[JANGAN LUPA BERIKAN LIKE DAN KOMENTARNYA YAH KAK]
Sudah hampir dua minggu semenjak pernikahan diantara Dea dan Tirta, tidak banyak yang terjadi kecuali perubahan sikap dingin Zara ke Tirta yang membuat Zara seolah bukan istrinya.
Begitupun dengan sikap Zara ke Dea yang semakin menyayangi Dea dan posesif terhadap kandungan adiknya sebaliknya Tirta seolah tidak perduli dan masih berusaha meluluhkan hati Zara kembali.
Walaupun begitu Dea tetap kuat dan tegar karena ada Zara yang selalu menguatkannya, Zara selalu mengatakan bahwa cinta akan datang karena terbiasa, dan suatu saat nanti pasti Tirta akan mencintainya, tinggal menunggu waktu yang tepat.
"Mulai hari ini kalian harus tinggal Berdua di apartemen Bang Tirta yang ada di dekat kampus, daripada kosong kan mending kalian tempati," ujar Zara di sela sarapan mereka.
Tirta dan Dea yang mendengar itu langsung mendongak dan menatap Zara yang sedang memakan sarapannya.
"Gak bisa, Abang gak bisa ninggalin kamu," tolak Tirta.
"Jangan egois Bang! Dea juga butuh perhatian dia sedang hamil dan Abang harus adil," jawab Zara menatap wajah suaminya itu.
"Kurang adil apa Abang, dek? Dua minggu Abang tidur sama dia? Abang bahkan gak pernah tidur bareng kamu, dan kamu bilang Abang masih kurang adil?" tanya Tirta berdiri dari duduknya.
Ifa dan Gilang hanya diam melihat anak-anak mereka, mereka sudah dewasa dan figur orang tua disini jelas sudah tidak dibutuhkan lagi.
"Abang masih nanya? Apa pernah abang memperlakukan Adek aku sebagai seorang istri? Abang pernah mencintai dia?"
"Itu karena abang cuma mencintai kamu!"
"Lantas kenapa abang merusak Adek aku kalau abang cuma mencintai aku?"
Tirta bungkam, Zara menatap Tirta dengan mata memerah seolah ia mewakili perasaan adiknya sendiri, entah jenis istri macam apa Zara yang lebih membela madunya, tapi didalam situasi seperti ini hati nurani Zara sebagai wanita jelas harus bertindak.
"Disini sepenuhnya kesalahan ada pada Abang, jadi abang gak punya alasan lagi untuk menolak semuanya," Zara menunjuk suaminya dengan tatapan kekesalan.
Bruk!
Dea menggebrak meja makan dan menatap Zara dan Tirta bergantian.
"Selama ini aku berusaha menjadi gadis polos, pendiam dan menuruti semua alur yang diberikan, aku bahkan kehilangan jati diriku sebagai Dea yang kuat dan selalu mengemukakan apa yang dia ingin ucapkan, dan hari ini aku pengen negasin lagi di sini, tidak ada yang salah diantara kita bertiga, apa yang harus disesali lagi?" ujar Dea.
"Aku tidak masalah tidak dicintai, karena aku sadar aku ini hanya sosok protagonis yang seolah antagonis menjadi orang ketiga di pernikahan kakakku sendiri, aku harus apa? Apa aku pernah meminta keadilan pada Abang? Tidak kan? Jadi kalau abang memang tidak mau tinggal Berdua sama aku, yasudah aku tidak memaksa setidaknya aku sadar diri aku cuma benalu di kisah pernikahan Kak Zara dan Bang Tirta," tambah Dea.
Setelah mengucapkan kalimatnya Dea beranjak meninggalkan meja makan dan berjalan menuju kamarnya.
Sesampainya didalam kamar Dea memilih meringkuk diatas tempat tidurnya dan mengelus perutnya pelan sembari menangis dalam kesendiriannya.
"Apa kamu siap kalau kamu lahir tanpa ayah?" tanya Dea pada bayi dalam kandungannya.
Sedangkan diluar sana Tirta sudah pergi mengajar untuk kelas pagi di universitas dia bekerja, sedangkan Zara hanya memilih duduk di meja makan bertiga dengan Gilang dan Ifa.
"Kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Gilang yang membuat Zara beralih menatap ayahnya.
"Yakin Pa, biar aku yang menyerah didalam hubungan ini tapi sebelum itu aku harus memastikan kalau Bang Tirta sepenuhnya cinta sama Dea supaya ketika aku keluar aku gak perlu khawatir lagi tentang Dea, lagipula apa yang Bang Tirta bisa banggakan dari aku, menghamili Dea saja sudah membuktikan bahwa Bang Tirta memiliki tekanan batin tersendiri, dan lagipula aku bukan wanita yang sempurna, aku bahkan tidak bisa memberikan keturunan untuk Bang Tirta," jawab Zara yang tanpa sadar air mata jatuh dipelupuk pipinya.
"Semoga keputusan yang kamu buat itu benar," ujar Gilang.
Zara menyeka air matanya kemudian tersenyum kini dia punya satu misi dihatinya yaitu mengikhlaskan Tirta untuk Dea, karena dia yakin bahwa sebenarnya dia hanya menjaga jodoh adiknya selama enam tahun ini, dan ini tekad Zara, mengikhlaskan suaminya bukan berarti dia menyerah, dia yakin tuhan telah menyiapkan pria yang lebih baik lagi ketika dia benar-Benar lepas dari hubungan rumit ini.
Di kampus sendiri Tirta tidak fokus mengajar karena pikirannya terpecah oleh perkataan Dea dan Zara, benarkah dia kurang adil dalam hubungan ini, ataukah karena hanya belum menerima kenyataan bahwa dia memiliki dua istri dan dia sudah terbiasa mencintai Zara daripada Dea.
Apakah istilah cinta karena terbiasa itu ada? Ataukah hanya dia saja yang tidak pernah belajar mencintai Dea yang akan memberikannya keturunan setelah enam tahun menyandang status suami.
Setelah memikirkan keputusan ini matang-matang, Tirta memutuskan untuk menerima usulan dari Zara untuk tinggal Berdua dengan Dea, setidaknya ini bentuk keadilannya dengan belajar mencintai Dea, setidaknya sampai Dea melahirkan anaknya.
Toh Zara sendiri sudah tidak peduli dengan status pernikahan mereka yang kian hari Zara kian dingin padanya.
Setelah pulang dari mengajar, Tirta menyempatkan diri membersihkan Apartemen yang akan dia tempati bersama Dea sebelum pulang ke rumah.
Sesampainya Di rumah, terlihat Zara, Gilang dan Ifa sedang duduk diruang tamu, Tirta masuk dan mencium kening Zara sebelum lanjut menuju kamar Dea untuk membereskan barangnya.
"Dea, mulai hari ini kamu sama abang tinggal Berdua di apartemen, tapi jangan senang dulu, Abang akan belajar mencintai kamu, tapi abang gak mungkin mudah untuk bisa berbagi cinta dengan cepat kepada dua orang yang berbeda," ujar Tirta mengambil koper dan memasukkan bajunya dan baju Dea kedalam koper.
"Hanya untuk membuktikan keadilan Abang sebagai suami kan? Sudah kutekankan kalau aku tidak perlu dicintai juga toh ini semua formalitas sampai anak ini lahir dan endingnya yang abang pilih tentunya tetap kak Zara, setidaknya biarkan hanya aku yang belajar mencintai abang setidaknya sebagai anak dari bayi ini," Dea berdiri dan kini berada di belakang Tirta.
Tirta yang mendengar itu terdiam dan membalikkan badannya melihat Dea yang menatapnya dengan tatapan sayu.
"Setidaknya biarkan Abang belajar mencintai kamu, dan untuk berbagi cinta biarkan Abang berusaha untuk itu dan akhirnya biarkan waktu yang menjawab," Tirta memegang tangan Dea dan membawanya ke ruang tamu.
Gilang, Ifa dan Zara yang melihat itu langsung berdiri dari duduknya dan mendatangi Tirta dan Dea yang membawa koper.
Tirta melepaskan tangan Dea dan menghampiri Zara yang sedang berekspresi dingin seperti biasanya, ia mencium kening Zara dan memegang tangannya.
"Sesuai permintaan kamu, Abang akan berusaha adil dan mencoba mencintai Dea," ujar Tirta melirik Dea yang berdiri sembari menunduk.
"Dan aku akan kembali kerja di perusahaan Danu, setidaknya ini usaha aku untuk bersiap diri hidup tanpa seorang suami," jawab Zara yang membuat Tirta mengerutkan keningnya karena hanya Tirta yang mendengarnya.
Zara kemudian berjalan mendekati Dea dan memeluk adiknya hangat, berbeda dengan tadi ekspresi Zara kini sangat hangat kepada adiknya.
"Kakak mau dengar kabar tentang kamu yang akan menjadi istri satu-satunya Bang Tirta, secepatnya, berjuanglah setidaknya untuk mendapatkan cinta Bang Tirta," bisik Zara yang hanya didengar oleh Dea.
Dea yang bingung hanya tersenyum dan memeluk erat kakaknya sebelum Tirta memegang tangannya dan menariknya keluar untuk naik ke aston martinnya.
Zara hanya berdiri diteras melihat suaminya pergi bersama istri keduanya, setidaknya ini adalah rencana Zara sendiri karena dia yang akan menyerah pada akhirnya.
Ifa yang melihat putri sulungnya langsung mengusap pundak putrinya itu, sedangkan Zara memegang tangan Ifa kemudian tersenyum.
"Terkadang kita harus mengikhlaskan untuk hidup bahagia," monolog Zara sebelum masuk kedalam rumah.
Didalam mobil Dea hanya terdiam meremas bajunya menghadapi fakta akan tinggal Berdua dengan suami kakaknya yang sekarang merupakan suaminya.
Tirta yang melihat kegelisahan Dea dan sudah memikirkan tentang kesalahannya sekarang, langsung memegang tangan Dea dan mengusapnya perlahan.
"Maafin Abang, Tapi Abang janji akan jadi suami yang baik, dan Abang akan tetap berusaha mencintai Adek," ujar Tirta.
Selama dua minggu pernikahan mereka ini kali pertamanya Tirta begitu tulus dalam berbicara kepadanya, setidaknya yang Dea pikirkan sekarang, mengembalikan suami kakaknya walaupun dia harus merasakan sakitnya ditinggalkan nanti.
- TBC
[WADUH DUA-DUANYA SAMA-SAMA PENGEN NGIKHLASIN SUAMI MEREKA LAGI YAUDAH TIRTA BUAT AUTHOR AJA KALAU GITU WKWKWKWK]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Endang Priya
thor gilang ayah angkat dea kan ya..
harusnya dea tidak menggunakan binti gilang.
karna mmg tidak ada nasabnya.
mau tidak mau ya binti fulan. karna mmg tidak diketahui jalur nasabnya.
2022-03-02
4
Endang Oke
makin tdk masuk akal nih cerita. dea bisa hamil tdk di ceritakan!!! terus zara sayang gitu sama dea. ah goblog bsnget yg baca cerita ini.
2022-01-03
0
Taddalana
aku salut sama zara...dengan kekurangan dia sadar akan kekurangannya yg tidak bisa memberikan keturunan dan memilih menghindar....
2021-12-20
0