Chapter 3

"Mah..." Lirih Ervin.

"Kau harus bertanggung jawab Ervin, sebagai laki-laki sejati." Ujar Ranti.

"Kami itu Kakak beradik, tidak mungkin kami menikah secara inses, Mah." Ucap Ervin, seraya memohon yang sangat terlihat di kedua bola matanya.

Ranti, pun hanya terdiam dan meninggalkan mereka semua pergi menuju kamarnya.

"Kau benar-benar bajingan, Vin!" Tunjuk Vano, terhadap Ervin lalu pergi juga meninggalkan kedua adiknya.

"Ini semua gara-gara kau. Jika kau tidak mabuk mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi." Cicit Batari, dengan suara yang begitu parau.

"I'm sorry, Tari. Kumohon kau bujuklah, Mama dan Papa." Ujar Ervin, dengan nada memohon.

"Aku tidak bisa membujuk siapa pun, karena mereka semua begitu sangat kecewa." Ucap Batari.

"Lalu kau ingin aku, Kakakmu ini bertanggung jawab dengan menikahimu?" ujar Ervin, dengan menunjuk dirinya sendiri.

"Itu sangat tidak mungkin Batari, karena aku memiliki seorang kekasih, kau tahu kan betapa aku sangat mencintainya." Sambungnya.

"Disaat ini pun kau tetap memikirkan kekasihmu." Batin Batari, dengan tersenyum sinis.

"Aku juga tidak mau kau bertanggung jawab untuk menikahiku dan mengandung bayi ini." Ujar Batari, begitu telak. Membuat Ervin, begitu sakit mendengarnya.

"Kau berniat menggugurkan bayi yang tidak berdosa ini!" Tunjuk Ervin, pada perut rata Batari. Dengan nada setengah berteriak.

"Jika itu jalan satu-satunya kenapa tidak." Ujar Batari.

"Kau sungguh sangat egois." Lirih Ervin, dengan raut wajah kecewanya.

"Aku!" Tunjuk Batari, pada dirinya sendiri.

"Ya, kau sangat egois. Bagaimana mungkin kau sekejam itu menjadi seorang wanita." Ujar Ervin, dengan menggertakkan rahangnya.

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Harus menerima perkataan papa untuk menikah dengan kakakku sendiri!" Ucap Batari, dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Sudah aku katakan, aku ingin membesarkan bayi itu tanpa harus menikahimu, Tari." Ujar Ervin.

"Kau pernah berfikir tidak tentang diriku jika aku tetap mempertahankan bayi ini tanpa adanya suatu ikatan pernikahan?"

"Bagaimana nantinya orang-orang mengolok-olokku jika melihat perutku yang semakin hari semakin membesar, pernahkah kau memikirkan diriku sampai sejauh itu." Ucap Batari, dengan meneteskan kembali air matanya.

"Aaaargh! Lalu kau tetap ingin aku menikahimu, jika aku menginginkan bayi ini?" tanya Ervin.

"Tidak!"

"Aku, tidak akan bisa mempertahan bayi ini untuk dirimu." Ucap Batari, dengan pendiriannya.

"Kau sungguh keras kepala!" Geram Ervin.

"Kenapa jika aku menggugurkan bayi ini?"

"Kau bisa memiliki bayi dengan kekasihmu, bukanya kau sangat mencintainya." Ucap Batari.

"Ya pastinya jika kami berdua menikah, tetapi aku juga tidak bisa membiarkan bayiku yang lainnya lenyap begitu saja." Tutur Ervin, dengan menatap tajam wajah Batari.

"Kenapa kau seperti ini hiksss..."

"Aku memiliki kehidupan dan impian yang tengah aku kejar, hanya dalam sekejap semuanya hancur begitu saja hiksss..." Lirih Batari.

"Maafkan aku, Batari..." Ujar Ervin, yang akan memeluk Batari dengan berjalan tertatih. Hingga memegangi dadanya yang terasa ngilu.

"Stop! Tetap disitu. Jangan melangkah lagi!" Ujar Batari, menatap Ervin. Dengan rasa yang begitu sakit lalu detik berikutnya melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dengan perlahan-lahan.

Aaaaargh!!!

Ponsel Ervin, pun bergetar dan menampilkan nama di layar ponselnya wanita yang sangat dicintainya itu.

"Ya sayang, uhuk... uhuk...!" Ujar Ervin, dengan suara yang sangat parau dan terbatuk-batuk.

"Kau kenapa yang?" tanya Disha, dengan nada khawatir.

"Tidak sayang, aku hanya sedang terkena batuk saja kau tidak perlu mengkhawatirkanku." Alibinya.

"Baiklah, kau harus banyak istirahat kalau begitu." Ujar Disha.

"Iya sayang." Ucap Ervin, dengan begitu sweet.

"Ekhmmm, Kau menelponku hanya untuk hal itu cuma yang kau tanyakan." Ujarnya kembali.

"Tadinya aku ingin menagih janjimu untuk makan malam setelah banyaknya salah paham di antara kita." Ucap Disha.

"Astaga! Aku sungguh lupa sayang, apa aku jemput kamu sekarang juga?" tanyanya dengan meremas rambutnya sendiri.

"Lain kali saja yang, lebih baik kau istirahat saja, aku tidak mau kau sakit bertambah parah." Ucap Disha, penuh perhatian.

"Baiklah, ku tutup teleponnya I LOVE YOU." Ujar Ervin, dengan mengecup ponselnya.

"LOVE YOU TOO ERVIN, SAYANG." Jawab Disha, lalu memutuskan sambunganya membuat Ervin, tersenyum kembali dan melupakan problemnya sejenak.

"Cih! kau bahagia diatas penderitaanku, sungguh aku sangat membencimu!" Batin Batari, yang mendengar percakapan yang begitu romantis antara sepasang kekasih itu.

"Aku harus menemui papa sekarang" Ervin, membatin lalu melangkahkan kedua kakinya keruangan kerja, David.

"Tok... Tok... Pah, apa aku boleh masuk?" tanya Ervin, yang mengetuk pintunya dengan pelan.

"Masuklah!" Ucap David.

Kriettt...

Ervin, dengan berjalan tertatih dengan memegangi dadanya yang terasa sesak masuk keruangan, David.

"Ada hal apa lagi yang ingin kau tanyakan, Ervin?" tanya David, dengan menatap ke arah Ervin, yang begitu kacau dengan penampilannya yang sudah acak-acakan. Bahkan wajah tampannya pun sudah dipenuhi lebam-lebam.

"Lebih baik kau ganti bajumu dan obati luka di wajahmu!" Ujarnya lagi dengan mengalihkan pandangannya ke komputer kerjanya.

"Aku baik-baik saja. Papa, tidak perlu mengkhawatirkan aku, ada hal yang aku ingin sampaikan." Ujar Ervin.

"Ya silahkan, apa keputusanmu, Ervin?" tanya David, dengan tidak mengalihkan arah pandangnya dari komputer kerjanya.

"Pah, aku tidak bisa menikahi adikku sendiri, bagaimana hubunganku dengan Disha." Jawab Ervin, penuh mohon.

"Kau begitu egois Ervin, apa kau tidak memikirkan perasaan Batari, yang sudah kau hancurkan masa depannya!" Geram David, yang sudah mengepalkan kedua tanganya.

"Aku tahu Pah, aku telah menghancurkan masa depan Batari."

"Tetapi, aku tetap tidak bisa menikahi Batari. Walaupun aku ingin mempertahankan bayi dalam kandungannya." Tutur Ervin.

"Hanya ada satu pilihan Ervin, jika kau mengingin bayi itu kau harus menikahi Batari, dan meninggalkan kekasihmu!" Ujar David, yang menatap wajah Ervin. Dengan menyarankan sebuah pilihan.

"Tapi Pah--" Lirih Ervin.

"Tidak ada cara lain lagi dan Papa, berharap kau memilih untuk menikahi, Batari!" Ujar David.

"Aku tidak bisa membayangkan jika aku harus menikah dengan adikku sendiri, walaupun aku telah merusak masa depannya aku tetap tidak bisa menerima kenyataan ini." Batin Ervin, dengan menelan salivanya.

"Apa Papa, harus memohon seperti ini." Ucapnya, yang kini bersimpuh di kaki Ervin.

"Papa, tidak seharusnya bersimpuh di bawah kakiku." Ujar Ervin, yang mengangkat pundak David.

"Jika kau tidak ingin Papa, seperti ini. Kau harus bertanggung jawab untuk, Batari." Ujar David.

"Pah..." Beo Evin.

"Lalu kenapa kau menghamilinya?" sambung David, kembali.

"Waktu itu aku mabuk berat dan aku pun tidak mengingatnya sama sekali apa yang aku perbuat malam itu, hingga keesokan harinya aku menemukan Batari, yang tengah menangis kesakitan di kamarku dengan keadaan yang sangat kacau." Jawab Ervin, dengan memberi penjelasan kepada, David.

"Jika aku dalam keadaan sadar, mana mungkin aku menodainya, Pah." Sambungnya.

"Karena nasi sudah menjadi bubur, kau tidak memiliki pilihan lagi, Vin."

"Kau harus bertanggung jawab untuk menikahi, Batari!" Ucap David.

"Papa, akan memberimu waktu lagi untuk berpikir." Sambungnya, yang melangkahkan kakinya ke arah jendela.

"Aaaaaargh!" Dengan meremas rambutnya begitu kasar.

"Baiklah, tetapi satu hal yang harus Papa ingat."

"Aku tidak mau semua orang tahu pernikahan ini, termasuk Disha dan orang-orang di sekitarku." Ucap Ervin, dengan bernegoisasi meminta syarat.

"Baiklah, Papa setuju." Ucap David.

"Dan Papa, juga memiliki syarat untukmu, Vin." Sambungnya kembali.

"Apa, Pah?" tanya Ervin.

"Berpisahlah baik-baik dengan, Disha." Ucap David.

Dheg!

"B-beri aku waktu, Pah." Ujar Ervin, dengan mengepalkan kedua tangannya.

"Sure," Angguk David.

"Oh ya Vin, pernikahan harus dilakukan dengan cepat."

"Kau harus menikahi Batari, besok."

"Papa, udah pikirkan itu dengan sangat baik." Ujar David.

"B-besok, secepat itu..." Ucapnya, dengan terbata-bata dengan ekspresi wajah yang sangat syok.

"Saya terima nikah dan kawinya Caroline Batari Evano binti David Evano dengan maskawin uang tunai sebesar seratus lima puluh juta rupiah di bayar tunai." Ucap Ervin, dengan sekali tarikan nafas.

"Sahh..." Ujar Penghulu.

"Sahhhhh!" Ujar para saksi yang hanya keluarganya sendiri.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!