin menceritakan kepada Rian kalau saat ini dirinya sedang hamil anak Nando.
"Lebih baik kamu ikuti perintah Saya, jika kamu tak ingin Saya pecat," ancam Rian.
Sebenarnya dia tak semata-mata ingin mengancam Dina, dia hanya berniat melunakkan hati Dina. Ternyata Dina seorang yang keras kepala. Dina sempat terdiam, mencoba berpikir tentang ucapan Rian kepadanya.
"Kalau aku dipecat, bagaimana nasib anakku ini? Aku harus tetap bekerja, demi anakku," gumam Dina dalam hati.
Akhirnya Dina menuruti permintaan Rian, hal itu membuat Rian tersenyum. Rian membantu Dina turun dari ranjang dan membopongnya ke kursi roda. Dina merasa kikuk, karena atasannya kini mendorong dirinya menuju poli obgyn. Di situ, Dina masih membungkam mulutnya. Dia tak sanggup mengatakannya kepada atasannya.
Saatnya Dina diperiksa, Dina diminta untuk naik dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Dokter kandungan mulai memeriksakan kandungannya. Ternyata prediksi dokter IGD benar. Dina dinyatakan hamil. Hal itu membuat Rian merasa sedikit shock. Dia berniat meminta penjelasan dari Dina saat mereka sudah di ruangan rawat nanti. Tak ada sepatah katapun terlontar dari bibir keduanya.
"Heemm, Bapak sudah tahu kan kalau Saya ini sedang hamil," ucap Dina mengawali pembicaraan.
"Iya. Berarti selama ini kamu sudah bohongin Saya dan Perusahaan dong. Kalau sebenarnya lelaki yang sering kali menjemput kamu, adalah suami kamu," ujar Rian tanpa basa basi. Dina menggelengkan kepalanya lemah, diiringi air mata yang terus saja menetes. Napasnya terasa sesak kala mengingat, tentang hidupnya.
"Lantas kalau dia bukan suami kamu. Anak itu anak siapa? Apa kamu memiliki laki-laki lain, selain dia," tanya Rian yang kini menatap Dina yang memilih menundukkan kepalanya.
Sepersekian detik Dina masih terdiam, berat rasanya dia mengungkap apa yang terjadi. Namun, cepat atau lambat perusahaan harus tahu keadaan Dina sekarang yang sedang hamil tanpa suami. Bagaimanapun Dina membutuhkan pekerjaan, dia tak peduli kalau nantinya dia akan menjadi cibiran para karyawan di sana.
"Emmm, sebelumnya Saya ingin meminta maaf. Kalau perbuatan Saya akan mencoreng nama baik perusahaan. Namun, di sini Saya memohon dengan sangat kepada Bapak untuk tidak memecat Saya. Karena Saya sangat membutuhkan pekerjaan. Seperti yang Bapak ketahui, saat ini Saya sedang hamil. Saya hamil diluar nikah. Saya hamil, tetapi mantan pacar Saya tidak mau bertanggung jawab. Dia tidak mengakui, kalau anak Saya kandung adalah anak dia. Saat ini dia telah menikah dengan wanita lain," ungkap Dina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Pia Palinrungi
wowwww atasan yg baik apakah akan ttp meperkerjakan dina, qta tunggu kebaikan outhor
2023-06-29
0
Maulana ya_Rohman
apakah riyan jodohnya dina ya thor🤔......
2022-09-17
2
Pengagum rahasia
seru thor aku selalu suka cerita kamu
2022-08-13
0