Chapter 2

~3 minggu kemudian~

"Hueek... Hueek..." Batari, mengeluarkan seluruh isi perutnya.

"Hueek... Hueek...." Batari, pun kembali memuntahkan isi perutnya dan badannya pun begitu lemas, wajahnya pun begitu pucat karena asupan makanan hari ini ia keluarkan semua.

"Tari, kau baik-baik saja?" tanya Ara.

"Iya Ra, mungkin aku salah makan tadi." Jawab Batari, meyakinkan sahabatnya.

"Oh, oke." Ujar Ara, kembali memoles wajahnya.

"Tidak mungkinkan aku--" Batin Batari, seraya mengingat tanggal tamu bulanannya yang tak kunjung datang juga.

"Tari, sudah selesai belum?" tanya Ara, kembali yang sudah selesai dengan makeupnya.

"Iya sebentar..." Ujar Batari, yang mencuci wajahnya lalu keluar dari toilet.

"Wajahmu begitu pucat Tar, mau aku antar kau ke dokter!" Tawar Ara.

"Ahh! Tidak usah Ra, biar nanti aku sendiri saja yang akan langsung periksa ke dokter." Ujarnya.

"Kau yakin Tar, bisa sendiri." Ujar Ara, penuh khawatir.

"Iya Ara, kau tidak perlu khawatir." Ucap Batari, seraya tersenyum untuk meyakinkan Ara, yang tengah mengkhawatirkannya.

Setelah jadwal kelasnya selesai buru-buru Batari pulang, tetapi sebelum pulang Batari, mampir terlebih dahulu ke apotek untuk membeli tespack (alat tes kehamilan), jantungnya pun berdetak begitu kencang karena anak gadis sepertinya dengan status belum menikah sudah membeli alat tes kehamilan.

"Mau cari apa, Kak?" tanya pegawai apotek.

"Saya mau beli tespack, Mba." Jawab Batari.

"Yang biasa atau yang bagus, Kak?" tanya pegawai apotek lagi.

"Dua-duanya, Mba." Jawab Batari, seraya celingak celinguk kanan kiri takut melihat seseorang yang di kenalnya.

"Semuanya 120k, Kak." Ujar pegawai apotek yang memberi satu kantung plastik.

"Terimakasih Mba, untuk kembaliannya ambil saja!" Ucap Batari, dengan terburu-buru pergi dari tempat apotek dan langsung menuju rumahnya.

"Ini tidak mungkin--" Ucap pelan Batari, dengan membekap mulutnya yang begitu syok.

Hasil keempat tespack semuanya dua garis merah yang menandakan semua hasilnya positif.

Batari, pun langsung menangis sejadi-jadinya.

"Hiks... Hiks... Hiks...! Aku harus bagaimana..." Gumamnya, dengan air mata yang sudah membanjiri wajah cantiknya.

"Aku tidak begitu tega untuk menggugurkannya, hiks..." Ujarnya yang sudah meluruhkan tubuhnya ke lantai dengan isak tangis yang semakin pecah.

"Tetapi jika aku tetap mempertahankan bayi ini..."

"Aku harus bagaimana? mama papa pasti akan sangat kecewa."

"Apalagi mereka akan begitu syok apabila mengetahui ayah biologis dari bayi ini adalah kakak kandungku sendiri, aku harus seperti apa ya tuhan." Ucapnya begitu pilu.

Hiks... Hiks... Hiks...

...***...

"Kau mau makan apa, Sayang?" tanya Ranti.

"Hanya minum susu aja Mah, aku sedang tidak berselera untuk sarapan." Jawab Batari.

"Tumben banget, apa kau sakit?" tanya Ranti, dengan raut khawatir.

"Agak sedikit mah, mungkin ini karena efek perubahan cuaca." Alibinya.

"Oh baiklah, jangan lupa nanti pas di kampus makan ya sayang, Mama takut maag kamu kambuh lagi." Ujarnya, dengan memberi gelas yang berisi air susu.

...***...

"Batari, coba kau jelaskan ini sama, Mama." Ujar Ranti, yang sudah meluruhkan air matanya yang sudah tidak terbendung lagi.

"B-bagaiman Mama, menemukan b-benda ini..." Cicit Batari, begitu syok dengan air mata yang sudah menggenang dipelupuk matanya.

"Siapa ayah dari bayi ini, Tari?" tanya Ranti, dengan memegang kedua pundak Batari, yang sudah bergetar.

"M-mama aku bisa jelasin tapi--" Dengan menggantungkan ucapannya.

"Mama, tanya siapa ayah dari bayi yang kau kandung, Batari!" Ujarnya dengan nada yang sedikit berteriak.

"Hiks... Hiks... Hiks...! Mah..." Jawab Batari, dengan tubuh yang sudah bergetar hebat. Dengan air mata yang begitu deras keluar dari pelupuk matanya.

"Maafin Batari, Mah, hiks..." Ujarnya yang sudah bersimpuh di bawah kaki, Ranti.

"Mah, Batari, kenapa kalian berdua kok menangis?" tanya David, yang baru memasuki rumahnya diiringi dengan Vano, dan Ervin, di belakangnya.

"Tanya saja pada anak kesayanganmu ini." Jawab Ranti, yang memalingkan wajahnya dengan air mata yang masih membasahi wajahnya.

"Maafin Batari, Mah, hiks...!" Ucap Batari, yang masih bersimpuh di kaki, Ranti.

"Jawab Papa, sayang apa yang kau perbuat hingga Mamamu marah dan menangis seperti ini?" Ujar David, dengan memeluk tubuh rapuh Batari, yang begitu bergetar.

"Hiks... Hiks... Hiks... Batari, udah bikin kalian kecewa, i'm sorry..." Jawabnya dengan suara yang masih terisak.

"Papa, harus lihat ini!" sarkas Ranti, yang memberikan keempat alat tes kehamilan kepada, David.

"Tespack! Mama, hamil?" tanya David, dengan menatap wajah, Ranti.

"Batari... Semua itu milik Batari."

"Dia hamil Pah, anak kita hamil di luar nikah, hiks..." Ucap Ranti, dengan air mata yang terus membanjiri wajahnya

"Apa!!!" Jawab kompak David, Vano dan Ervin.

David, yang begitu syok langsung melepaskan pelukannya. "Siapa ayah dari bayi ini, Batari?" tanya David.

"Hiks... Hiks... Hiks.. B-batari tidak tahu, Pah." Jawab Batari, dengan menundukkan kepalanya tanpa menatap wajah, David.

"Apa kau korban pemerkosaan sehingga kau tidak tahu siapa orang yang telah menghamilimu!" Ujar David, dengan begitu kecewanya.

Ervin, pun begitu syok. Ia pun begitu sangat bimbang antara mengakuinya atau tidak, hal yang selama ini ia sangat takutkan yaitu Batari, hamil.

"Iya Batari, siapa ayah dari bayi yang kau kandung. Biar Abang, yang akan menghajarnya." Ujar Vano.

"Batari, tidak tahu, Bang." Cicit Batari, dengan suara yang mulai parau.

"Tidak mungkin aku memberi tau kalian yang sebenarnya." Batin Batari, dengan seribu kebimbangannya.

"Cobalah kau ingat-ingat ciri-cirinya seperti apa..." Ujar Vano, yang mulai geram dengan jawaban Batari, yang tetap melindungi laki-laki yang sudah menghamilinya.

"Sudah Tari, bilang. Tari, tidak tahu Bang... hiks..." Ucap Batari.

"Papa, sudah gagal menjadi Orangtua." Ujar David, dengan mengeluarkan air matnya untuk pertama kalinya ia menangis di depan semua keluarganya.

"No Papa, Papa adalah Papa terbaik untuk, Tari. Tari, yang sudah gagal menjadi Putri kebanggaan untuk, Papa." Ucap Batari, yang langsung memeluk David kembali.

"Papa, tanya sekali lagi, ayah biologis bayi yang kau kandung itu siapa jawab jujur, Sayang?" tanya David, yang melepaskan pelukannya dan memegang kedua pundak, Batari.

"Batari, hamil mengandung anakku, Pah!" sarkas Ervin, yang membuka suaranya.

"Bajingan!!!" Teriak Vano, yang langsung menghajar Ervin, dengan membabibuta.

Bugh...! Bugh...! Bugh...!

"Dia itu Adikmu Ervin! Kenapa kau menghamilinya? Kau benar-benar bajingan!" Ucapnya dengan sangat membabibuta tanpa adanya perlawanan dari, Ervin.

"Stop Vano! Itu tidak akan menyelesaikan masalah!!!" Teriak David, hingga Vano pun berhenti membaku hantam Ervin, yang sudah terkapar di lantai dengan mengeluarkan darah dari mulutnya.

"Papa, tanya sekali lagi padamu untuk yang terakhir kalinya."

Apa yang dikatakan Ervin, itu benar? ayah biologis dari bayi yang kau kandung adalah benihnya." Ujar David, dengan mode seriusnya.

Batari, menganggukkan kepalanya tanpa menatap wajah David, yang sudah di kuasai dengan amarahnya yang menggebu-gebu.

"Buggghhh!!!" Pukulan David, yang langsung membuat Ervin, terhuyung kembali.

"Uhuk... Uhuk... Uhuk...!" Ervin, yang terbatuk-batuk dengan memegangi dadanya yang terasa sakit. Tetapi Ervin, pun tetap menahan rasa sakit yang tidak sebanding yang dirasakan Batari.

"Kalian harus segera menikah!" Ujar David.

"Apa!!!" Jawab Ervin dan Batari begitu kompak.

"Pah, mereka itu Kakak beradik apa kata orang jika mereka menikah." Ujar Vano, yang tidak setuju dengan ucapan, David.

"Benar yang diucapkan, Bang Vano, Pah." Beo Ervin, yang sudah kembali berdiri dengan memegangi sebelah dadanya.

"Kau mau lari dari tanggung jawab Ervin!" Geram David, dengan menarik kerah kemeja, Ervin.

"B-bukan begitu maksudnya, Pah..." Ujar Ervin, yang menatap kedua bola mata David, penuh amarah.

"Lalu kau tega jika bayi yang di kandung oleh Batari, tidak memiliki seorang ayah!" Tutur David, begitu telak. Dengan mendorong tubuh Ervin, hingga mengenai tembok.

"Uhuk... Uhuk...! Aku mau bertanggung jawab untuk membesarkan anak itu, tetapi tidak untuk menikahi Adikku sendiri, Pah." Ucap Ervin, dengan terbatuk-batuk yang semakin membuat geram David, mendengar jawaban dari Putra ketiganya itu.

"Papa, tidak mau tahu, kau harus bertanggung jawab dengan menikahi, Batari!" Tunjuk David, yang berlalu pergi keruang kerjanya.

"Aaaaaaargh!!" Ervin, begitu frustasi karena harus menikahi adiknya sendiri.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Fitria Dian Sulistiani

Fitria Dian Sulistiani

lanjut.. semangat

2022-09-06

0

Nining Yuningsih

Nining Yuningsih

akhirnya up lgi, semngat kaka💪💪

2022-09-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!