"Siapa dia?" Tanya Dani.
"Rekan kerja." Balas Adi.
Dani mengernyitkan dahinya, melirik ke arah Adi dengan wajah tidak percaya.
"Yakin rekan kerja?" Tanya Dani lagi.
"Udahlah gak usah dibahas. Ada urusan apa kau disini?" Adi balik bertanya berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Kau lupa kah, keluarga ku kan tinggal disini. Udah deh, gak usah ngeles. Itu simpanan kau bukan?" Dani lagi-lagi melirik ke arah Ayu yang masih duduk sendiri. "Cantik juga. Udah berapa lama?"
Adi mendorong kepala Dani.
"Sudahlah, pergilah. Nanti aku jelaskan sama kau semuanya." Ucap Adi.
"Kalau udah bosan, oper ya."
"Sialan!" Adi kembali mentoyor kepala Dani.
Dani terbahak, lantas menepuk pundak Adi.
"Jangan bermain api nanti kau terbakar." Ujar Dani lantas pergi dari hadapan Adi.
Adi menghela napas dan memperbaiki tata rambutnya, kemudian kembali berjalan mendekat pada Ayu yang tampak tengah mengaduk jus dihadapannya.
Ayu menatap Adi dengan penuh tanda tanya saat Adi berdiri di hadapannya. Adi tersenyum lalu kembali duduk dihadapan Ayu.
"Tadi siapa Mas?" Tanya Ayu secara langsung.
Adi lebih dulu meminum jus jeruk yang ada dihadapannya lantas baru menjawab pertanyaan Ayu.
"Teman main." Balas Adi singkat.
Ayu terus menatap Adi, berharap Adi bisa menjelaskan semua pertanyaan yang ada di dalam kepalanya.
"Kamu kenapa natap Mas seperti itu?" Tanya Adi.
"Mas gak mau jelasin sesuatu?" Tanya Ayu lagi.
"Apa maksud kamu?" Adi balik bertanya.
"Mas gak mau jelasin sama aku tentang Sarah?"
Adi menggelengkan kepalanya.
"Mas kan udah pernah jelasin sama kamu kalau Sarah itu adiknya Mas."
"Terus kenapa teman Mas tanyain Sarah sama Mas? Memangnya Mas sama adik Mas itu selalu jalan berdua gitu? Kok rada aneh ya dengarnya." Ayu memutar mata malas.
"Sekarang Mas tanya sama kamu. Memangnya kamu sendiri gak sering jalan sama Aldi, adik kamu?"
"Sering sih nggak ya. Tapi kalau sesekali jelas aja, ya karena dia adik aku. Tapi ini tuh beda Mas. Sudah beberapa kali aku merasa aneh sama Sarah ini." Ujar Ayu.
"Jadi kamu gak percaya sama Mas? Kami pikir Mas ini bohong sama kamu tentang Sarah?"
Adi tampak marah lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya kemudian memperlihatkan kepada Ayu sebuah foto dimana terdapat sebuah foto keluarga. Dimana ada sosok Sarah, Adi dan Mama dari Adi serta seorang anak kecil.
"Ini.... Ini Sarah, Mama aku, dan anaknya Sarah."
Ayu tetap merasa ganjal dengan wanita bersama Sarah ini.
'Kalau memang adiknya, kenapa mereka gak ada mirip-miripnya?' pikir Ayu.
Ayu melihat ke arah Adi dan kembali melihat ke arah ponsel secara bergantian.
"Apa kamu benar-benar gak percaya sama Mas?" Tanya Adi.
Ayu tetap terdiam, dia tak mengatakan apapun.
"Bagaimana hubungan kita bisa berlanjut ke jenjang yang lebih serius kalau kamu sendiri belum bisa percaya sama Mas seutuhnya." Wajah Adi tampak tertunduk.
Hal itu membuat Ayu merasa bersalah karena terus mencurigai kekasihnya itu. Ayu lantas memegang pipi kanan Adi.
"Mas, maafin aku ya. Aku cuma...."
"Sudahlah, sepertinya hubungan kita akan sulit untuk berjalan karena..."
"Ssssttttt....."
Ayu memotong ucapan Adi dengan menaruh telunjuknya di bibir Adi.
"Please Mas, gak usah ngomong kayak gitu lagi. Aku minta maaf, ya udah aku percaya deh sama Mas. Jangan ngambek gitu dong, Mas jadi jelek tau." Ayu berusaha menggoda Adi dengan mencubit pipinya.
Adi pun tersenyum lantas memegang tangan Ayu lantas menciumnya.
"Sayang, Mas tuh cinta sama kamu. Mas gak mau main-main dalam hubungan kita ini. Mas mau serius, jadi untuk apa Mas berhubungan sama kamu kalau kamu memang mencurigai Mas itu berbohong tentang status Sarah."
"Iya... Iya, aku minta maaf." Balas Ayu.
Adi tersenyum.
Lantas mereka berdua melanjutkan kencan mereka di mall. Adi membelikan banyak pakaian untuk Ayu. Tak lupa juga membelikan beberapa barang untuk Ibu Ayu dan juga Aldi, adik Ayu.
"Mas, ini tuh terlalu banyak. Aku gak bisa terima ini semua." Ucap Ayu saat Adi terus saja memilihkan pakaian untuknya.
"Sudahlah, kamu diem aja. Biar Mas yang pilihkan. Mas mau kamu itu tampil modis." Balas Adi.
Sementara itu di kediaman Ayu....
Sejak pagi tadi, Bu Ida tengah sibuk di warung ya melayani pembeli. Dengan Ayu yang tidak ada untuk membantunya, membuat Bu Ida sedikit kelabakan.
Setelah semua makanan habis, Bu Ida lantas segera menutup warungnya. Ia begitu kelelahan karena mengurus semuanya sendiri. Sebenarnya Ayu sudah melarangnya untuk membuka warung hari ini, tapi Bu Ida bersikeras karena masih ada bahan makanan di lemari pendingin yang jika tidak dimasak akan segera busuk.
Sore harinya, Bu Ida memutuskan untuk ikut pengajian rutin yang diakan di rumah tetangga Bu Ida. Pengajian itu rutin dilakukan satu kali dalam seminggu dan diadakan di rumah para Ibu-ibu yang mengikuti majlis taklim secara bergantian. Namun, lebih seringnya diadakan di masjid atau mushola terdekat.
Bu Ida selesai bersiap, dengan mengenakan gamis panjang berwarna navy dengan hijab yang senada. Bu Ida tampil sederhana, tak mengenakan aksesoris lainnya seperti kebanyakan Ibu-ibu lainnya.
"Mau pengajian Bu?" Tanya Arya yang baru pulang sekolah.
"Iya Nak, jaga rumah ya. Makanan udah Ibu siapkan diatas meja." Ucap Bu Ida.
"Ngapain rumah di jaga Bu? Rumahkan gak bisa lari." Gelak Arya.
Bu Ida menggeplak pundak putra bungsunya yang tertawa itu.
"Sudah, Ibu jalan dulu."
"Iya, hati-hati ya Bu. Lurusin niatnya buat pengajian, bukan malah pergi ngerumpi." Balas Arya setelah menyalami tangan Ibu nya itu kemudian berlarian masuk ke kamarnya.
Bu Ida hanya menghela napas kemudian bergegas pergi ke acara pengajian.
"Syukurlah belum terlambat." Ucap Bu Ida.
Pintu rumah tempat acara pengajian tampak terbuka dengan banyak sandal para Ibu-ibu yang sudah hadir di dalamnya, tapi belum ada suara pengajian di mulai.
Saat hendak masuk ke dalam, Bu Ida mendengar pembicaraan Ibu-ibu yang ada di dalam rumah itu.
"Iya, si Ayu anaknya Bu Ida itu kan sudah lama menjanda, terus tiba-tiba sekarang kelihatan gandeng pria yang kelihatannya lengket sekali." Ucap seorang Ibu-ibu.
"Benar, selama ini saya tuh gedek banget sama janda Ayu itu. Sok cantik, dan selalu saja menggoda banyak lelaki di kampung kita ini. Suami saya termasuk orang yang kesem-sem sama dia." Balas Ibu lainnya.
"Kenapa dia tidak bisa seperti Bu Ida ya, penampilannya tertutup gitu biar gak mengundang nafsu para lelaki."
"Alah, Bu Ida juga bisa jadi kayak anaknya. Kan sama-sama janda, siapa yang tahu."
"Benar, kalau dia memang Ibu yang baik, ya dia pasti nasehatin anaknya biar gak ganjen sama semua lelaki. Kalau memang lelaki yang sering sama dia itu pacarnya, segera menikah biar tidak menimbulkan gosip."
Kuping Bu Ida terasa panas, ia lantas berbalik dan tak jadi masuk ke dalam rumah itu. Saat berbalik Bu Ida tak sengaja menabrak seorang ustadzah yang akan menjadi penceramah di pengajian itu.
"Bu Ida!" Ucap Ustadzah itu. "Mau kemana? Kenapa tidak masuk?"
"Ah tidak Bu Ustadzah, lain kali saja. Saya salah rumah sepertinya, saya niat dari rumah mau pengajian. Tapi sepertinya di dalam lebih tepat di sebut sebagai perkumpulan gosip." Ucap Bu Ida tersenyum lantas pamit.
***********
Bu Ida menunggu Ayu yang belum juga kembali ke rumah disaat hari sudah beranjak gelap. Dan tepat pukul 8 malam, sebuah mobil berhenti di depan rumah.
Sosok Ayu keluar dari dalam mobil dengan menenteng banyak belanjaan. Tapi Adi tampak tidak turun dan langsung tancap pergi.
Saat masuk ke dalam rumah, Ayu langsung di tarik Bu Ida yang mengajaknya duduk di ruang tamu. Bu Ida langsung berkata...
"Ayu dengerin Ibu, kamu jangan terlalu sering bepergian berduaan atau bertemu dengan Adi. Kamu itu kembali menjadi omongan para tetangga karena diri kamu yang sering tampil bermesraan bersama Adi, dia itu bukan suami kamu."
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments