~Flashback on~
"Papa, sudah memutuskan Ervin, akan menikahimu Batari."
"Begitu pun sebaliknya Ervin, sudah menyetujui." Ujar David.
"T-tapi, Pah--" Cicit Batari.
"Kenapa? Apa kau tidak ingin Ervin, bertanggung jawab?" tanya David.
"Tari, tidak setuju untuk menikah dengan kak Ervin, yang notabennya adalah kakak Tari sendiri Pah."
"Dan Tari, juga sudah memutuskan untuk menggugurkan bayi ini." Ucap Batari.
"Papa, tidak pernah mengajarkan anak Papa, untuk menjadi seorang pembunuh!" Ujar David, dengan mengepalkan tangannya.
Deg!!
Perkataan David, yang begitu mencelos membuat Batari, speechless.
"Urungkan niatanmu itu karena besok kau harus menikah dengan, Ervin!" Ucap David, kembali lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar, Batari.
~Flasback off~
Batari, pun menyalami tangan Ervin, yang sekarang sudah sah menjadi suaminya. Begitu pun sebaliknya Ervin, pun mencium kening Batari, sebagai istri sahnya di mata hukum dan agama.
...***...
"Sekarang Batari, sudah menjadi istrimu. Kau harus menjaganya dengan baik!" Ujar David, dengan menepuk sebelah pundaknya.
"Baik Pah, aku akan menjaga Batari. Karena dia adik kecilku." Ucap Ervin, yang tidak mendengar baik ucapan, David.
"Adik!" Ulang David, dengan menaikan sebelah alisnya.
"M-maksudku istri, ya istri." Ucap Ervin, dengan mengulang ucapanya.
"Oh iya Papa lupa, kau akan tinggal di sini atau di rumahmu?" tanya David.
"Di rumahku saja Pah, bolehkan aku langsung pindah membawa Batari ke rumahku!" Jawab Ervin, seraya meminta izin.
"Sure, karena Batari sudah menjadi tanggung jawabmu sekarang." Ucap David, menganggukan kepalanya.
"Baiklah pah, aku akan ke kamar Batari untuk memberitahunya." Ujar Ervin.
"Kau pelan-pelahlah berbicara dengannya." Ucap David, yang diangguki Ervin. Lalu melangkahkan kakinya menuju kamar, Batari.
Tok... Tok... Tok...!
Ceklekkkkk
"Ada apa?" tanya Batari, ketika sudah membuka pintu kamarnya.
"Boleh aku masuk?" tanya Ervin, seraya meminta izin kepada, Batari.
"Sure." Ucap Batari, dengan mempersilahkan Ervin, masuk ke kamarnya.
"Kau masih marah, karena aku menikahimu?" tanya Ervin.
Batari, pun hanya terdiam tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan, Ervin.
"Seb--" Ucap Ervin, yang langsung menggantung ucapannya.
"Ekhmm! Aku, datang ke sini hanya ingin memberitahumu bahwa kau harus ikut denganku untuk tinggal di rumahku." Tutur Ervin.
"Jadi bersiap-siaplah dan beresi barang-barang yang kau butuhkan untuk di bawa ke rumahku." Tuturnya lagi dengan ekspresi Batari, yang hanya terdiam.
"Hanya itu yang ingin aku katakan." Ujar Ervin, yang beranjak dari tempat duduknya untuk keluar dari kamar, Batari.
"Aku tidak bisa menerima pernikahan ini." Ucap Batari. Dengan Ervin, yang menolehkan wajahnya menatap wajah, Batari.
"Aku tahu, bukan hanya dirimu yang tidak bisa menerima pernikahan ini tetapi aku juga sama sepertimu." Ujar Ervin.
"Karena kita sama-sama tidak menerima pernikahan ini, bisakah kita membuat kesepakatan." Ucap Batari.
"Sure." Jawab Ervin.
"Aku tidak mau ada kontak fisik sampai melebihi batas." Ucap Batari.
"Kau tenang saja, karena kita tidak akan satu kamar." Ujar Ervin, membuat perasaan Batari lega.
"Apa ada lagi?" tanya Ervin. Melihat Batari, menyunggingkan senyum kecilnya.
"Tidak ada." Ucap Batari, yang cepat-cepat menggelengkan kepalanya dengan kembali menormalkan ekspresi wajahnya.
"Baiklah aku tunggu kau di bawah." Ujar Ervin.
"Huh? Aku tidak pernah menyangka takdir hidupku yang harus menikah dengan kakakku sendiri!" Batin Batari, dengan menatap langit-langit kamarnya.
Kriettt
Batari, pun reflek menatap ke arah pintunya yang dibuka oleh seseorang.
"Tari." Ucap Ranti.
"Pyuhh! Untung, Mama." Batin Batari.
"Mau Mama, bantu untuk membereskan barang-barangmu?" tanya Ranti.
"Mah..." Ucap Batari, yang langsung memeluk Ranti begitu erat.
"Kenapa sayang?" tanya Ranti, yang mengelus punggung, Batari.
"Hiks... Hiks... Hiks...! Tari, tidak pernah membayangkan akan meninggalkan rumah ini sekaligus meninggalkan Mama, papa, bang Vano dan mba Ellona secepat ini." Cicit Batari.
"Karena kau sekarang adalah tanggung jawabnya suamimu bukan lagi tanggung jawab, Mama dan papa." Ucap Ranti, yang mengelus rambut panjang, Batari.
"Apakah pernikahan memang seperti itu, Mah?" tanya Batari.
"Ya sayang, Mama juga dulu meninggalkan orangtua Mama untuk mengabdi hidup dengan Papamu sebagai seorang istri." Jawab Ranti.
"Hiks... Hiks...! Tari, masih ingin berada di dekat Mama." Cicitnya dengan memeluk erat, Ranti.
...***...
"jika aku melihat kau menyakiti Batari, seujung kuku pun, kau yang akan berhadapan denganku langsung." Bisik Vano, dengan masih menampilkan wajah dinginya.
"Baik, Bang." Ucap Ervin. Memeluk Vano, tanpa adanya balasan dari, Vano.
"Hati-hati Vin, bawa mobilnya." Ujar Ranti, ketika Ervin memeluknya.
"Iya Mah, kami pamit sekarang." Ucap Ervin, dengan melepaskan pelukannya dan masuk ke dalam mobil lalu melajukan mobilnya. Hingga di sepanjang perjalanan Batari, yang tetap menangis.
"Apa kau tidak kasihan kepada bayimu dengan menangis terus menerus." Ujar Ervin.
"Hiks... Hiks...! Apa hubunganya dengan bayiku, yang menangis itu kan aku sendiri bukan bayiku!" Jawabnya dengan menunjuk ke perutnya yang masih rata.
"Hah? Aku lupa yang aku hadapi sekarang itu gadis yang belum dewasa bukan wanita dewasa." Ervin, membatin.
~1 jam kemudian~
"Ini rumah kak Ervin, aku baru tahu dia memiliki rumah sebesar ini. Bahkan lebih besar dari rumah, mama dan papa." Batinnya. Ketika mobil milik Ervin, memasuki gerbang rumah yang begitu luas.
"Come on Tari, apa kau akan tetap di dalam mobil terus." Ujar Ervin, yang sudah mengeluarkan semua koper milik Batari.
"Ahh, iya." Jawab Batari, yang langsung keluar dari mobil.
"Ini rumah, Kak Ervin?" tanya Batari.
Ervin, menganggukkan kepalanya. "Sebenarnya ini rumah impian Disha, untuk kami tinggali setelah kami berdua menikah." Jawab Ervin, tanpa memikirkan perasaan, Batari.
"Dan kau mengajakku tinggal di sini hanya untuk menggantikan posisi kak Disha, sementara." Batari, membatin.
"Seandainya, insiden ini tidak terjadi mungkin yang menempati rumah ini bukan aku melainkan, kak Disha." Ucap Batari. Membuat Ervin, merasa bersalah kata.
"Maaf, bukan seperti itu maksudku." Ujar Ervin.
"Aku mengerti, aku akan memberimu ruang untuk kau tetap menjalin hubungan dengan, kak Disha." Ucap Batari.
"Kau serius?" tanya Ervin, dengan menyunggingkan senyumnya.
"Sure," Angguk, Batari.
"Tapi--"
"Karena aku tidak ikut campur dengan hubunganmu begitu pun sebaliknya kau jangan ikut campur dengan kehidupanku." Ucap Batari.
"Sure," Ujar Ervin.
"Tapi kenapa kau mengizinkanku untuk tetap menjalin hubungan dengan, Disha?" tanya Ervin, dengan melipatkan kedua tangannya.
"Karena pernikahan ini terjadi atas dasar bayi di dalam perutku." Ucap Batari.
"Kita juga satu tujuan dengan tidak menerima pernikahan ini." Sambungnya.
"Lalu bagaimana denganmu ke depannya setelah kita bercerai?" tanya Ervin, dengan menatap wajah Batari.
"Setelah kita bercerai, bayi ini akan aku serahkan kepada mama dan papa yang akan menjadi orangtuanya dan aku akan kembali ke kehidupanku selanjutnya." Jawab Batari.
"Jangan bilang bayi ini akan kau anggap sebagai adikmu, bukan anakmu sendiri." Ujar Ervin, yang tidak setuju dengan ide gila Batari.
Angguk, Batari. "Mengertilah..." Lirihnya.
"Aku tidak setuju dengan ide gilamu itu."
"Bagaimana bisa kau, menjadikan anakmu sendiri menjadi adikmu." Ujar Ervin, dengan wajah yang sudah menahan amarahnya.
"Aku tidak memiliki pilihan lain, di sisi lain aku ingin mengejar semua impianku yang tertunda." Cicit Batari, dengan menundukkan kepalanya.
"Baiklah anggap saja kau begitu malu memilikinya, biar Disha-lah yang akan menjadi ibu sambungnya untuk anakku, jika kau tidak mengharapkannya." Ujar Ervin, yang melenggang pergi meninggalkan Batari yang masih mencerna ucapan Ervin.
"Apa ucapanku salah, benarkah aku masih belum menerima kehadirannya." Batin Batari, seraya mengelus perutnya.
Ervin, meletakkan semua barang-barang Batari, di kamar yang berada di lantai dua. Sedangkan kamarnya sendiri berada di lantai tiga.
"Kamarku di sebelah mana?" tanya Batari, yang sudah berada di belakang Ervin.
"Di sana!" Tunjuk Ervin. Langsung meninggalkan Batari, menuju keruang kerjanya yang berada di lantai tiga tepat di samping kamarnya.
Hati Batari, begitu mencelos melihat sikap dingin, Ervin kembali.
Dengan gontai Batari, melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang di warnai dengan cat berwarna putih dengan ukuran kamar yang tidak terlalu luas.
Batari, pun membuka koper bajunya dan mengeluarkannya seraya memindahkannya ke lemari.
Ketika Batari, membuka lemari yang berada di kamarnya betapa syoknya dengan banyaknya baju perempuan.
"Apakah semua ini milik, kak Disha." Batinya, yang melihat satu persatu baju yang masih ada labelnya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments