Terjerat Cinta Pria Beristri
Namanya Ayu Jelita, usia 25 tahun. Dia seorang janda yang menyandang status itu sejak berusia 20 tahun.
Menjadi janda bukanlah menjadi hal sepele, janda harus berjuang seorang diri agar citra dirinya baik di mata masyarakat. Terlebih, seorang janda sepertiku, janda muda yang ditinggal meninggal oleh suami tercinta, harus menanggung beban hidup seorang diri, harus bisa adaptasi dengan kondisi yang dirasakan saat ini.
Namun, perjuangan dan persepsi yang ada di masyarakat sangat tidak seimbang. Ayu yang setiap harinya harus bekerja demi segelas beras untuk makan bersama Ibu ku yang sudah tua dan seorang adiknya yang masih duduk di bangku sekolah, malah di cap sebagai 'Sampah' oleh lingkungan sekitar.
Gosip bertebaran, jika Ayu itu adalah wanita 'gampangan', itulah persepsi masyarakat.
Belum lagi, ketika berusaha berperan ganda dan berdandan sedikit hanya untuk mengobati rasa kangen pakai make up, warga nyinyir langsung ambil stempel jika Ayu adalah wanita penghibur.
Belajar mawas diri, rasa sabar, menghadapi semua ujian hidup, belum termasuk cacian yang ada di lingkungan. Ayu berusaha menahan emosi agar tidak terjadinya letusan lahar gunung merapi.
Kadang mereka bicara tanpa di pikir, namun tidak pantas jika bicara mengenai status sosial. Karena status sosial dijamin penuh oleh negara, Hak Asasi Manusia, Hak hidup sejahtera. Walaupun terlihat sejahtera secara ekonomi, namun tidak terlihat sejahtera di batin dan perasaan Ayu.
'Janda ditinggal mati bukan pilihan, ini sudah menjadi kuasa Allah, siapa yang mau jika suaminya diambil nyawanya untuk istirahat di alam sana.'
*************
Hidup sebagai janda di perkampungan memang banyak makan hati. Sebenarnya rumah Ayu terletak di sebuah Kota M yang masih satu pulau dengan Ibu Kota Negara. Tetapi penduduk asli di wilayah tempat tinggal Ayu masih berpikiran tradisional. Segala sesuatu yang di luar mainstream tidak bisa diterima. Ayu menjanda sudah begitu lama, ini pun menjadi masalah buat mereka.
Seorang kakek usia enam puluhan selalu saja usil bertanya pada Ayu.
"Kenapa nggak nikah lagi? Cari sana teman-teman kerja yang duda!"
"Nggak ada Pak," jawab Ayu enteng.
"Kamu kurang usaha. Apa nggak pengen ada teman berbagi suka duka? Udah nggak ingat lagi rasanya tidur sama laki-laki ? Nggak pengen lagi?"
'Duh, Si Kakek ini makin menjadi-jadi memprovokasi aku untuk menikah lagi. Apa dipikirnya menikah itu semudah membalikkan telapak tangan?'
Menikah bukan lomba lari yang beradu cepat mencapai garis finis. Banyak yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan menikah lagi. Banyak cerita yang di dengar Ayu tentang kemalangan janda yang menikah lagi. Bersedia menikah dengan lelaki mapan dengan harapan akan bahagia dengan kondisi perekonomian yang lebih baik. Tidak disangka suami barunya cuma modal badan. Harta yang dimiliki ternyata sudah menjadi hak anak-anaknya.
Tidak hanya Si Kakek yang gencar menginterogasi Ayu, sudah sampai mana usahanya mendapatkan calon suami baru. Masih ada Si Nenek usia tujuh puluhan yang juga sering membujuk Ayu untuk menikah laki.
"Kamu kan orang berpendidikan, pasti mudah cari suami baru. Hidup itu tidak bisa sendiri terus. Butuh teman hidup."
Ayu membalas dengan wajah pura-pura memelas, "Iya Mbah doakan saja!"
Masih dengan jelas dalam ingatan Ayu, reaksi seorang ibu yang kebetulan duduk di samping nya waktu acara pengajian menjelang pernikahan yang digelar salah satu tetangganya.
Malam itu Ayu datang memenuhi undangannya lalu duduk di kursi-kursi yang telah disiapkan sambil menunggu ustadz yang akan memberikan tausyiahnya. Seorang ibu yang duduk di sebelah Ayu tidak dikenal. Kelihatannya dia tamu jauh yang tidak berasal dari wilayah tempat tinggal Ayu.
Dia menanyakan nama Ayu, tapi ketika Ayu menyebutkan namanya, wajah ibu itu langsung berubah.
"Nama suaminya siapa?"
Rupanya jawaban Ayu salah menurutnya. Nama Ayu tidak berarti. Ibu itu membutuhkan nama laki-laki sehingga yang ingin didengar adalah "Bu Andi " atau "Bu Arman" bukan "Bu Yuni" atau "Bu Dewi."
"Saya janda Bu," sahut Ayu datar.
Reaksi ibu itu sungguh luar biasa. Wajahnya langsung berubah seolah tersulut amarah. Dengan spontan dia melengos ke arah Ayu lalu tak lagi berkata-kata sampai pengajian selesai.
'Salahku apa?' pikir Ayu.
Ayu sudah jujur mengakui statusnya sebagai seorang janda. Dia memandang seakan Ayu makhluk hina yang tak pantas duduk di sampingnya. Padahal mereka sama-sama manusia tapi status berbeda. Barangkali dia menganggap statusnya lebih tinggi karena punya suami. Seorang janda lantas tak pantas dihargai.
Di lingkungan tempat kerja Ayu ternyata juga terbentuk stereotipe tentang betapa berbahayanya berteman dengan janda. Perempuan harus menjaga jarak dengan janda, ibarat virus yang mudah menular. Karena itulah teman-teman perempuan yang sudah menikah terkesan enggan berteman dengan Ayu. Barangkali karena ada tiga teman kerja yang menjadi pengikut Ayu. Mereka juga menyandang status sebagai janda, tapi berbeda dengan Ayu yang janda ditinggal mati, mereka menjadi janda karena bercerai.
Meskipun setelah beberapa tahun menjanda, dua di antara mereka sudah menikah kembali. Satu pasang merasa bahagia dengan kehidupan barunya tetapi yang satu merasa kecewa dengan pernikahan ke duanya yang tidak sesuai harapannya.
Bukan hanya kalangan masyarakat biasa yang menganggap janda berbeda dari perempuan lainnya. Di lingkungan yang lebih religius sama saja. Ayu pernah ikut pengajian di sebuah masjid. Ketika Pak Kyai menyebut kata janda segera diikuti dengan ucapan "nauzubillahi min dzalik" yang artinya "Kami berlindung kepada Allah dari perkara ini."
Ucapan ini digunakan ketika melihat atau mendengar sesuatu yang buruk atau tidak diinginkan. Seketika Ayu merasa bukan bagian dari jamaah yang diharapkan kehadirannya oleh Pak Kyai.
Seorang janda adalah sesuatu yang buruk dan tidak diinginkan berada di masjid itu. Ayu tidak tahu bagaimana reaksi Pak Kyai jika anak perempuan atau saudara perempuannya suatu saat nanti menjadi janda. Apakah tetap akan menganggapnya buruk atau sama berharganya dengan perempuan yang bersuami?
Semua orang bebas berkomentar apa saja tentang janda. Ada yang menginginkan untuk segera mengakhiri agar tidak hidup sendiri. Menurut mereka, tak seharusnya perempuan hidup sendiri terlalu lama. Harus ada seorang lelaki yang menjaga dan melindunginya. Lelaki itu adalah suami sang pendamping hidupnya. Nama suami menjadi nama publik sementara nama sendiri hanya terbatas untuk kalangan teman dan lingkungan kerja. Jadi seorang perempuan bersuami akan kehilangan namanya di depan publik.
Meskipun demikian, mereka lebih dihargai dibandingkan seorang janda yang memiliki kebebasan menggunakan namanya sendiri. Bagaimana mungkin perempuan yang kehilangan namanya bisa menjadi begitu berharga di hadapan manusia lainnya?
Ayu tak peduli jika janda dianggap sebagai virus yang menular.
Pak Kyai yang memandang janda sebagai sesuatu yang buruk mestinya sadar kalau Rasulullah pun menikahi janda. Meskipun ditinggal mati suami dan punya banyak kekayaan, Khadijah tetaplah seorang janda. Rasulullah sebagai makhluk Allah yang paling mulia pun memuliakan seorang janda dan tidak mengucapkan "nauzubillahi min dzalik" ketika berhadapan dengan janda.
Selain harus menghadapi mulut para janda haters, Ayu juga harus bertemu dengan orang-orang dengan mental pedagang dalam beribadah. Pertama kali mendengarnya membuatku kaget. Ketika aku bertemu dengan saudara dari mantan suami temanku, dia mulai menasihati Ayu.
"Biasakanlah shalat Tahajud."
Itu tentu nasihat yang baik, tetapi kenapa aku menganggapnya bermental pedagang dalam urusan ibadah?
Dulu kehidupannya biasa. Tinggal di perumahan sempit tanpa memiliki kendaraan. Dua puluh tahun kemudian dia berhasil mengubah kehidupannya. Rumahnya besar berlantai dua. Kendaraannya berupa 2 buah mobil keluaran terbaru.
Mereka sudah naik haji melalui program Haji Plus yang biayanya mencapai ratusan juta per orang. Jalan-jalan ke luar negeri bukan hal baru untuk keluarga mereka.
Anak-anak menyelesaikan pendidikan dokter dan farmasi yang biaya kuliahnya tidak murah. Sedangkan kehidupanku tetap stagnan. Tinggal di rumah peninggalan Bapak, ditemani Ibu dan adik laki,-laki ku dengan hanya memiliki kendaraan berupa sepeda motor. Aku yakin mereka menganggap aku tidak pernah shalat Tahajud yang mengakibatkan kehidupanku tidak pernah mengalami peningkatan.
Ternyata tidak hanya mereka yang berpandangan bahwa ibadah yang dilakukan seseorang akan meningkatkan kehidupannya baik dari segi karier maupun ekonomi. Paman Ayu pun berkata dengan nada heran.
"Kamu banyak shalat, banyak berdoa, sering ngaji dan banyak puasa, tapi kenapa hidupmu begitu-begitu saja? Karier nggak jelas, ekonomi juga pas-pasan saja, adik mu sudah hampir lulus sekolah tapi belum dapat bekerja sampai sekarang dan lebih sering menyusahkan hidupmu."
'Lalu aku harus bilang apa kepada pamanku itu?'
Ayu bukan tipe pedagang yang rajin menjalankan ibadah jika memberikan keuntungan. Barangkali Ayu termasuk dalam golongan kekasih Allah yang beribadah karena cinta kepadaNya. Ibadah dijalankan semata-mata agar memperoleh ridhoNya dan berharap perjumpaan denganNya.
Tidak salah menghubungkan kesuksesan dunia dengan ketekunan beribadah seseorang. Artinya orang yang banyak beribadah dijamin hidupnya bahagia dunia akhirat. Tetapi Allah punya rahasia yang kita tak pernah tahu.
Kenapa ibadahnya bagus jalan hidupnya tidak mulus?
Allah punya janji dan rencana lain yang pasti lebih baik untuk semua manusia. Jadi jangan nge-judge orang yang hidupnya pas-pasan pasti karena ibadahnya kurang bagus. Tidak pernah berdoa atau shalat Tahajud. Sebaliknya orang yang bagus ibadahnya tidak selalu harus mendapat balasan di dunia.
Bebas berkata memang hak setiap manusia, tetapi mereka tidak berhak mengatur hidupku. Sama sekali aku tak terpengaruh oleh kata-kata manusia. Hidupku tidak berada dalam pengaturan dan kekuasaan manusia.
'Ku tempuh jalan hidupku sendiri dengan segala resikonya. Ku tundukkan wajah dan ku tengadah kan tangan untuk memohon kebaikan dunia dan akhirat kepada Sang Pencipta. Dia menetapkan takdir yang berbeda untuk setiap manusia dan aku harus ikhlas menjalaninya.'
>>> >>> >>> >>> >>> >>>
Hari ini Ayu seperti biasa tengah pergi ke pasar untuk membeli keperluan untuk bahan-bahan warung makan yang dirintisnya bersama Ibu nya beberapa bulan ini. Setelah resign dari kantor perpajakan tempatnya bekerja, Ayu memutuskan untuk membuka warung makan di depan rumahnya bersama sang Ibu. Lokasi rumah Ayu yang berada di depan jalan raya, merupakan lokasi yang sangat strategis untuk berdagang.
Sejak pagi-pagi buta, Ayu sudah berangkat ke pasar.
Pagi ini pukul 07.00, Ayu sudah berada di salah satu pasar yang berada di daerah Kota M tempat dia tinggal. Pasar itu sangat terkenal oleh warga setempat karena memang menjadi salah satu pasar yang besar di kota nya ini. Hiruk pikuk yang ada di dalam pasar memang menjadi ciri khas tempat itu. Banyak orang yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti sayur, buah, ayam, ikan, jajanan, dan lain sebagainya. Ayu datang cukup pagi, maka sebagian besar yang datang itu, orang tua yang akan melakukan transaksi jual beli di pasar. Hanya sedikit, Ayu melihat anak remaja yang pergi ke pasar pagi hari ini. Tak heran dengan hal itu, karena memang pasar tradisional tak cukup menarik untuk anak muda jaman sekarang.
Suasana didalam pasar tidak pernah berubah, hanya saja keadaan disana yang semakin terlihat kotor bahkan terlihat kumuh karena banyak sampah dimana-mana dan aroma bau yang dihasilkan sungguh busuk di campur bau amis yang ada pada ikan atau ayam. Di tambah dengan, keadaan jalanan nya cukup becek di karenakan sisa air hujan semalam yang cukup deras sehingga menimbulkan genangan air yang membuat orang-orang di pasar merasa tidak nyaman saat berjalan. Tak hanya itu, di sana pun masih banyak jalanan yang berlubang yang membuat pejalan kaki harus selalu berhati-hati. Jalanan berlubang nan becek ini membuat kendaraan harus antre saat melewati pasar, menjadikan jalanan sedikit macet, terutama kendaraan motor yang sudah hampir memadati wilayah pasar disitu.
Selama menjelajahi pasar, Ayu di temani dengan berbagai aliran musik yang di putar oleh pedagang dvd yang saling bersautan, yang semakin meramaikan atmosfer pasar. Ketika kembali pulang dan sembari menikmati alunan musik, Ayu dilihatkan dengan adanya beberapa pengemis dan pengamen yang mendatangi warung, bahkan mendatangi orang yang lewat disitu secara satu-persatu. Ada pun pengemis yang hanya duduk diam di dekat pintu arah pasar, yang hanya menunggu belas kasian dari orang yang melewatinya.
Waktu begitu cepat, tak terasa Ayu berada di pasar sekitar 2 jam lebih dan perlahan mulai meninggalkan pasar sembari mambawa berbagai macam belanjaan untuk keperluan warungnya dan juga beberapa jajanan. Hal ini memang sudah hal biasa ketika pergi ke pasar. Terlebih bagi Ayu, pasar adalah suatu tempat yang memiliki berbagai warna di dalamnya, seperti warna-warni barang dagangan, warna-warni cerita, serta warna-warni kehidupan, karena walaupun hanya sebuah tempat tradisional, tetapi makna dan cerita di dalamnya sungguh menarik.
Dan sekarang sudah jam 9 pagi. Biasanya Ayu sudah kembali ke rumah. Tapi karena pagi ini hujan kembali turun dengan begitu deras dan secara tiba-tiba, membuat Ayu terjebak di pasar dan tak bisa pulang.
Akhirnya setelah satu jam menunggu, hujan pun mulai reda. Ayu dengan cepat bergegas menuju tempat parkiran membawa barang belanjaannya ke motor matic kesayangannya itu.
"Makasih ya Bang." Ucap Ayu seraya menyerahkan selembar uang lima ribuan kepada tukang parkir.
Perjalan Ayu pulang ke rumah sedikit tersendat karena banyaknya genangan air di jalanan. Motor juga sudah mulai lalu lalang.
Ayu hendak berbelok setelah menyalakan lampu sen motornya ke arah kanan, namun tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan cukup kencang dan hampir saja menabrak Ayu. Tapi untungnya Ayu dengan cepat bisa menghindari tabrakan itu, tapi dia sendiri harus merasakan sakit karena terjatuh disebabkan motornya yang oleng.
Mobil yang hampir menabraknya tadi ternyata berhenti. Dari kejauhan sosok seorang pria berlarian turun dari dalam mobil. Pria itu bergegas mendekati Ayu yang tengah dibantu warga sekitar yang melihatnya terjatuh dari sepeda motor miliknya.
"Mas cepat tanggung jawab, bawa si mbak nya pergi ke rumah sakit." Ucap seorang warga.
"Iya-iya, mohon tenang. Saya akan membawanya ke rumah sakit." Ucap pria itu.
Ayu lalu menatap pria itu, pandangan keduanya bertemu. Seketika keduanya mematung, seperti waktu tengah berhenti dihadapan mereka.
"Mbak tidak apa-apa kan?" Tanya seorang ibu-ibu yang memegangi tangan Ayu.
"Tidak apa-apa Bu, saya baik-baik saja." Balas Ayu yang tiba-tiba tersadar dalam lamunannya.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
El
Wah karya baru ya Thor ❤️
2022-07-01
0