Wajah Ori masih terus cemberut setelah survei kamar mandi. Dia tidak mau kembali masuk dalam kamar. Tapi memilih duduk sebagai tamu bersama keluarganya.
Ibu yang memperhatikan gelagat tidak enak dari menantunya segera menemui Isun di kamar.
"Ada apa? Kenapa suamimu duduk di depan?"
"Nggak apa-apa, katanya mau menemani keluarganya Bu. Emang kenapa?"
Aduh, anakku...
"Kalau memang begitu kenapa kamu ada disini? ayo sana ikuti suaminya."
Ibu mendorong Isun keluar kamar, "kamu musti belajar banyak, Sun. Kalau laki-laki itu diam, belum tentu dia baik-baik saja."
Berjalan sambil memeluk anak gadis kesayangannya.
"Temani suamimu sana. Keluarganya sekarang adalah keluargamu, beri salam sama ibu dan bapaknya. Tetap duduk disitu sebelum suamimu beranjak."
Meskipun sedikit bingung. Isun mematuhi ibunya, dia duduk di sebelah suaminya lalu memberi salam.
Padahal di kepalanya wara-wiri berbagai pertanyaan.
Emang kalau menikah harus begini ya...kemana suami pergi harus ikut gitu?
Setelah ibu meninggalkan Isun untuk menyambut tamu yang berdatangan, baru Ori berani menggerutu.
"Dari tadi harusnya nyusul aku. Masa gitu aja harus diberi tahu ibu," sambil memasang wajah jutek.
"Yah kan Isun nggak ngerti kalau mas maunya ditemani. Memangnya Isun dukun bisa nebak isi hati orang?"
"Kalau ada apa-apa ngomong. Namanya juga baru sekali ini nikahnya."
Ori terdiam, "ternyata kamu suka membantah ya."
"Ini namanya bukan membantah, tapi memberi penjelasan."
Perdebatan keduanya berakhir sampai disitu. Keluarga dari pengantin laki-laki hanya tinggal selama beberapa jam kemudian kembali ke kota S.
Sebelum pulang, Bu Ribut, ibunya Ori memberi wejangan-wejangan khusus buat Isun yang bejibun banyaknya.
"Ori itu kalau sebelum tidur harus minum susu dulu."
Minum susu? susu dari mana coba? Si putih sudah dikorbankan, di rumah nggak ada bayi. Satu-satunya stok susu yang ada...Isun melirik dadanya sendiri.
"Hihihi..." dia tertawa sendiri.
"Kalau malam dia suka ke kamar mandi. Kamar mandinya musti bersih. Dia suka nggak keluar BAB nya kalau WC nya kotor."
Kamar mandi harus bersih? Lah kamar mandi rumah kan lantai dan dindingnya semen, warnanya abu-abu, ya nggak mungkin kelihatan bersih lah...WC.... waduh, padahal WC nya...
"Kalau tidur dia musti dingin kamarnya terbiasa pakai AC, kalau kamarnya pengap suka nggak bisa tidur anaknya."
"Kamarmu ada AC nya kan, nak?"
AC? gampang nanti waktu tidur jendela dibuka biar isis.
"Sebelum mandi, peralatan mandinya harus sudah siap. Dia nggak bisa pakai sikat gigi, handuk, atau sabun milik orang lain, harus khusus."
Dia ini manusia apa sapi? Si putih juga musti disendirikan handuk sama sabunnya.
Dan seterusnya...dan seterusnya masih banyak yang lain. Isun hanya menjawab, iya Bu...iya Bu, sambil tertawa pelan kalau di kepalanya melintas pemikiran-pemikiran aneh.
Menjelang sore rumah mulai lengang. Tamu tinggal beberapa. Sang pengantin mulai merasa gerah.
Isun baru tahu kalau ternyata Ori hanya membawa sebuah tas berukuran sedang. Seukuran tas punggung anak sekolah.
Keduanya sekarang berada di kamar dengan posisi Ori sedang rebahan di ranjang dan Isun duduk di pinggir dekat kaki.
"Aku ingin mandi, ambilkan handukku dalam tas," pinta Ori dengan mata terpejam
"Iya."
Isun membuka tas yang sedari tadi hanya dilihatnya.
"Mana handuknya, mas?"
Karena handuknya tidak terlihat. Isun terpaksa mengeluarkan satu persatu isi tas.
Di dalamnya ada satu sarung, dua kaos polo, empat ****** ***** yang ditenteng keatas oleh Isun sambil membatin 'sepertinya besar ini ukurannya daripada punya Danu'. Lalu tertawa kecil.
Kenapa tidak membawa celana panjang?
Di sisi samping tas ada alat mandi. Dan ternyata suaminya membawa lengkap kebutuhan mandinya sendiri. Baiklah, paling tidak dia tidak akan kerepotan menyiapkan.
"Sudah puas memporak porandakan isi tasku?"
"Eh...maaf, hahaha..., nggak bermaksud," saking terkejut sampai-sampai sampo yang tadi dia pegang jatuh ke bawah.
Ori mengubah tidurnya menjadi miring ke sisi agar bisa melihat Isun, "kenapa ****** ***** ku tadi di tenteng-tenteng begitu? penasaran sama isi dalamnya ya?"
"Plak," suara keras sebuah pukulan membahana dalam kamar bersamaan dengan teriakan Ori, "aduh, Sun..."
Orang-orang yang sedang di depan kamar semua pada diam. Termasuk bapak dan ibu.
"Pak, mantumu teriak," bisik ibu.
"He'eh."
Ketika yang lain melanjutkan kesibukannya. Bapak sama ibu berjalan mendekati kamar.
"Pak, dengerin."
"Bu, moso anakmu ganas."
Sementara yang di dalam sedang membersihkan botol sampo yang tadi jatuh dan ada tumpahan sampo di lantai.
"Mas, licin."
"Ya gimana lagi Sun, kan memang licin."
Ibu dan bapak saling pandang, "aku panas Bu."
"Hush...gak mungkin pak, anakmu gak pengalaman, pasti belum berani."
Lalu dari dalam terdengar lagi suara.
"Jangan begitu, Sun. Tuh kan keluar..."
"Haduh maaf mas..."
"Isshhhh...gimana ini, jadi keluar begini."
Sekarang wajah bapak sama ibu jadi merah seperti kepiting rebus. Keduanya bergantian mengedarkan pandangan ke sekitar. Jangan-jangan ada yang mendengarkan selain mereka berdua.
"Anakmu, isin-isini pak," bisik ibu.
Ibu bergegas berdiri dan menuju dapur. Bapak berjalan menuju balai sambil menyambar kipasnya yang tergeletak diatas meja makan lalu mengipasi tubuhnya yang terasa panas.
Ketika terdengar bunyi 'klik' tanda pintu kamar dibuka, pandangan bapak reflek langsung menuju ke arah kamar.
Isun keluar membawa segenggam tisu kotor. Sedangkan Ori mengalungkan handuk di lehernya. Dan jubahnya sudah berganti menjadi sarung dengan atasan kaos polo.
Waktu keduanya melewati bapak. Mata bapak tidak mau lepas sedikitpun. Ori menundukkan kepala sebagai rasa hormat yang dibalas bapak dengan tatapan mata tajam.
Sudah kau apakan saja anakku–begitu kira-kira arti tatapan itu.
Ketika melewati ibu di dapur. Ibu juga melakukan hal yang sama.
Awas saja kalau sampai kau buat anakku menangis–itu kira-kira yang ada di otak ibu, membayangkan Isun akan kesakitan karena melakukan itu untuk pertama kali.
Sampai di depan kamar mandi Ori tidak langsung masuk. Dari pintu dia mengawasi ke dalam. Melihat lantainya, dindingnya dan atapnya yang langsung bisa menatap awan. Bak mandinya berupa kendi besar yang terbuat dari tanah liat dengan gayung yang berlumut. Semuanya begitu...eksotik.
Ori menghela napas berat, "kalau hujan, ga perlu nimba air ya, Sun. Langsung saja mandi dengan air hujan, anggap saja mandi pakai shower."
"Sudah langsung mandi sana, katanya sayang samponya yang nempel di tisu keburu kering."
Isun mengulurkan tangannya.
"Yah, emang sudah kering Sun," Ori membuang gumpalan tisu itu sembarangan.
"Sun, tungguin mas. Jangan ditinggal!" teriak Ori.
Dari kejauhan dekat pintu dapur, ibu dan bapak mengamati anak dan menantunya.
"Waduh, pak. Mandi saja minta ditungguin."
"Wajar pengantin baru. Kamu dulu malah minta dimandiin," sindir bapak.
"Ih," dua jari pun menyasar ke perut yang berhasil membuat bapak berteriak.
Selepas Maghrib rumah makin sunyi. Tinggal kerabat terdekat yang tinggal. Membersihkan sisa-sisa acara.
"Sun suaminya diajak keluar, suruh makan," teriak ibu. Biasalah orang desa, sebelum tidur makan dulu, biar tidurnya nyenyak.
"Sun, mas nggak mau makan. Kalau sekarang makan nanti malam kebelet, siapa yang anterin ke kamar mandi?" ujar Ori mendengar teriakan ibu.
"Sun!" kali ini bapak yang berteriak.
"Ayo, mas. Nggak enak sama ibu sama bapak. Nanti dikirain kita lagi apa di kamar berduaan terus."
"Eh kita kan halal," menyentuh sesuatu yang menjulang diatas sana.
"Mas!" pekik Isun perlahan dengan wajah merah padam.
"Sun!" sekarang dua orang tua itu berteriak bebarengan.
Dengan berat hati Ori akhirnya mau keluar. Duduk di meja makan lalu dengan malas menyantap hidangan yang tersedia diatas meja.
Satu suapan, eh...kok enak. Lalu masuk lagi suapan kedua, wah makin enak. Akhirnya sepiring tandas lanjut ke piring yang kedua.
Katanya nggak mau makan malam, nanti kebelet–Isun.
Lapar apa doyan–ibu
Itu perut apa karung–bapak.
"Terimakasih, Bu, pak. Alhamdulillah perut saya kenyang. Insyaallah ini akan menjadi amalan yang akan membawa ke surga buat ibu dan bapak."
Lebay–semua.
Acara makan malam telah usai. Semua orang berada dalam kamar masing-masing.
Dalam kamar pengantin suasana sunyi menyergap. Aroma wewangian yang sengaja disemprotkan diatas ranjang menusuk hidung.
Kamingsun dan Donworry masing-masing duduk berjauhan di ujung ranjang. Saling pandang dengan hati yang berdentum kencang. Bagi keduanya malam ini adalah benar-benar pengalaman pertama.
Jangankan berpacaran, bahkan dekat dengan lawan jenis pun keduanya tidak pernah.
Setiap satu helaan napas, Ori akan menggerakkan tubuhnya sedikit mendekat.
Tangan Ori terulur, kini keduanya saling bertukar hawa panas dari tubuh masing-masing. Menyentuh rambut Isun dan menyelipkannya ke belakang telinga.
Gairah sudah sampai di ubun-ubun. Kecupan diawali dari mata, kedua pipi, lalu hidung. Perlahan Ori mendekatkan bibirnya ke bibir merah jambu milik istrinya.
Tapi belum juga menyentuh, dari perut Ori terdengar bunyi 'gruuukkk'. Keduanya terdiam, tapi suara itu diabaikan begitu saja. Saat ini ada hal yang lebih penting untuk dilakukan daripada mencemaskan hal itu.
Lagi-lagi terdengar suara 'gruuukkk' yang sama.
"Sun, perutku...aduh Sun antarkan aku ke kamar mandi."
Isun yang semula sudah siap memejamkan mata langsung panik, "kenapa mas?"
"Perutku, aku nggak tahan lagi."
"Ayo mas, aku antar," keduanya jadi ribut tergesa ke kamar mandi.
"Aduh Sun."
Ori berjalan bergegas mendahului di depan.
"Mas mau kemana?"
"Ke WC," tiba-tiba Ori berhenti karena menyadari sesuatu, "Sun, di kamar mandi tadi tidak ada WC nya."
"Ya memang tidak ada."
Isun menarik tangan Ori lebih jauh ke tengah ladang. Di situ ada lubang menganga yang diatasnya diletakkan sebuah bambu panjang lalu di sekelilingnya ditutup bilik yang juga terbuat dari bambu.
"Sun, jangan bercanda kamu," melotot ke arah istrinya.
"Aku tidak bercanda, mas. Sudah naik sana duduk diatas Bambu."
Daripada BAB di celana terpaksa Ori mengikuti perintah Isun.
"Sun, jangan ditinggal!" teriak Ori.
"Nggak!" jawab Isun.
"Supaya aku tahu kalau kamu nggak pergi, kamu nyanyi Sun..."
"Nyanyi apa mas?!" haduh ngerepoti banget sih.
"Apa saja...!"
Akhirnya terdengarlah syair lagu...
Cicak-Cicak di dinding
Diam-diam merayap
"Sun geli, jangan nyanyi cicak!" teriak Ori lagi.
Haduh malam-malam malah ngajak karaokean. Mending kalau di kamar, ini di kegelapan, banyak nyamuk pula.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Evelyn_Ryuu
donworry gitu amat dah🤣🤣
malam malam ngajak karauke ditengah ladang banyak nyamuk kasian si komingsun
2022-08-01
1
Ish_2021
dua
2022-07-09
0