Setelah melakukan pemeriksaan, Dina langsung diantar Rian ke ruang rawatnya yang sudah Rian pesan. Sebenarnya Dina sempat menolaknya, karena dia merasa malu dan tak enak hati merepotkan atasannya di kantor. Lagi pula, Rian adalah keponakan dari pemilik dari Perusahaan tempat Dina bekerja.
"Sekarang Bapak sudah tau semuanya kan? Saya harap bapak jangan memecat Saya! Saya ingin mempertahankan anak ini, meskipun tanpa suami. Lebih baik sekarang Bapak pulang saja, Saya sudah banyak merepotkan Bapak," ujar Dina lirih.
Rian berjalan mendekati Dina, dan meraih tangan Dina. Membuat Dina tersentak kaget. Sepersekian detik suasana terasa hening, netra mereka saling bertemu. Jantung Dina berpacu sangat cepat.
"Aku tak akan pergi meninggalkan kamu, aku akan menikahi kamu," ujar Rian sambil mengelus rambut Dina lembut. Membuat Dina melongo. Namun, tersentuh.
"Ma-maksud Bapak apa?"
"Aku akan menikahi kamu, dan aku akan menjadi ayah untuk anak kamu," jelas Rian penuh penekanan.
Dina menggelengkan kepalanya. Dia merasa tak percaya, mengapa bosnya berkata demikian. Ucapan Rian terdengar sebuah lelucon di telinga Dina.
"Please Pak, jangan bercanda! Jangan buat Saya memiliki hutang budi terlalu banyak kepada Bapak. Saya hanya membutuhkan pekerjaan, bukan meminta ingin dinikahi," ujar Dina.
"Kata siapa aku bercanda, apa yang aku ungkapkan tulus dari hati. Sejak awal aku bertemu kamu, aku sudah jatuh hati kepada kamu. Namun, keinginan untuk memiliki kamu kandas sudah saat aku melihat kamu di jemput pria baji*ngan itu. Aku cemburu saat melihat kemesraan kalian. Ternyata takdir kini memberikan harapan untuk aku. Dia meninggalkan kamu, dan memberikan untuk aku," ungkap Rian.
Dina menolak. Bagaimana tidak? Dirinya sungguh tak pantas untuk seorang Rian. Rian mampu mendapatkan wanita yang lebih baik darinya. Dina merasa hanya seorang wanita hina, yang tak pantas bersanding dengan seorang yang sempurna.
Rian meletakkan jari tengahnya di bibir Dina. Sebagai isyarat agar Dina menghentikan ucapannya. Jika dirinya sudah berkata demikian, berarti dia sudah merasa yakin dengan keputusannya. Dia tak peduli, dengan kondisi Dina yang saat ini sedang mengandung anak laki-laki lain.
"Aku akan menikahi kamu. Setelah kamu sehat, kita temui kedua orang tua kamu di kampung," ujar Rian dengan mantap.
"Pak, tapi ...," ucapan Dina terhenti karena Rian kini memeluk tubuh Dina dengan erat.
"Aku tak ingin mendengar penolakan kamu! Apa yang aku lakukan kepada kamu sebagai bukti, besarnya cintaku kepadamu. Aku ingin melindungi, wanita yang aku cintai dari cibiran orang-orang. Aku ingin mendampingi dimasa sulit kamu," ujar Rian yang masih terus memeluk erat Dina. Bibir Dina terasa kelu, tak mampu berkata-kata. Kata-kata Rian membuat dirinya merasa bahagia.
Rian melepaskan pelukannya dan meminta Dina untuk beristirahat. Karena Dia akan keluar membeli makanan untuk mereka dan membeli pakaian ganti untuk Dina dan dirinya. Perlakuan Rian begitu manis. Sebelum pergi meninggalkan Dina, Rian memakaikan Dina selimut terlebih dahulu dan mengatur posisi tempat tidur yang membuat Dina nyaman.
"Aku pergi dulu, kamu istirahat dulu ya! Oh ya satu hal lagi, mulai saat ini status kita berubah. Bukan sekedar atasan dan bawahan. Namun, kamu adalah calon istri aku, dan kamu sedang mengandung anak aku. Kamu tak sendiri lagi, kita akan jalani kehamilan kamu bersama-sama," ujar Rian membuat Dina tak berdaya, menolaknya lagi. Dina hanya pasrah menganggukkan kepalanya.
"Istri sholeha. Aku suka kalau kamu nurut seperti ini. I Love You," ucap Rian sambil memberikan senyuman termanisnya.
Dina masih diam terpaku, saat Rian pergi meninggalkan dirinya. Semua terasa seperti sebuah mimpi. Dina masih tak percaya. Lamunan Dina terhenti saat ponselnya berdering yang masih berada di dalam tasnya, dan dia berusaha meraihnya.
"Halo, Din. Gimana keadaan lo," tanya Sania membuka obrolan.
"Alhamdulillah gue sudah merasa baikan. Tapi, Dokter menyarankan agar malam ini gue dirawat dulu di rumah sakit," sahut Dina.
"Ya Allah, Din. Terus malam ini lo sama siapa? Maaf banget gue tidak bisa nemenin lo. Gue ...," ucapan Sania terputus karena Dina sudah mengelak tak masalah, tetapi dia tak berani bilang kalau malam ini dirinya di temani Pak Rian, atasannya. Bisa heboh Sania mendengarnya.
Rian kini berada di sebuah Mall yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah sakit tempat Dina di rawat. Dia membeli satu buah piyama untuk Dina tidur malam ini, dress yang diperkirakan pas untuk Dina. Tak lupa membelikan pakaian dalam untuk Dina.
"Huhft, demi cinta terpaksa menahan perasaan malu," gerutu Rian. Saat dua orang penjaga toko yang menjual pakaian dalam tersenyum geli memperhatikan Rian, yang sedang memilih dua buah bra dan tiga buah celana dalam dengan model dan warna berbeda. Mereka berusaha menahan tawanya saat Rian memegang, sambil berpikir, mengira-ngira ukuran buah dada Dina dan ukuran pinggang Dina.
Tak lupa dirinya juga membeli pakaian dalam untuk dirinya. Rian sangat cinta kebersihan, dia tak akan betah jika tak mandi dan berganti pakaian dalam. Setelah itu dia pergi ke toko pakaian laki-laki untuk membeli satu buah celana jeans pendek, satu buah celana jeans panjang, dan dua buah kaos berkerah. Rian juga membeli dua buah handuk untuk dirinya dan juga Dina.
"Urusan baju sudah selesai, sekarang aku tinggal membeli cemilan dan perlengkapan mandi. Oh ya, sama makanan untuk kami makan berdua. Aku harus cepat-cepat, kasihan cintaku kalau harus menunggu terlalu lama," gumam Rian.
Setelah semua sudah selesai dibeli, Rian kini menuju parkiran untuk pulang. Tak memakan waktu lama, kini dirinya sudah sampai di rumah sakit. Rian berjalan dengan menenteng banyak kantong belanja untuk keperluan dirinya dan juga Dina.
"Ternyata dia tidur," ujar Rian saat dirinya membuka pintu ruang rawat inap dan melihat Dina sedang tertidur.
"Pasti dia kelelahan menunggu aku pulang."
Rian meletakkan barang-barang yang dia beli tadi, dan mengambil bungkusan berisi makanan dan mengeluarkan isinya satu persatu. Setelah itu, Rian mencoba membangunkan Dina dari tidurnya, karena Rian ingin Dina makan.
"Sayang, bangun dulu! Ayo kita makan! Sejak tadi kamu dan baby kita belum makan," ujar Rian lembut, dia mencoba membangunkan Dina.
Mendapatkan sentuhan lembut, Dina mulai membuka matanya dan menatap wajah Rian yang berdiri tepat di dekatnya. Hatinya merasa bahagia, setelah luka yang dia dapatkan ternyata kini ada orang yang berusaha untuk menyembuhkan lukanya dan bahkan orang itu lebih sempurna dari mantan kekasih breng*seknya.
"Maaf, kalau aku membuat kamu menunggu aku terlalu lama. Membuat kamu tertidur. Yuk makan dulu. Biar Bunda dan Baby sehat," ujar Rian sambil tangannya menyiapkan makanan untuk Dina.
Dina merasa malu karena Rian begitu perhatian kepadanya. Rian memilih menahan rasa laparnya demi menyuapi Dina makan. Baginya, Dina dan bayi dalam kandungan Dina yang terpenting.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Siti Nurjanah
aaaaaaaahhhhhh so sweet. coba suamiku kaya gitu pasti seneng bgt
2023-12-31
0
Pia Palinrungi
rian kamu punya hati apa sihh walaupun dr dulu suka sm dina dn hamil ttp mau menerima smg aja kamu mmng josoh dina dr outhor 😅😅😅
2023-06-29
0
Yeti Madruka
👍👍👍👍👍👍👍👍👍 oke bener rian
2022-12-17
0