04

Seperti apa yang sudah mereka sepakati bersama. Saat ini Ilham dan teman-temannya sudah berkumpul di tempat tongkrongan mereka.

Bukan sebuah tempat yang istimewa ataupun bangunan megah yang menjadi tempat tongkrongan anak-anak orang kaya itu.

"Pak! es nya satu ya" ucap Firman yang baru saja tiba di tempat itu.

Hanya sebuah warung sederhana yang menjadi tempat mereka berkumpul. Sebelum melakukan apa yang sudah mereka rencanakan maka warung ini menjadi ramai dengan kehadiran kesepuluh pemuda itu.

"Sebentar ya" ucap bapak pedagang itu yang mendapatkan acungan jempol dari Firman.

"Kapan kita go?" tanya Firman setelah duduk dengan posisi mengangkangi kursi panjang has warung pinggir jalan.

"Nanti lah lima belas menit lagi" ucap Doni melihat jam tangannya.

Mereka hanya menggunakan kaos yang sedikit ketat di lapisi kemeja dan celana jeans. Seperti itulah kesukaan mereka berpakaian di luar sekolah.

"Biar mereka yang nunggu kita, bukan kita yang nunggu mereka, iya gak Ham?" seru Gio di angguki Ilham yang masih diam menikmati es di hadapannya.

"Senjata kita gimana?" bisik Roy melirik teman-temannya satu persatu.

"Ck, kaya gak biasa aja sih" decak Diki membuat Roy terkekeh garing.

"Kalian ini selalu kompak ya! dari baju sampe motor sama semua" ucap bapak pedagang sembari meletakkan es milik Firman.

"Biasalah pak, kami ini sohib dari masa-masa orok" sahut Gio santai mendapat jitakan dadi Mono.

"Kita aja baru ketemu di dua tahu lalu, sama Ilham apa lagi dia yang bukan asli sini" ucap Mono.

"Kita aja yang kenal lebih dulu cuma lima tahu sama masa sekolah menengah pertama dulu, gak ada yang sohib dari orok" kata Toni pula.

"Jangan ngadi-ngadi ya, tampol juga nih" Diki memukul paha Gio lumayan keras hingga si pemilik mengelus pahanya yang terasa panas.

"Jahat banget sih kamu mas, menyakiti pahaku hingga menembus relus tulang" Gio mulai mendramatis membuat yang lain bergidik geli.

Sedangkan Ilham hanya diam saja tampa respon. Dirinya memang bukan hanya cuek dan acuh pada perempuan saja, tapi dengan lingkungan pun acuh juga. Meski begitu Ilham tetap peka dengan keberadaan orang-orang di sekitarnya dan bahkan tahu wajah-wajah yang sering berada di sekitarnya.

Meski acuh Ilham masih mau melihat siapa yang memanggilnya walau tidak merespon.

"Go go go go" seru Doni semangat berdiri dari duduknya.

Teman-temannya pun tak kalah semangatnya dari Doni langsung berdiri untuk mulai beraksi. Kali ini giliran Toni yang membayar minuman mereka dans etelahnya baru lah tancap gas pergi menuju gedung yang sudah jompo kalau kata Doni.

Rombongan motor ninja besar milik anak-anak orang kaya itu mulai meninggalkan tempat nongkrong mereka.

Motor Doni lah yang paling depan memimpin jalan. Meski sering melakukan aksi tawuran dan berkelahi dengan kelompok lainnya, di tempat-tempat umum Ilham dan kawan-kawan tetap menjadi anak yang patuh akan aturan.

Apa lagi di jalan, mereka tidak pernah menjadikan kekayaan orang tua untuk berbuat sombong dan sesukanya.

Sebenarnya yang sering menyebut mereka perusuh dan berandalan adalah orang-orang yang tahu kalau mereka suka berkelahi dan tawuran saja. Bagi Ilham dan kawan-kawan sendiri, itu bukanlah sifat berandalan yang sesungguhnya.

Karena mereka berkelahi dan tawuran di tempat yang jauh dari pemukiman dan tidak pernah berbuat onar di sembarang tempat. Masih mau mematuhi peraturan, itulah yang membuat orang tua mereka tidak pernah tahu akan kenakalan mereka itu.

Sampai di lokasi yang sudah di tentukan Ilham dan teman-temannya melihat sudah ada orang-orang berseragam yang menunggu mereka. Baju di keluarkan dan kancingnya di buka ala anak sekolah berandalan.

Motor di parkirkan di dekat motor musuh yang kebanyakan motor modifikasi dengan kenalpot yang berisik.

Meletakkan motor di dekat motor lawan merupakan taktik perang dari Ilham dan kawan-kawan. Segala kemungkinan bisa saja terjadi, dan sebelum hal-hal tidak di inginkan terjadi maka pencegahan sudah lebih dulu di lakukan.

"Heh! jadi kalian hanya sepuluh orang saja! apa sekolah favorit itu hanya memiliki sepuluh jagoan? lemah sekali" ejek pemuda dari sekolah tetangga itu.

"Memangnya kenapa kalo kami cuma sepuluh orang!" ucap Doni santai.

"Kalian berapa orang?" tanya Diki.

"Cih! lihatlah para pecundang ini mereka menanyakan jumlah kita yang sudah jelas lebih banyak dari mereka" ucap lawan menunjuk Ilham dan kawan-kawan.

"Lihatlah motor mereka keren banget, gimana kalo kita taruhan aja?" tawar salah satu daris ekolah tetangga itu yang terpikat dengan motor mahal milik Ilham dan kawan-kawannya.

"Kalo kalian menang motor kami untuk kalian tapi kalo kami yang menang motor kalian jadi punya kami, gimana?" lanjutnya.

Teman-teman Ilham saling pandang dengan wajah sok kaget mereka. Tidak lama terdengar tawa mengejek dari mereka selain Ilham yang tidak suka basa-basi.

"Kalo mengkhayal itu jangan ketinggian nanti jatuh sakit" ejek Mono.

"Mereka ini bukan lagi mengkhayal Mon tapi lagi mimpi di siang bolong" sambung Gio.

"Timpang banget penawaran kalian, motor kami masih bagus lah motor kalian butut" sarkas Bagas.

Wajah lawan memerah karena tidak terima di hina seperti itu.

"Jangan hina motor kami ya cuma karena motor kalian bagus" tunjuk salah satunya marah.

"Maaf maaf nih ya bro, kita gak menghina tapi ini nyata, penawaran kalian itu timpang motor kita bagus kalo kalian jual tuh semua bisa buat beli rumah mewah lah kalo motor kalian kami jual rumah siapa yang bisa di beli, motor kalian juga tinggal tulang sama organ dalamnya aja biar masih bisa hidup" ucap Diki.

Merasa marah dan kesal karena terus di ejek lawan maju.

"Jangan cuma besar mulut aja kalian, buktikan kemampuan kalian" ucap mereka.

"Maju kalo kalian gak modal mulut" ucap Ilham buka suara berdiri di bagian palinh depan.

Perkelahian pun tidak terelakkan lagi di tempat itu. Kelompok Ilham yang kalah jumlah tidak membuat mereka kalah berkelahi. Bahkan sedikit goresan pun tidak mereka dapatkan, Ilham dan kawan-kawannya memang bisa bela diri jadi mereka hanya akan maju berkelahi kalau ada tantangan saja.

Melumpuhkan musuh ala Ilham dan kawan-kawan juga tidak banyak pukulan. Menghindar menghindar pukul pukul, musuh jatuh karena lebih ke lelahan menghajar tanpa perlawanan.

"Hah! selesai" ucap Firman mengusap-usap kedua tangannya setelah menyelesaikan urusan mereka.

"Baikkan kami!" kata Diki tersenyum menatap lawan yang duduk ngos-ngosan.

"Jelas baiklah kita orang mereka gak kenapa-napa gitu" sahut Gio.

"Ayo pulang" ajak Ilham mendekati motornya.

Teman-teman Ilham berjalan mendekati motor mereka untuk pergi. Bagaimanapun mereka tidak pernah bertahan lama di tempat berkelahi kalau sudah selesai. Apa lagi lawan mereka yang masih memakai seragam.

"Hati-hati di jalan pulang ya, jangan sampe ketahuan polisi" ucap Bagas.

"Cepat pulang nanti di marahi mama kalian kalo telat pulang" nasehat Toni sebelum melaju pergi menyusul teman-temannya yang sudah melaju lebih dulu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!