Dina berusaha untuk tetap menatap Nando dan Mira. Dia bermonolog dalam hatinya, untuk terus menguatkan. Meskipun mereka di pandang seperti sampah yang hina, karena dengan bodohnya berada di posisi seperti ini.
"Tidak, aku tak pernah melakukan itu padamu! Mengapa kamu melakukan fitnah padaku? Pasti anak itu bukan anak ku, tetapi anak dari pria lain. Kau tau kan kalau aku akan menikahi wanita yang aku cinta, mana mungkin aku melakukan hal itu padamu."
"Hubungan kita sudah berakhir sebelum aku memutuskan untuk menikah dengan Mira. Jangan-jangan kamu hanya ingin mengganggu rumah tangga aku dengan Mira. Sengaja mengaku-ngaku kalau kamu hamil anakku, padahal sebenarnya kamu hamil anak dari laki-laki lain. Entah Anton, Entah Miko, atau laki-laki lainnya. Sebaiknya kamu pergi dari sini, jangan ganggu malam pertama aku dengan wanita pilihan aku," ucap Nando sombong membuat Mira tersenyum puas.
Mira mencium pipi Nando, dihadapan Dina. Menunjukan kalau dirinya lebih mempercayai ucapan suaminya, dari pada Dina. Cinta membuat Mira menutup mata dan hatinya. Padahal dia sangat mengenal Dina, bagaimanapun Mira sedikit banyak tahu tentang sifat Dina.
"Baiklah, jika kau tak mau mengakuinya. Aku tak masalah. Namun, satu hal yang harus kamu ingat. Jangan pernah menyesal di kemudian hari, jika anak ini lahir ke dunia tak mengakui kamu sebagai Ayahnya. Aku permisi," ucap Dina tegas membuat Nando merasa tertampar. Sungguh ucapan Dina begitu menusuk ke relung hatinya.
"Lo benar-benar pengecut, Nan. Lo tau kan, kalau Dina melakukan pertama kali sama lo. Lo yang bobol keperawanan Dina. Lo juga tahu sifat Dina seperti apa. Ahhhh, gila lo."
Dina melangkahkan kakinya keluar rumah Mira. Hatinya terasa sesak, mendapatkan penolakan dari Nando. Sakit, itulah yang dia rasakan saat ini.
"Aku tak menyangka, pria yang pernah mencintai aku dan berjanji akan menikahi aku saat ini mengusirku. Aku memang wanita bodoh yang mempercayai kamu begitu saja, yang mau menikahi aku meskipun kedua orang tua kamu tak merestui hubungan kami. Namun, nyatanya apa? Kau tetap menikahi Mira."
Air mata yang sejak tadi Dina tahan, akhirnya lolos juga dari pelupuk matanya. Mengingat Nando dan Mira telah hidup bahagia, di atas penderitaannya. Dina harus menanggung beban sendiri, hamil anak Nando.
"Mengapa kamu harus hadir? Kau tau kan, ayahmu tak mengakui kamu. Hiks ... hiks ... hiks ..., bodoh kau Dina. Kau memang wanita murahan, demi cinta kau menjadi bodoh," ucap Dina yang sudah terisak tangis.
Dina terduduk di sebuah taman yang letaknya tak jauh dari rumah Mira. Dia mencoba menenangkan dirinya dan menghapus air mata yang menetes dan bahkan sudah membasahi wajahnya. Mencoba berpikir untuk hidupnya selanjutnya.
"Tekad aku sudah bulat, aku akan mempertahankan anak ini apapun yang terjadi. Aku siap menerimanya. Meskipun aku akan terhina karna harus mengandung anak tanpa suami."
Tangis tak mampu mengembalikan semuanya. Kini hanyalah tinggal sebuah penyesalan. Dina yakin pastilah sangat berat untuk memiliki anak tanpa suami.
Bagaimana dengan kariernya yang bagus, apa perusahaan mau memperkerjakan karyawatinya yang hamil tanpa suami? Lantas bagaimana kedua orang tuanya di kampung, reaksi apa yang akan mereka lakukan saat mengetahui anaknya sedang hamil tanpa suami. Dina telah mencoreng nama baik kedua orang tuanya, dan menghancurkan kepercayaan kedua orang tuanya.
"Aku harus menghadapi semuanya, demi anakku. Aku akan berjuang keras untuk mempertahankan anak ini. Doakan Bunda, agar selalu kuat menghadapinya," ucap Dina sambil mengelus perutnya yang masih terlihat rata.
Dia akan menerima konsekuensinya perbuatannya. Tak seperti kebanyakan orang yang berada di posisinya, yang akan melakukan jalan pintas melakukan aborsi. Melenyapkan janin yang tak berdosa, karena jika mereka bisa memilih. Mereka pun tak akan mau hadir di kedua orang tua yang tak utuh.
\*\*\*
Hari terus berhari, Dina masih belum memiliki keberanian untuk bicara kepada atasannya. Meskipun teman-temannya merasa curiga. Karena wajah Dina sering kali terlihat pucat. Padahal Dina sudah meminta obat mual dan vitamin saat memeriksakan kandungannya.
"Lo kenapa, Din? Lo sakit? Wajah lo akhir-akhir ini gue lihat terlihat pucat," ujar Sania teman dekat Dina di kantor saat mereka makan siang. Dina menggelengkan kepalanya. Hatinya tiba-tiba saja terasa sesak, bibirnya terasa kelu. Sebenarnya Sania merasa curiga kalau saat ini Dina sedang berbadan dua, tetapi dia takut jika nantinya Dina merasa tersinggung.
Ternyata Dina tak mampu lagi membendung perasaannya, dia langsung berhambur memeluk tubuh Sania untuk meluapkan perasaannya saat ini. Air mata yang sejak tadi dia tahan pun, akhirnya jatuh juga satu persatu. Sania menepuk-nepuk punggung Dina, mencoba meluapkan perasaannya.
"Sebenarnya gue tahu apa yang saat ini sedang terjadi sama lo, tetapi gue takut akan menyinggung perasaan lo. Gue ingin lo sendiri yang berkata jujur kepada gue. Gue hanya bisa mendoakan agar lo selalu kuat menghadapinya. Lo tidak perlu takut, gue akan selalu ada untuk lo," ujar Sania membuat Dina kini melepaskan pelukannya dan menatap wajah Dina dengan seksama.
"Gue hamil, gue hamil, San. Hiks ... hiks ... hiks. Gue hamil anak Nando, dan dia tak mau mengakui anaknya. Dia justru menuduh gue melakukannya dengan pria lain. Dia bohongin gue, San. Dia bilang, dia mau nikahin gue meskipun ibunya tak merestui hubungan kami. Namun, nyatanya apa? Dia tetap menikahi wanita pilihan ibunya, wanita yang mengaku sebagai sahabat gue," ungkap Dina.
Sania dapat merasakan bagaimana rasanya Dina saat ini. Pasti hatinya kini begitu hancur dan rapuh. Sebagai seorang sahabat yang baik, Sania memang tak mendukung perbuatan Dina. Namun, semua telah terjadi. Dia merasa tak tega meninggalkan Dina dalam kondisi seperti ini.
Hal ini akan menjadi sebuah pelajaran untuk Sania dan semua para wanita muda yang belum menikah, agar tak melakukan hubungan suami istri dengan pasangannya. Apapun alasannya. Selain hal ini perbuatan zina, hal ini sangat berdampak buruk untuk kelangsungan hidup selanjutnya.
"Lo tidak perlu takut untuk melanjutkan hidup lo, gue akan selalu ada untuk lo. Apapun yang terjadi, lo harus pertahankan bayi dalam kandungan lo, dia tak bersalah. Kalian 'lah yang salah, menghadirkan dia sebelum adanya pernikahan. Saran gue, lo harus bicarakan hal ini kepada Pak Rian dan juga kedua orang tua lo di kampung. Gue yakin mereka akan mengerti, meskipun awalnya mereka pasti kaget," ucap Sania dan Dina menganggukkan kepalanya.
Dia akan berpikir kapan waktu yang pas untuk berbicara kepada mereka. Dina harus mengumpulkan kekuatan terlebih dahulu, sebelum berbicara. Sungguh tak mudah bagi Dina melakukan hal ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Pia Palinrungi
sebagai wanita jgn terlalu terlena rayuan sm laki, prinsipnya kalau kalau laki cinta dn aayang tdk akan merusak sebelom halal
2023-06-29
0
Alya Yuni
Ngapain ju nemui lki dah punya keluarga jdi prmpuan jngn murahn
2023-03-23
0
@Lala
betul banget tuh seberapa pun cintanya kalian jangan mau dibodohi
2022-12-19
0