Sebelumnya.....
Bu Ida kembali ke rumah dengan wajah yang marah-marah. Dia terus saja mengomel saat berjalan masuk ke dalam rumah.
Arya yang tengah menyantap makanannya di meja makan menengok ke arah Bu Ida yang langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Ibu kenapa?" Ucap Arya bicara sendirian, kemudian menghabiskan makanannya.
Sementara Bu Ida di dalam kamar tengah mengganti pakaiannya menggunakan daster favoritnya. Daster berwarna ungu dengan motif bunga. Setelah itu ia lalu berjalan ke arah dapur melewati Arya yang masih sibuk makan.
"Enak saja mereka berbicara seperti itu. Memangnya tahu apa mereka tentang keluargaku...." Ucap Bu Ida geram seraya mengambil air dari dalam lemari pendingin.
Bu Ida lalu duduk di meja makan dan mulai meminum airnya.
"Ibu kenapa sih, dari tadi mengomel sendiri?" Tanya Arya yang baru saja selesai makan. "Terus kenapa cepat sekali pulang? Apa pengajiannya batal?"
"Ibu malas ikut pengajian." Balas Bu Ida.
"Kenapa?" Tanya Arya.
"Ibu-ibu di tempat pengajian tadi bergosip. Mereka terus saja membicarakan tentang kakak mu. Mereka bilang Ayu itu janda inilah, itulah. Aah... Ibu kesal sekali." Ucap Bu Ida lantas berdiri mengembalikan botol air ke dalam lemari pendingin.
"Ngapain di dengerin sih Bu. Tutup kuping aja." Balas Arya lantas berdiri menaruh piring bekas dia makan ke dapur.
"Bagaimana Ibu tidak dengar, Ibu kan punya telinga. Masa iya telinga Ibu harus tetap di tutup."
"Iya maksud aku abaikan saja."
"Kakak kamu juga salah. Sejak kenal Adi, dia mulai sering keluar rumah. Hal itulah yang jadi omongan para tetangga."
"Kenapa malah nyalahin kakak? Ya wajar dong Kak Ayu keluar rumah buat main sama pacarnya. Kak Ayu kan bukan gadis belia yang harus dilarang, dia itu sudah tahu mana yang benar dan salah."
"Ah kamu malah belain kakak kamu. Bukannya nasehatin, kasih tahu suruh nikah cepat-cepat biar gak jadi omongan tetangga." Ucap Bu Ida lantas melengos masuk ke arah kamarnya.
Saat ini Ayu hanya bisa menghela napas saat Bu Ida terus mengomel dihadapannya.
"Bu, sudahlah. Untuk apa Ibu mendengar omongan mereka semua. Aku bahagia dengan hidupku. Ibu juga tahu aku ini seperti apa. Jadi untuk apa mendengarkan mereka yang tidak tahu apapun tentang kita." Ucap Ayu.
"Iya Ibu mengerti. Tapi setidaknya, kau sendiri harus menjaga marwah mu dihadapan semua orang. Meski Ibu tahu kau itu seperti apa, tapi dihadapan semua orang yang melihat kau selalu bersama Adi, itu tidak pantas."
"Apanya yang tidak pantas si Bu? Memangnya aku pelukan, ciuman gitu di depan mereka? Gak kan? Aku bahkan tidak pernah menggandeng tangan Mas Adi dihadapan semua orang. Semua orang memang selalu menganggap apa yang aku lakukan itu salah karena statusku yang janda." Ujar Ayu.
Bu Ida menghela napas.
Apa yang dikatakan Ayu memang benar. Selama ini ia selalu saja dipandang sebelah mata. Selalu saja dipandang sebagai penggoda.
"Bu, pikirkan saja. Selama ini aku tidak pernah dekat dengan pria manapun, meski banyak sudah yang mencoba mendekatiku. Saat ada pria bujang menyukai aku, aku disuruh ngaca dulu karena dianggap tidak pantas. Apalagi saat banyak pria beristri yang mau padaku, selalu aku yang dianggap salah. Padahal aku sudah berusaha jaga diri. Iya karena memang inilah nasibku menjadi janda. Walaupun statusku ini janda, setidaknya mereka semua tidak menghina aku seperti itu. Jadi aku harap Ibu tidak usah pusing memikirkan semua ucapan mereka. Karena apapun yang kita lakukan tetap saja akan salah dimata mereka yang tidak menyukai kita." Ujar Ayu lagi panjang lebar.
"Tapi Yu, setidaknya kamu mintalah Adi untuk serius menjalani hubungan denganmu. Akan lebih baik jika kalian bisa cepat menikah."
"Sudah ya Bu, kita sudah sering bahas tentang ini. Aku mau menjalani semuanya perlahan dengan Mas Adi. Aku gak mau gegabah ambil keputusan dengan cepat menikah, apalagi hubunganku dan Mas Adi belum begitu lama. Biarkan kami saling mengenal lebih jauh. Setelah itu biar kami yang memutuskan untuk menikah atau tidak. Yang pasti, Ibu harus tahu kalau aku tetap bisa jaga diri aku."
Ayu lantas berjalan ke arah kamarnya. Saat ia membuka pintu kamarnya, ia membalikkan tubuhnya.
"Oh ya Bu, itu ada hadiah buat Ibu dari Mas Adi. Dan berikan paper bag yang berwarna cokelat itu untuk Aryq. Mas Adi memberikannya sepatu dan beberapa potong baju." Ucap Ayu lalu masuk ke dalam kamarnya.
Bu Ida hanya menghela napasnya, kemudian membuka paper bag yang dikatakan Ayu. Bu Ida pun tersenyum saat mendapat hadiah sebuah gamis baru yang tampak begitu cantik. Bu Ida juga mendapatkan sebuah kotak perhiasan berisi satu cincin emas yang tampak elegan.
"Hadiah ini terlalu mewah. Tapi sepertinya Nak Adi memang pria yang baik. Ah... entahlah."
**************
Hari-hari Ayu mulai kembali ia lewati dengan begitu banyak cibiran dari para warga karena hubungannya dengan Adi. Awalnya Ayu diam saja, tapi karena cibiran yang dilayangkan orang-orang kepadanya sudah kelewatan hingga bahkan menyakiti hati Ibu Ida, Ayu pun akhirnya bangkit dan melawan setiap orang yang terus berusaha menginjak harga dirinya.
Ayu masa bodoh dengan perkataan orang-orang yang terus bergosip tentang dirinya. Dia malah semakin intens dengan Adi. Tak perduli dimana pun, keduanya tak canggung untuk tampil mesra meski hanya sekedar pegangan tangan atau Adi mencium kening Ayu.
"Dasar janda gatal. Bukannya menikah malah semakin memamerkan dirinya yang berbuat mesum dengan pacarnya. Belum lagi penampilannya yang seperti gadis ABG membuat suami kita semakin kepincut." Ucap seorang ibu-ibu yang tengah duduk di sebuah warung bersama para Ibu lainnya.
Saat itu Ayu tengah berjalan ke warung itu untuk membeli gula.
"Gimana tidak kepincut, dia kan ganjen selalu saja berusaha menggoda para pria yang ada di kampung ini termasuk suami kita." Balas Ibu lainnya.
Ayu tersenyum dan melewati mereka semua yang tampak terkejut akan kehadirannya.
Mereka semua memandang sinis ke arah Ayu yang saat itu mengenakan kaos oblong berwarna putih yang tampak sedikit ketat hingga membentuk tubuhnya yang langsing.
"Lihat, pakaiannya saja seperti itu." Bisik ibu-ibu itu.
Ayu tak menggubris ucapan mereka dan meminta pemilik warung untuk memberikannya satu kilogram gula.
"Bu, minta gula satu kilo aja ya. Gak usah banyak-banyak. Gulanya kalah manis sama saya." Gelak Ayu.
"Cih dasar gatal." Celetuk seorang ibu-ibu.
Ayu lantas berbalik, dan menatap mereka satu persatu.
"Akan lebih baik kalau mulut kalian itu digunakan untuk mengaji atau yang lainnya dibandingkan dengan bergosip. Lagipula jika kalian ingin suami kalian tidak melirik wanita lain, berikan mereka servis yang terbaik. Rawat diri kalian agar tampak awet muda. Buat perut mereka kenyang dengan makanan enak, puaskan mereka diatas ranjang. Jika mereka masih saja melirik wanita lain meski kalian sudah melakukan semuanya, jangan malah salahkan wanita lain dan kalian sebut sebagai penggoda. Salahkan saja suami kalian yang matanya jelalatan setiap kali melihat wanita yang lebih cantik dari istrinya." Ujar Ayu panjang lebar.
Semua ibu-ibu yang ada di warung itu terdiam. Ayu lantas pergi setelah mendapatkan barang yang dibelinya.
Malam harinya di dalam kamar, Ayu duduk di depan meja rias memandangi wajahnya yang cantik. Ayu menghela napas panjang. Lantas dia dia kembali terngiang akan kenangan dengan sang suami yang telah meninggal.
"Entah kenapa aku tiba-tiba merindukanmu Mas." Ucap Ayu.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments