Adikku, Istri Kedua Suamiku
Disclaimer Dulu Kakak jadi karena banyak yang bilang udh cacat logika karena menikahi adik beradik dalam agama tidak Boleh.
Saya Ubah jadi Dea adalah adik angkat kepada Zara yah kak.
sudah saya revisi.
Terima Kasih.
°°°°°
"SIAPA YANG SUDAH MENGHAMILI KAMU!"
Teriakan Gilang memenuhi ruangan keluarga tersebut, sosok ayah dari dua orang putri yang harus menghadapi kenyataan bahwa putri bungsunya telah hamil diluar nikah.
Dea, sosok gadis polos yang bingung harus bagaimana hanya terdiam kaku dengan air mata dipipinya, sebuah Testpack ditanganinya sudah membuktikan bahwa kini ia tengah mengandung.
Zara sang kakak dan Ifa sang ibu hanya menatap iba perempuan itu, mereka sama terpukulnya dengan Gilang menghadapi kenyataan buruk ini.
"KATAKAN! SIAPA AYAH DARI ANAK ITU!" teriak Gilang menunjuk Dea. "SAYA MENYESAL MEMUNGUT KAMU DI JALANAN JIKA KELAKUAN KAMU SEPERTI INI"
Zara yang sudah tidak tega segera menghampiri adiknya dan membawanya kedekatannya, bagaimanapun dia sangat menyayangi adiknya itu karena adiknya yang paling mengerti tentang dirinya.
Walaupun Dea adalah Adik angkat yang diadopsi orang tuanya ketika Dea berusia lima tahun, tapi Zara tetap menyayanginya dan Dea juga selalu menyayangi kakaknya.
"Sudah Pa, jangan bentak Dea terus, biarkan dia tenang, Zara mohon kita harus bicarakan ini dengan kepala dingin," pinta Zara yang air matanya juga sudah turun mendekap Dea.
Ifa juga ikut menenangkan suaminya sehingga kini Gilang duduk dengan tangan memijit pangkal hidungnya karena pusing dengan apa yang terjadi sekarang.
"Ayo dek," Zara mengajak Dea untuk duduk di sofa dan menenangkan adiknya itu. "Bilang sama kakak siapa yang sudah menghamili kamu,"
Dea terdiam, bibirnya kaku dan lidahnya seketika kelu mengingat kejadian yang membuatnya bisa hamil seperti ini, ditambah dia bingung ingin mengatakan siapa yang membuatnya seperti ini.
"Kak, jangan marah," pinta Dea menatap kakaknya dengan air mata yang mengalir dipipinya.
"Janji, sekarang kamu bilang ke kakak siapa yang sudah ngehamilin kamu," jawab Zara mengelus puncak kepala adiknya.
"B ... Bang Tirta,"
Duarr! Seketika gelap menguasai Zara, ia mencoba menolak bahwa nama yang disebutkan oleh Dea adalah suaminya, ia memegang pundak Dea dan menguncangnya.
"Siapa yang sudah ngehamilin kamu?" tanya Zara memastikan dengan nada bicara yang lemah.
"Maafin Dea kak," Dea menghambur ke pelukan kakaknya sedangkan Zara hanya diam tak bergeming berusaha menerima kenyataan tersebut.
"JANGAN BERCANDA DEA!" bentak Gilang yang sama kagetnya dengan Zara.
"Aku gak bohong, ayah anak ini itu Bang Tirta," jawab Dea kembali menangis yang membuat Gilang melempar vas bunga yang ada didepannya.
"Sudah Pa, kalau memang benar Bang Tirta yang menghamili Dea, maka aku sendiri yang akan menikahkan mereka, karena aku gak akan terima kehormatan adik aku diambil tanpa tanggung jawab sekalipun dia adalah suamiku," Zara berdiri dari duduknya.
Zara hendak berjalan kembali ke kamarnya namun segera ditahan oleh Dea yang tampak sedih karena secara tidak langsung dia sudah mengkhianati kakaknya.
"Maafin Dea," ujar Dea menatap Zara dengan wajah sendu.
Zara melepas tangan adiknya kemudian bersimpuh didepan adiknya dan memegang kedua pipinya.
"Setiap perempuan berhak mendapatkan keadilan dan kakak janji kamu akan dapat keadilan itu," ujar Zara mencium kening adiknya. "Sekarang kamu ke kamar biar kakak yang urus semuanya,"
Setelah mengucapkan kalimatnya Zara berjalan kembali ke kamarnya sedangkan Dea memilih untuk ke kamarnya juga sesuai permintaan kakaknya meninggalkan Gilang dan Ifa yang masih tidak habis pikir dengan kerumitan hubungan adik dan kakak ini.
Didalam kamar Zara yang tadi berusaha tegar langsung menangis sejadi-jadinya dia menghamburkan semua barang-barang di kamar tersebut karena frustrasi menerima kenyataan pahit ini.
Ia duduk bersandar di dinding dengan air mata yang turun dipipinya, hatinya kini terbagi dua, dia tidak menyangka suaminya melakukan ini dan disatu sisi lainnya dia juga tidak bisa membiarkan adik kesayangannya begitu saja.
Sedangkan Dea hanya duduk meringkuk diranjang, semua ajaran kakaknya tentang cara menjadi wanita tegar sudah hilang begitu saja, sekarang dia seperti bukan Dea yang dulu, dia depresi dan menganggap kehidupannya akan hancur setelah ini.
Dea berjalan ke kamar mandi mengambil air wudhu begitupun dengan Zara dikamarnya, dua wanita taat agama ini memilih menyerahkan akhirnya kepada Allah.
"Apa yang harus kulakukan? Melepaskan suamiku untuk adikku atau mempertahankan rumah tanggaku?" ujar Zara ditengah doanya.
"Ya allah, Dea harus bagaimana? Dea hanya memilih menyerahkan takdir Dea kepadamu karena sesungguhnya skenario darimu adalah sebaik-baiknya skenario kehidupan," ujar Dea disela doa-doanya.
¤¤¤¤¤
Tirta Danuarta, seorang dosen di universitas swasta, telah menikah dengan Zara selama enam tahun lamanya tapi belum di karunia anak karena Zara yang mandul, dalam keadaan putus asa dia pulang dalam keadaan mabuk dan tanpa sadar melakukan hal yang tidak seharusnya dia buat terhadap adik iparnya Dea.
Kejadian satu malam itu ternyata menjadi awal dari kehidupan Tirta yang baru dan polemik rumah tangganya baru dimulai sekarang.
Hari ini dia hanya mengajar satu kelas, dia sudah merindukan wajah istrinya Zara, dia sangat menyayanginya walaupun Zara tidak bisa mempunyai anak, sedangkan Dea, tidak menampik Tirta juga menyimpan sebuah perasaan yang enggan di ungkapkan.
Mobil Tirta terparkir di kediaman keluarga Gilang, ia tinggal bersama istri, mertua dan adik iparnya di rumah besar itu, ia melepas dua kancing kemeja atasnya sambil membawa tas ransel dia berjalan dengan gontai kedalam rumah.
Tirta Tidak memiliki wajah yang sangat tampan, hanya seorang pria dengan hidung mancung, kulit kuning langsat, dan brewok yang tumbuh di sekitar bibirnya menambah kesan maskulinnya dan tegasnya sebagai dosen.
Tirta kini sudah tiba di teras rumah yang memiliki dua lantai itu, namun ia tidak tahu apa yang sudah menunggunya didalam sana dan apa yang akan mengubah kehidupannya.
Kriettt!
Suara decitan pintu dibuka membuat Zara yang sedang duduk sendirian di sofa berdiri dari duduknya, ia berdiri dengan ekspresi datar menghadap ke suaminya yang baru saja menutup pintu setelah masuk.
"Sayang?" Tirta berjalan mendatangi Zara dan mencium kening istrinya itu.
Zara tidak menjawab ia hanya diam dan mengeluarkan sebuah Testpack milik Dea yang membuat Tirta menatap heran.
"Punya kamu? Kamu hamil?" tanya Tirta memegang bahu Zara.
"Dea, itu punya Dea," jawab Zara yang membuat Tirta berhenti mengguncang tubuh Zara.
"Hah? Mana mungkin?" tanya Tirta Tidak percaya.
Plak!!!
Sebuah tamparan dari Zara melayang ke pipi suaminya, enam tahun pernikahan mereka Zara tidak pernah sekalipun marah ataupun berbuat kasar pada suaminya dan hari ini menjadi kali pertama dia melakukan itu.
Tirta memegang pipinya yang ditampar dan menatap Zara dengan tatapan penuh pertanyaan, sedangkan Zara yang seolah tahu apa yang ingin diketahui suaminya hanya tersenyum kecut.
"Dengarkan aku bajingan, Dea sekarang hamil dan dia hamil anak kamu Bang! Dan sekarang kamu masih menanyakan itu lagi?" teriak Zara emosi.
Seketika Tirta kembali memutar ingatan dimana malam tragis terjadinya pergumulan antara dia dan Dea Karena kekhilafan Tirta sendiri yang telah merenggut kehormatan adik iparnya.
"Maafin Abang, dek, Abang khilaf," Tirta bersimpuh sembari memegang tangan Zara seolah ia telah mengakui semua kesalahannya.
Zara hanya diam menahan air mata diantara rasa sakit hatinya dia enggan menatap wajah suaminya yang telah mengkhianatinya, dia lebih memilih menepis tangan suaminya dan membuang muka dan berusaha tegar.
"Abang akan lakuin apapun dek, Maafin Abang," Tirta perlahan menangis menyesali semua perbuatannya.
Sedangkan didalam kamar Gilang dan Ifa hanya terdiam membiarkan Zara mengurus semuanya.
"Nikahi Dea, jadi seorang pria yang bertanggung jawab," ujar Zara datar.
Seperti disambar petir di siang bolong, Tirta membulatkan mata sempurna atas pernyataan istrinya, dia berdiri dari posisinya dan menatap lekat mata istrinya.
"Bagaimana denganmu?" tanya Tirta memegang pundak Zara.
"Abang masih mempertanyakan itu? Mana ada istri yang ingin berbagi suami? Tapi jika ini menyangkut kehormatan adikku, nyawaku saja rela aku berikan, jika Abang masih ingin maaf dariku, Nikahi Dea," jawab Zara perlahan menangis.
Tirta yang melihat itu segera menarik Zara ke pelukannya dan mencoba menenangkannya, didalam kamar sana Dea juga ikut sedih dan menyesali semua yang sudah terjadi.
"Abang tidak mencintai Dea," bisik Tirta yang membuat Zara melepas pelukannya.
"Semua akan berubah seiring berjalannya waktu, Abang bersiap-siap saja, malam ini abang harus menikahi Dea," jawab Zara meninggalkan Tirta yang linglung sendirian.
¤¤¤¤¤
Jam menunjukkan pukul delapan malam, beberapa orang saksi dari pihak keluarga Tirta dan keluarga Dea kini telah berkumpul diruang tamu, malam ini mau tidak mau Tirta harus melangsungkan pernikahannya dengan Dea.
Tirta duduk berdampingan dengan Dea, pernikahan dadakan tanpa persiapan membuat Tirta gelisah tanpa sebab, sedangkan didepan mereka Penghulu sudah siap dan juga disamping kiri dan kanan para wali nikah mereka juga sudah siap.
Zara dan Ifa duduk berdampingan, Zara berusaha tegar ditengah fakta bahwa kini suaminya akan menikahi perempuan lain, tapi dia juga harus menelan pil pahit kalau perempuan itu adalah adiknya sendiri.
"Saudara Tirta Danuarta, saya kawinkan dan nikahkan engkau dengan saudari Dea Aninda binti Gilang Widaryanto, dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai,"
Suara penghulu yang kini menjabat tangan Tirta menggema diruangan itu, Tirta terdiam beberapa saat sebelum menjawab ijab kabul tersebut dan Zara hanya terdiam dalam senyumannya seolah ia tidak merasakan sakit apapun.
Dea yang ayahnya ia tidak tahu dimana pun hanya bingung, dan memilih seorang dari pihak keluarga Orang Tua angkatnya sebagai wali gantinya.
"Sa ... Saya, terima nikah dan kawinnya; saudari Dea Aninda Binti Gilang Widaryanto dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!" jawab Tirta.
Hening.
"Bagaimana para saksi?" tanya penghulu tersebut.
"Sah!" teriak mereka serentak.
Sontak air mata seketika jatuh dipelupuk mata Zara, ia benar-benar harus menerima fakta buruk ini dan mengikhlaskan dirinya membagi suami dengan adiknya sendiri.
Setelah acara ijab kabul tersebut selesai, Dea segera mendatangi kakaknya yang berdiri tidak jauh darinya, setelah sampai didepan kakaknya dia segera bersujud meminta maaf atas apa yang telah terjadi.
Zara yang melihat itu menjadi tidak tega dan menarik bahu Dea untuk berdiri, Zara mengelus pipi Dea dan memeluk adiknya itu.
"Jangan cengeng lagi, kakak udah gak bisa ngehapus air mata kamu kalau nangis, sekarang kamu udah gede udah punya suami, awas kalau cengeng, kakak gak tanggung jawab," ujar Zara tersenyum manis.
"Zara ..." Suara berat Tirta yang hendak meraih tangan Zara membuat Zara dan Dea menoleh ke hadapannya.
Zara yang merasa tangannya dipegang segera menarik tangannya dan berjalan menjauhi Tirta.
"Aku capek, Mas mulai malam ini tidur sama Dea aja yah, jangan khawatir aku gak akan nuntut macam-macam, Dea sedang hamil dan aku mohon mas jaga dia dengan baik," ujar Zara meninggalkan Dea dan Tirta disusul oleh Ifa dan Gilang.
Dea masih menunduk dihadapan Tirta yang kini menjadi suaminya, ia tidak berani menatap wajah itu sedikitpun.
"Ba .. Bang?" ujar Dea gugup.
Tirta tidak menjawab, dia lebih memilih mengejar Zara ke kamarnya meninggalkan Dea yang lebih memilih kembali ke kamarnya sendiri.
- TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
Lanjut
2022-10-29
0
Siti Sri Wahyuni
mampir
2022-09-03
0
cah solo
ada niat terselubung
2022-05-31
0