Bab. 2 Perpisahan

"Kau jangan mencari-cari kesalahanku!" kilah Soraya gugup.

"Jangan membodohiku lagi Soraya, aku sudah cukup bersabar dengan segala tingkahmu itu. Kembalilah menjadi istri dan ibu yang baik bagi Zahra dan aku akan memaafkanmu karena Zahra sangat membutuhkanmu!" pinta Edward menekan egonya kuat demi kebahagiaan semua orang.

"Semua untuk Zahra dan semua juga salahanku. Pernahkah terpikir jika semua permasalahan ini timbul karenamu!" tunjuk Soraya pada Edward membuat wajah pria itu merah padam, tangannya mengepal kuat tetapi dia masih menahan diri.

"Katakan dimana salahku?" kata Edward tegas namun tetap tenang sambil maju beberapa langkah. Nafasnya mulai terdengar memburu.

"Kau selalu bepergian lama meninggalkanku, sekalinya kau pulang itu juga larut malam. Esok harinya kau sudah harus pergi lagi. Ketika kau libur bukannya hari itu menjadi waktu kita berdua kau malah berselingkuh dengan map-map yang ada di ruang kerjamu. Kau tidak memikirkan aku, kau hanya mementingkan urusanmu sendiri. Menyalurkan hasratmu setelah selesai lalu tidur tanpa mengindahkan perasaanku, seolah aku hanya bonekamu saja," ungkap Soraya. Mata Edward memerah seketika, rahangnya terlihat mengetat dan jakun di lehernya bergerak naik turun. Tangannya sudah terbuka ingin melayang sebuah tamparan untuk istrinya tapi jika itu dia lakukan semua masalah ini tidak akan pernah usai.

"Aku seorang wanita yang butuh di perhatikan, jika yang lain memberikanku kebutuhan itu maka jangan salahkan aku jika berpaling darimu."

Edward tertawa sinis lalu melihat ke arah Soraya dengan tatapan tajam, dingin dan terluka.

"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Edward

"Aku hanya ingin berpisah darimu!" jawab Soraya. Mata Edward melebar seketika. Dia tidak mengira kalimat perpisahan akan keluar dari bibir Soraya dengan begitu mudahnya. Dia menelan Salivanya yang tercekat mengusap wajah lalu menarik nafas dalam, mengatur emosinya. Membalikkan tubuh.

"Akh!" emangnya murka.

"Setelah sepuluh tahun pernikahan kita, kau mengucapkan kalimat perpisahan dengan begitu enteng. Apakah kau pernah memikirkan hatiku dan Zahra?" tunjuk Edward dengan suara rendah namun penuh penekanan.

''Hanya karena Zahra aku masih bertahan hingga detik ini, aku lelah dengan rutinitas pertengkaran kita. Aku ingin menyelesaikannya." Soraya berjalan hendak keluar dari rumah, namun tangannya di cekal oleh Edward.

"Soraya aku belum selesai bicara!" seru Edward menggelegar.

"Sudahlah Edward, kita berdua butuh waktu untuk sendiri. Sekarang aku ingin keluar dari rumah ini dan memikirkan semuanya lagi." Soraya menepis cekalan tangan Edward dan melangkah pergi tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

Edward hanya bisa memandangi kepergian wanita yang sangat dicintainya dengan hati yang hancur.

Tubuhnya melemas seketika. Dia mendudukkan diri di kursi lalu menumpu siku pada lututnya. Dua ibu jarinya memijat kepalanya yang pening. Perpisahan apakah itu akan baik untuk Zahra? Sedangkan anak itu sekarang sudah mulai tertutup dan tertekan. Dia butuh seseorang untuk menghibur anaknya yang pasti itu bukan Soraya karena wanita itu hanya mencintai dunianya.

Edward tidak sadar jika pertengkarannya dengan soraya diperhatikan oleh Zahra dari lantai atas. Anak itu hanya bisa mengatupkan dua bibirnya rapat-rapat. Ingin berlari memeluk ayahnya namun tidak bisa. Kakinya masih sangat sakit untuk digerakkan, dia hanya bisa memandangi kesedihan ayahnya dari jauh.

"Ayah … ." gumam Zahra lirih yang ikut sakit melihat pertengkaran itu. Dan dia merasa bersalah karena dia yang menyebabkan mereka berpisah.

"Mbak kita masuk saja kembali ke kamar," pinta Zahra pada pengasuhnya, lirih dengan suara yang serak.

***

Pagi harinya, di sebuah rumah sederhana Deya bangun dengan wajah segar penuh semangat. Dia menatap sang mentari dari jendela yang sudah dibuka oleh ibunya. Semilir angin yang masih berhawa sejuk menerpanya.

"Pagi dunia, apakah hidupku pada hari ini akan secerah dirimu?" Deya tersenyum dan merogoh bawah bantalnya mencari handphone 3G yang selalu menemaninya pergi. Walau itu handphone jadul, setidaknya itu bisa menjadi satu-satunya alat komunikasi yang dia miliki untuk berhubungan dengan orang luar.

Dia melihat beberapa pesan dari Lia. Gambar makan malam yang dilakukan Lia bersama suami kontraknya dan gambar makanan yang dia makan. Juga beberapa pesan penting untuknya.

Lia menulis beberapa pesan untuknya. "De ke rumahku siang nanti sebelum jam makan siang, Okey!"

"Asiiap," tulis Deya pada pesannya.

Hati Deya berdegup kencang dengan pesan yang Lia sampaikan. Apakah Lia sudah mendapatkan calon suami kontrak untuknya?

Rasa gugup kembali menyerangnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Deya melihat jam di dinding. Sudah pukul tujuh lebih empat puluh menit.

Dari rumahnya ke apartemen Lia membutuhkan waktu dua jam jika langsung mendapatkan angkutan kota. Jika tidak macet dan tidak ada masalah lainnya yang menghalangi perjalanannya.

Deya langsung mengambil handuknya dan berlari pergi ke kamar mandi. Dia sempat berpapasan dengan ibu yang sedang membawakan ayah segelas teh hangat.

Dia memelankan langkahnya dan berjalan menunduk lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Ratmi, ibu Deya, teriris hatinya ketika melihat Deya. Rasa gagal untuk membawa anaknya hidup lebih baik membuatnya terpuruk. Wajahnya tertunduk ketika duduk di hadapan suaminya. Buliran bening itu kembali turun tanpa bisa dicegahnya.

"Sabar Bu, aku pun sama merasakannya. Semua ini terasa berat untuk kita berdua. Kita hanya bisa berdoa, semoga Deya bisa mendapatkan jalan yang baik dan kehidupan yang baik pula setelah ini. Kita tidak bisa mencegahnya namun jangan menghakiminya karena dia butuh support penuh dari kita," ucap Seto. Ratmi memandang wajah suaminya.

"Jangan berpikir aku setuju dengan langkahnya. Bagiku lebih baik kehilangan rumah ini dari pada melihat Deya hancur. Namun kita tidak bisa mencegah keinginan anak itu. Aku takut dia malah pergi dan memberontak pada kita."

Ratmi menjatuhkan diri dalam dada suaminya dan mencurahkan kesedihan lewat isak tangisnya. Seto memeluk istrinya dan mengusap lembut punggung Ratmi. Dia merasa gagal menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga sehingga menyebabkan keluarganya menjadi menderita seperti ini.

Setelah mandi dan merapikan dirinya Deya membawa tas keluar dari kamar. Dia berjalan melewati keluarganya dengan menundukkan kepalanya.

"Deya, makan dulu, Nak," panggil lembut ibunya. Deya menengadahkan wajahnya melihat ke arah ibu, ayah dan dua adik yang sedang menatap ke arahnya. Rasa perih kembali menghampiri dirinya.

Sebuah senyum terbit dari bibir Deya membuat wajah muramnya kembali cerah. Deya duduk di kursi samping adiknya yang paling kecil.

"Kakak punya cokelat untuk kalian," bisik Deya lalu mengambil dua batang coklat dari tasnya.

Mata adiknya terbelalak senang. Mereka langsung berebut mengambil coklat itu.

"Terima kasih, Kak," kata keduanya.

"Hanya itu?" tanya Deya. Dua-duanya langsung mendekati Deya dan mencium pipi kakaknya.

Deya tersenyum senang.

"Maaf Ibu, aku bangun kesiangan jadi tidak bisa membantu ibu membuat kue," ucap Deya.

"Hari ini, Ibu libur membuat kue," jawab Ratmi dengan dada yang sesak. Ingin rasanya dia memeluk Deya dan mengucapkan kekhawatirannya akan pekerjaan terlarang yang ingin dilakukan anaknya. Namun dia menahan dirinya.

"Oh, wah! Telur mata sapi dengan sambal kecap. Ini makanan kesukaanku, Bu." Deya menyendokkan nasi ke piringnya dan mengambil satu telur mata sapi lalu di siram sambal kecap di atasnya. Deya makan dengan lahap pagi ini. Walau sederhana namun makanan ini terasa lezat untuk mereka.

Seto memandangi anaknya dengan senyum tipis yang hampir tidak terlihat. Anaknya telah dewasa sekarang sudah bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak. Dia percaya Deya tidak akan berbuat hal-hal yang akan menodai nilai-nilai agama yang dianutnya.

Setelah selesai dengan makannya, Deya melihat ke arah jam tangan. Sudah pukul sembilan. Dia langsung berdiri dan berpamitan.

Deya berlari melewati gang sempit yang hanya selebar lima puluh centi saja. Sepanjang jalan orang-orang terlihat menyapanya. Akhirnya dia bisa keluar dari gang sempit itu dan berjalan menuju jalan raya.

"Deya, semangat," gumamnya pada diri sendiri.

Dia hendak menyeberang jalan ketika sebuah mobil hampir saja menabrak dan membuat dia jatuh di aspal yang panas.

"Awww ... ," pekik Deya kesakitan.

Dia memegang sikunya yang berdarah.

"Dek, kau tak apa-apa?" tanya seorang pria dengan tubuh menjulang tinggi ke atas yang berada di sampingnya. Silaunya sinar matahari membuat wajah pria tidak terlihat jelas.

Pria itu lalu membantu Deya berdiri.

"Kalau mengendarai mobil yang hati-hati dong, Om. Om lihat! Sikuku berdarah karena jatuh tadi. Jika tadi aku tidak segera menghindar, aku pasti sudah mati," geram Deya.

"Tapi kau masih bisa berdiri tegak 'kan," jawab pria itu sembari menyunggingkan senyum jahil.

Terpopuler

Comments

lalalicious

lalalicious

Hi thor salam kenal ya👋 "My Favorite Wife" sudah mampir nih, jangan lupa mampir baca juga ya thor🤗

2023-05-30

0

NetizeN MahaBapeR

NetizeN MahaBapeR

aku hadir thor

2022-09-09

1

Nila Nila

Nila Nila

aku masih disini nyimak ya

2022-07-30

2

lihat semua
Episodes
1 Bab.1 Selingkuh
2 Bab. 2 Perpisahan
3 Bab. 3 Pria Recehan
4 Bab. 4 Tidak Beruntung
5 Bab. 5 Apa Yang Kau Punya?
6 Bab.6 Instan
7 Bab. 7 Bayar Lunas
8 Bab. 8 Jantungan
9 Bab.9 Masih Adakah Tawarannya?
10 Bab. 10 Membuat Masalah
11 Bab. 11 Murka Deya
12 Bab.12 Hanya Untuk Bersenang-senang
13 Biang Masalah
14 Bab. 14 Bayaran Pelayanan
15 Bab.15 Bila Bosan Melanda
16 Bab. 16 Meminta Ijin
17 Bab.17 Saling Mencintai?
18 Bab.18 Pria Sejati
19 Bab. 19 Belum Dewasa
20 Bab. 20 Pemberitahuan Langsung
21 Bab. 21 Seperti Sekuntum Bunga
22 Bab.22 Kepergok
23 Bab. 23 Marah
24 Bab.24 Milik Siapa?
25 Bab. 25 Lelah dan Capai
26 Bab. 26
27 Bab. 27 Komitmen
28 Bab.28 Maaf
29 Bab. 29
30 Bab. 30 Rival
31 Bab. 30 Kulit Merah
32 Bab. 32 Membujuk Suami
33 Bab. 33 Pilihan Salah
34 Bab. 34
35 Bab. 35 Tragedi Mencekam
36 Bab. 36 Lebih Baik
37 Bab. 37 Langkah Pertama
38 Bab. 38 Orang ketiga
39 Bab. 39
40 Bab.40 Istri Sah
41 Bab. 41 Kembali Lagi
42 Bab. 42 Tidak Nyaman
43 Bab. 43 Penolakan
44 Bab. 44 Bujukan Halus
45 Bab. 45 Taruhan Harga Diri
46 Bab. 46 Galau
47 Bab. 47 Manis
48 Bab. 48
49 Bab. 49 Cemburu
50 Bab. 50 Rindu Menggelora
51 Bab. 51 Rasa Cinta
52 Bab.52
53 Bab. 53 Sebuah Alasan
54 Bab. 54 Menggoda Suami
55 Bab. 55 Luapan Emosi
56 Bab. 56 Statusnya
57 Bergabung
58 Bab 58 Kesehatan Mental
59 Bab. 59.Gangguan Jiwa
60 Bab. 60
61 Bab. 61 Gundah
62 Bab. 62
63 Bab. 63
64 Bab. 64
65 Bab. 65 Pinta Aya
66 Bab. 66 Hal Terbaik
67 Bab. 67 Belum Mencinta
68 Bab. 68 Belajar Menghadapi Masalah
69 Bab 69. Dukungan istri sah
70 Bab. 70 Makan Malam Menegangkan
71 Bab. 71
72 Bab. 72 Kecewa
73 Bab. 73 Introgasi
74 Bab. 74 Melawan
75 Bab. 75 Nasihat
76 Bab. 76
77 Bab. 77
78 Bab. 78 Mantan
79 Bab. 79
80 Bab. 80
81 Bab. 81 Pilihan Berat
82 Bab. 82 Kabar Baik atau Buruk?
83 Bab. 83 Pinta Yang Sulit
84 Bab. 84 Pamit
85 Bab. 85
86 Bab. 86 Kau Hamil?
87 Bab. 87 Tak Ingin Usai
88 Bab. 88 Status Gantung
89 Bab. 89
90 Bab 90 Rindu
91 Bab. 91 Kecewa
92 Bab. 92 Kenangan Ini.
93 Bab. 93 Pulang ke Rumah
94 Bab.94 Keras Kepala
95 Bab. 95 Kembali
96 Bab. 96 Ingin Cerai
97 Bab. 97 Penyesalan Terdalam
98 Bab. 98 Sakit
99 Bab. 99 Belahan Jiwa
100 Bab. 100 Jujurlah!
101 Bab. 101
102 Bab. 102 Meyakinkannya Hati
103 Bab. 103 Restu
104 Bab. 104 Anak Sendiri
105 Bab. 105 Akur
106 Bab. 106
107 Bab. 107
108 Bab. 108 Rumah Impian
109 Bab. 109 Surprise yang Tidak Surprise
110 Bab. 110
111 Bab. 111
112 Bab. 112
113 Bab. 113 Bidadari Surga
114 Bab. 114 Pembuktian
115 Bab. 115
116 Bab. 116 Sidang Penentuan
117 Bab. 116 Tuduhan Pedas
118 Bab. 118 Mencintai adalah hal terindah bagiku?
119 Bab. 119. Menyesal
120 Bab. 120 Liburan
121 Bab.121 Momen Indah
122 Bab. 122 Mertua Sakit
123 Bab. 123
124 Bab. 124
125 Bab. 125
126 Bab. 126
127 Bab. 127
128 Bab 128
129 Bab. 129
130 Bab. 130
131 Bab. 131
132 Bab. 132 Takut Kehilangan
133 Bab. 133 Jangan pergi Bunda.
134 Bab. 134
135 Tamat
Episodes

Updated 135 Episodes

1
Bab.1 Selingkuh
2
Bab. 2 Perpisahan
3
Bab. 3 Pria Recehan
4
Bab. 4 Tidak Beruntung
5
Bab. 5 Apa Yang Kau Punya?
6
Bab.6 Instan
7
Bab. 7 Bayar Lunas
8
Bab. 8 Jantungan
9
Bab.9 Masih Adakah Tawarannya?
10
Bab. 10 Membuat Masalah
11
Bab. 11 Murka Deya
12
Bab.12 Hanya Untuk Bersenang-senang
13
Biang Masalah
14
Bab. 14 Bayaran Pelayanan
15
Bab.15 Bila Bosan Melanda
16
Bab. 16 Meminta Ijin
17
Bab.17 Saling Mencintai?
18
Bab.18 Pria Sejati
19
Bab. 19 Belum Dewasa
20
Bab. 20 Pemberitahuan Langsung
21
Bab. 21 Seperti Sekuntum Bunga
22
Bab.22 Kepergok
23
Bab. 23 Marah
24
Bab.24 Milik Siapa?
25
Bab. 25 Lelah dan Capai
26
Bab. 26
27
Bab. 27 Komitmen
28
Bab.28 Maaf
29
Bab. 29
30
Bab. 30 Rival
31
Bab. 30 Kulit Merah
32
Bab. 32 Membujuk Suami
33
Bab. 33 Pilihan Salah
34
Bab. 34
35
Bab. 35 Tragedi Mencekam
36
Bab. 36 Lebih Baik
37
Bab. 37 Langkah Pertama
38
Bab. 38 Orang ketiga
39
Bab. 39
40
Bab.40 Istri Sah
41
Bab. 41 Kembali Lagi
42
Bab. 42 Tidak Nyaman
43
Bab. 43 Penolakan
44
Bab. 44 Bujukan Halus
45
Bab. 45 Taruhan Harga Diri
46
Bab. 46 Galau
47
Bab. 47 Manis
48
Bab. 48
49
Bab. 49 Cemburu
50
Bab. 50 Rindu Menggelora
51
Bab. 51 Rasa Cinta
52
Bab.52
53
Bab. 53 Sebuah Alasan
54
Bab. 54 Menggoda Suami
55
Bab. 55 Luapan Emosi
56
Bab. 56 Statusnya
57
Bergabung
58
Bab 58 Kesehatan Mental
59
Bab. 59.Gangguan Jiwa
60
Bab. 60
61
Bab. 61 Gundah
62
Bab. 62
63
Bab. 63
64
Bab. 64
65
Bab. 65 Pinta Aya
66
Bab. 66 Hal Terbaik
67
Bab. 67 Belum Mencinta
68
Bab. 68 Belajar Menghadapi Masalah
69
Bab 69. Dukungan istri sah
70
Bab. 70 Makan Malam Menegangkan
71
Bab. 71
72
Bab. 72 Kecewa
73
Bab. 73 Introgasi
74
Bab. 74 Melawan
75
Bab. 75 Nasihat
76
Bab. 76
77
Bab. 77
78
Bab. 78 Mantan
79
Bab. 79
80
Bab. 80
81
Bab. 81 Pilihan Berat
82
Bab. 82 Kabar Baik atau Buruk?
83
Bab. 83 Pinta Yang Sulit
84
Bab. 84 Pamit
85
Bab. 85
86
Bab. 86 Kau Hamil?
87
Bab. 87 Tak Ingin Usai
88
Bab. 88 Status Gantung
89
Bab. 89
90
Bab 90 Rindu
91
Bab. 91 Kecewa
92
Bab. 92 Kenangan Ini.
93
Bab. 93 Pulang ke Rumah
94
Bab.94 Keras Kepala
95
Bab. 95 Kembali
96
Bab. 96 Ingin Cerai
97
Bab. 97 Penyesalan Terdalam
98
Bab. 98 Sakit
99
Bab. 99 Belahan Jiwa
100
Bab. 100 Jujurlah!
101
Bab. 101
102
Bab. 102 Meyakinkannya Hati
103
Bab. 103 Restu
104
Bab. 104 Anak Sendiri
105
Bab. 105 Akur
106
Bab. 106
107
Bab. 107
108
Bab. 108 Rumah Impian
109
Bab. 109 Surprise yang Tidak Surprise
110
Bab. 110
111
Bab. 111
112
Bab. 112
113
Bab. 113 Bidadari Surga
114
Bab. 114 Pembuktian
115
Bab. 115
116
Bab. 116 Sidang Penentuan
117
Bab. 116 Tuduhan Pedas
118
Bab. 118 Mencintai adalah hal terindah bagiku?
119
Bab. 119. Menyesal
120
Bab. 120 Liburan
121
Bab.121 Momen Indah
122
Bab. 122 Mertua Sakit
123
Bab. 123
124
Bab. 124
125
Bab. 125
126
Bab. 126
127
Bab. 127
128
Bab 128
129
Bab. 129
130
Bab. 130
131
Bab. 131
132
Bab. 132 Takut Kehilangan
133
Bab. 133 Jangan pergi Bunda.
134
Bab. 134
135
Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!