Bab 5. Pulang

Wajah tampan Ori ditekuk. Bibirnya maju beberapa senti. Pengalaman buang air besar semalam membuatnya tak ingin lebih lama lagi di rumah mertua.

"Pulang Sun!" teriaknya dengan suara ditahan.

"Tapi mas..."

Ori menggeleng, "pulang!" matanya mulai melotot.

Bagaimana ini, harapan Isun paling tidak suaminya mau menginap barang tiga sampai lima hari.

"Kalau kamu tidak mau ikut, aku akan pulang sendiri!"

Isun terkejut, tidak disangka lelaki yang dinikahi bersikap seperti anak-anak begini.

Tapi apa daya, mereka sudah menikah. Pasti butuh waktu untuk beradaptasi dan saling memahami.

"Kamu harus patuh sama suami, Sun!" bentak Ori.

"Baik..." akhirnya Isun mengalah dengan hati kesal.

"Aku akan bilang sama bapak dan ibu."

"Ingat Sun, kalau bapak dan ibumu melarang, yang harus kamu patuhi sekarang adalah aku!" ujar Ori dengan nada mengancam.

"Iya..."

Isun melangkah keluar kamar. Matanya berputar mengamati ruang tengah.

Bahkan sisa pesta masih belum sepenuhnya bersih dan suaminya minta pulang ke rumah orang tuanya.

Dengan ******* kecil Isun menuju dapur. Bapak dan Ibu masih sibuk meringkas sisa makanan dan memasukkannya dalam rantang-rantang bersusun.

Pasti itu untuk dibagikan pada tetangga kanan kiri. Makanan sebanyak itu tak akan habis jika dikonsumsi sendiri.

Ada rasa perih yang muncul. Hatinya terasa tersayat.

"Dasar laki-laki berjiwa baby. Hanya gara-gara lagu cicak di dinding langsung minta pulang," gumam Isun pada dirinya sendiri.

Ragu-ragu Isun mendekat. Perasaan bersalah datang mendera. Harusnya dia masih membantu, tapi suaminya minta pulang.

"Bu..."

Ibu memutar kepala melihat Isun yang berdiri di belakangnya.

"Sun, sini..." menarik tangan Isun mendekat, "bantu ibu memasukkan makanan ini ke dalam rantang-rantang itu."

Diatas meja berjajar beberapa rantang yang harus diisi dengan makanan sisa pesta yang sudah dipanasi.

Isun mengambil satu rantang dan mengisinya dengan gerakan lambat.

"Bu..."

"Kamu dari tadi Bu...Bu, ada apa sih."

"Mmm..."

Ibu meletakkan sendok besar yang dipegangnya. Melihat anaknya dengan pandangan menyelidik.

Tangan Isun diambil dan dibawa menuju kursi yang ada di dapur.

"Ada yang ingin kamu sampaikan sama ibu?"

Isun mengangguk lalu menundukkan kepalanya.

Ibu paham dengan sikap tubuh Isun yang seperti ini, pasti anaknya ini sedang ada masalah.

"Ada apa?"

Isun mengintip dari balik bulu matanya.

"Mas Ori minta pulang."

"Apa...?!"

Meskipun sudah menyiapkan mental, tak urung Isun terkejut mendengar gelegar suara ibunya.

Dengan tergesa Isun menggenggam tangan ibunya erat, "jangan teriak Bu, Isun minta maaf."

"Suamimu benar-benar tidak masuk akal!"

Mata ibu mengkerut menandakan kemarahan yang ditahan.

"Bagaimana lagi Bu, Isun kan harus patuh sama suami."

Isun mendongak sebentar lalu segera menunduk kembali karena menangkap wajah ibunya yang menyeramkan.

Ibu menarik Isun untuk berdiri dan sedikit memaksanya berjalan ke arah kamar.

"Bu, tolong jangan marah."

"Diam kamu!"

Memasang tampang memelas tak ada gunanya disaat seperti ini.

Ori sedang menjelajah ponselnya ketika Ibu dan Isun berdiri di depan kamar.

"Ori!!" teriak ibu lantang.

Ponsel yang ada di tangan lelaki muda itu hampir terlempar saking terkejutnya.

"Iya Bu," dengan suara gugupnya Ori menjawab.

Ibu melangkah masuk, duduk di sisi menantu yang masih tampak terkejut.

Tangan ibu terangkat. Isun mengkerut, matanya berkedut khawatir suaminya akan kena pukul. Ori pun menggeser tubuhnya sedikit menjauh melihat tangan ibu melayang di udara.

"Ori..." ternyata tangan itu mendarat di punggung Ori perlahan penuh perasaan dan suara ibu juga terdengar lembut. Pasangan suami istri baru itu bernapas lega diam-diam.

"Kamu mau pulang nak?"

Mata Isun membulat.

Ibu kok begitu, tadi saja matanya hampir keluar. Kenapa sekarang jadi lembut penuh kesabaran?

"Iya Bu."

"Kenapa?"

"Apanya Bu?"

"Kenapa kamu mau pulang sekarang?"

Meskipun dengan suara lembut, sikap ibu sangat mengintimidasi. Tangannya sedikit meremas punggung lebar milik Ori.

Ori berdehem, "ya ingin pulang saja Bu, tidak ada alasan khusus," dia menegakkan tubuhnya. Menghindari remasan di punggung dan menunjukkan kalau dia tidak mau diatur.

"Dengar ya, pengantin baru itu baru boleh ke rumah pihak lelaki setelah lima hari. Kata orang Jawa, paling tidak nunggu sepasaran dulu," ibu menarik bibir yang lebih mirip seringai dari pada sebuah senyuman.

"Maaf Bu, dalam kepercayaan saya tidak ada hal semacam itu. Jadi hari ini saya tetap akan mengajak Isun pulang."

Menjawab dengan suara mantap.

"Pakaian saya juga sudah saya ringkas dan sudah rapi masuk ke dalam tas."

Mata Isun membelalak. Kapan suaminya melakukan itu.

Ibu menghela napas berat, "baiklah!"

Ibu menatap Isun dengan tatapan tajam. Menyimpan kalimat yang tak terucapkan.

Lihatlah ini, kamu menikah dengan orang yang belum kamu kenal kepribadiannya.

"Isun siapkan pakaianmu!" memerintah Isun dengan suara tegas.

"Ikuti dan patuhi suamimu!"

Isun beringsut mendekati dan membuka almari lalu mengeluarkan beberapa lembar baju harian yang akan dipakai.

"Ibu minta setiap Sabtu kalian pulang kemari!" suara ibu kembali terdengar.

"Tapi Bu...!"

"Tidak ada tawar menawar Ori!"

"Bagaimanapun Isun tetaplah anak ibu, meskipun kamu yang bertanggung jawab pada hidupnya setelah ini!"

Seperti biasa kalimat ibu tak terbantahkan. Dalam hati sebenarnya Ori ingin membantah. Tapi akhirnya dia memilih untuk diam. Mengiyakan meskipun itu hanya di mulut. Untuk selanjutnya dia mau membawa istrinya kembali atau tidak, tidak ada yang bisa memaksanya.

"Bu," terdengar suara bapak di depan pintu, "ayo, itu makanannya masih harus diantarkan ke tetangga."

Sambil cemberut dan tidak menjawab, ibu kembali menuju dapur.

Bapak masih berdiri di tempatnya yang sama. Matanya tajam memandang anak menantu barunya.

"Kami melepas Isun karena kami yakin kamu adalah laki-laki yang baik. Terlepas dia juga sangat ingin menikah denganmu."

Setelah menjeda kalimatnya sebentar, bapak melanjutkan, "jangan sampai kamu berpikir untuk mendzalimi Isun melalui perbuatan maupun perkataan. Karena selemah-lemahnya bapak, bapak adalah seorang lelaki yang wajib melindungi anak-anaknya."

Isun terdiam, gerakan tangannya berhenti mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari bibir bapak.

Seingatnya bapak tidak pernah berbicara setegas sekarang dengan penekanan suara yang begitu kentara. Dalam hati Isun ingin memutar kepala dan melihat ekspresi bapak, tapi diurungkan.

"Apalagi bapak juga mengorbankan si putih, sapi kesayangan bapak."

"Bu, yang rantangnya sudah siap, biar Danu keliling ngantar ke tetangga kanan kiri."

Teriak bapak masih di depan kamar dengan tatapan tajam kearah Ori. Lalu bapak pergi menuju dapur.

"Sudah siap ngepaknya?" tanya Ori.

"Aku bukannya tidak punya tujuan mengajak kamu kembali ke kota S. Buat apa kita buang waktu berleha-leha disini, kalau kamu bisa segera mencari kerja."

"Iya, aku paham. Kamu pasti juga sibuk dengan kerjaanmu kan?"

"Ehem," Ori berdehem, "maksudku, sayang kalau hasil kuliahmu yang bertahun-tahun tidak dimanfaatkan."

"Iya."

Ibu dan bapak melepas anak dan anak menantunya dengan hati berat. Serasa ada batu besar yang menindih dalam hati dan membuat paru-paru tidak bekerja dengan baik.

Dalam hati keduanya penuh dengan untaian doa terbaik untuk anak gadis yang sekarang sudah menikah. Memasuki hidup dan keluarga baru.

Air mata mulai menggenang di sudut-sudut mata ibu. Tangannya memeluk lengan bapak erat.

"Harusnya tidak sekarang. Harusnya kita mengantarkan Isun kesana pak."

Bapak mengangguk, "kita susul mereka besok."

Tanpa ada kata terucap sebuah kesepakatan sudah dibuat diantara dua orang tua itu.

...***...

Perjalanan dari kota J, tempat Isun tinggal menuju kota S terbilang lancar. Pengantin baru itu tiba di rumah keluarga Ori menjelang sore.

Tidak ada sambutan istimewa. Depan rumah tampak sepi. Padahal di kota J pernikahan keduanya terbilang mewah.

"Kok sepi, mas?" Isun tak bisa menahan keingintahuannya.

"Ya kan, kita tidak memberi kabar kalau pulang."

"Ah, iya...ya."

Tanpa mengetuk pintu, Ori segera masuk diikuti Isun mengekor dibelakangnya.

"Bu."

"Loh le?"

Bu Ribut, ibu Ori yang berada di dapur terkejut melihat anaknya datang

"Kamu diusir dari rumah mertuamu?"

Apa?! tidak...tidak! kenapa punya pikiran seperti itu?

Teriak Isun lantang dalam hati.

"Nggak lah Bu. Mertuaku baik, aku cuman nggak betah. Nggak bisa BAB aku semalam."

"Ooo..., ayo."

Bu Ribut segera menggandeng Ori dan menuntunnya masuk kamar. Sementara Isun yang bingung musti bagaimana mengikuti di belakang.

"Lo Sun, kenapa kamu ikut masuk? kamu tunggu di ruang tamu. Mumpung masih sore, kamu sama suamimu lihat rumah yang akan kalian tinggali," ucap Bu Ribut sambil tersenyum.

"Oh, iya Bu."

Ya, paling tidak, dia tidak harus hidup bareng mertua.

Dari ruang tamu Isun masih bisa mendengar.

"Ini kuncinya, kontrakan yang disana masih ada satu kamar kosong. Kalian tinggal saja disitu. Kalau di gang sebelah, sayang, karena harganya kalau dikontrakkan lebih mahal."

"Iya, Ori paham."

Tanpa banyak kata keduanya naik motor yang terparkir di halaman.

Selama perjalanan Isun senyum-senyum sendiri. Ternyata begini rasanya di bonceng sama suami.

Tanpa sadar tubuh Isun bersandar makin dekat dan pelukan makin erat.

"Jangan begini berat badan kamu."

Buyarlah semua keromantisan yang sebentar tadi datang.

"Ini tempatnya."

Isun terkejut setengah mati ketika pintu kontrakan dibuka.

"Ya mas?!...kok masih lebih besar kandang si putih?!"

Ori melotot menahan marah!

...***...

Terpopuler

Comments

Ish_2021

Ish_2021

lanjut

2022-07-22

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Aku Mau Kawin
2 Bab 2. Lamaran Mendadak
3 Bab 3. Sah
4 Bab 4. Cicak-Cicak di Dinding.
5 Bab 5. Pulang
6 Bab 6. Kemesraan Dalam Rumah Tangga
7 Episode 7. Adaptasi Itu Seumur Hidup
8 Episode 8. Sebenarnya Mandiri
9 Episode 9. Nikahi Saja Si Putih
10 Episode 10. Memang Benar Istri Wajib Ikut Apa Kata Suami Tapi...
11 Episode 11. Untuk Ibu
12 Episode 12.
13 Episode 13. Kulot, Rok Yang Memiliki Batas Wilayah
14 Episode 14. Rezeki Istri Solehah
15 Episode 15. Show Must Go On
16 Episode 16. Konser Out Door
17 Episode 18. Sekolah lagi?
18 Episode 19. Apel Sobek
19 19. Hari Roller Coaster
20 Episode 20. Istri Memalukan atau Suami tak Pengertian?
21 Episode 21. Potong Menara Pizza
22 Episode 22. Ikhlas Nggak Sih?
23 Episode 23. Bintitan
24 Episode 24. Tak Semudah Itu...
25 Episode 25. Pulang? No way...
26 Episode 26. Batas Wilayah Yang Tak Boleh Dilanggar
27 Episode 27. Day One With Bapak Mertua
28 Episode 28. Day Two With Bapak Mertua
29 Episode 29. Hari Pembalasan
30 Episode 30.
31 Episode 31. Pernikahan Adik Ipar
32 Episode 32. Tenang Sebelum Badai
33 Episode 33. Batas Kesabaran
34 Episode 34. Royal Jelly
35 Episode 35. Kompromi Bukan Mengerti
36 Episode 36. Adik Ipar, Adikku Sayang...
37 Episode 37. Drs
38 Episode 38. Lingkaran Pertemanan Yang Salah
39 Episode 39. Pancingan
40 Episode 40. Tarik Ulur
41 Episode 41. Mamam Nenen
42 Episode 42. Mungkin Kita Bisa Mencobanya
43 Episode 43. Kekasih Dunia Maya.
44 Episode 44. Bertahan untuk siapa?
45 Episode 45. Win Win Solution
46 Eeisode 46. Kepergok
47 Episode 47. Rencana Berpisah.
48 Episode 48. Selamat Tinggal
Episodes

Updated 48 Episodes

1
Bab 1. Aku Mau Kawin
2
Bab 2. Lamaran Mendadak
3
Bab 3. Sah
4
Bab 4. Cicak-Cicak di Dinding.
5
Bab 5. Pulang
6
Bab 6. Kemesraan Dalam Rumah Tangga
7
Episode 7. Adaptasi Itu Seumur Hidup
8
Episode 8. Sebenarnya Mandiri
9
Episode 9. Nikahi Saja Si Putih
10
Episode 10. Memang Benar Istri Wajib Ikut Apa Kata Suami Tapi...
11
Episode 11. Untuk Ibu
12
Episode 12.
13
Episode 13. Kulot, Rok Yang Memiliki Batas Wilayah
14
Episode 14. Rezeki Istri Solehah
15
Episode 15. Show Must Go On
16
Episode 16. Konser Out Door
17
Episode 18. Sekolah lagi?
18
Episode 19. Apel Sobek
19
19. Hari Roller Coaster
20
Episode 20. Istri Memalukan atau Suami tak Pengertian?
21
Episode 21. Potong Menara Pizza
22
Episode 22. Ikhlas Nggak Sih?
23
Episode 23. Bintitan
24
Episode 24. Tak Semudah Itu...
25
Episode 25. Pulang? No way...
26
Episode 26. Batas Wilayah Yang Tak Boleh Dilanggar
27
Episode 27. Day One With Bapak Mertua
28
Episode 28. Day Two With Bapak Mertua
29
Episode 29. Hari Pembalasan
30
Episode 30.
31
Episode 31. Pernikahan Adik Ipar
32
Episode 32. Tenang Sebelum Badai
33
Episode 33. Batas Kesabaran
34
Episode 34. Royal Jelly
35
Episode 35. Kompromi Bukan Mengerti
36
Episode 36. Adik Ipar, Adikku Sayang...
37
Episode 37. Drs
38
Episode 38. Lingkaran Pertemanan Yang Salah
39
Episode 39. Pancingan
40
Episode 40. Tarik Ulur
41
Episode 41. Mamam Nenen
42
Episode 42. Mungkin Kita Bisa Mencobanya
43
Episode 43. Kekasih Dunia Maya.
44
Episode 44. Bertahan untuk siapa?
45
Episode 45. Win Win Solution
46
Eeisode 46. Kepergok
47
Episode 47. Rencana Berpisah.
48
Episode 48. Selamat Tinggal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!