Tak Menyangka

"Kenapa harus Fatim, Pakde? Bukankah mempelai wanita sudah ada?" tanya Fatim, gugup plus takut.

"Mempelai wanita tidak bisa diharapkan, Nak. Ternyata dia.... " Pria yang dipanggil Pakde oleh Fatim itu, menatap sang istri. Seperti ragu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ternyata apa, Pakde? Tolong jangan buat Fatim bingung." Fatim pun menatap kedua tamunya, bergantian.

"Kami bukan bermaksud membuka aib mereka, Nak Fatim. Tetapi, Pakde juga nggak bisa tinggal diam. Undangan sudah disebar. Kami tidak mungkin membiarkan putra kami duduk di pelaminan sendiri. Keluarga calon mempelai wanita, membatalkan pernikahan sepihak. Karena menilai mahar yang kami berikan kurang. Mereka pun memilih menikahkan putri mereka dengan seseorang yang lebih kaya, lebih mapan dari putra, Pakde," jawab pria paruh baya, jujur. Terlihat raut wajahnya menunjukkan kesedihan.

"Astaghfirullah hal azim! Kenapa bisa begitu, Pakde. Mohon maaf, kalo Fatim lancang. Tetapi, menurut Fatim ini sangat aneh. Bukankah semua sudah disetujui di awal. Kenapa bisa diputar balikkan begitu? ini sih kejam sekali, Pakde," ucap Fatim, seperti biasa ia selalu apa adanya, spontan dan sesuai keadaan.

"Itu sebabnya, Nak. Pakde sama budemu bukan ndak sanggup kasih mahar yang sama, sebesar yang mereka minta. Tetapi, putra kami terlanjur sakit hati. Dia marah dengan alasan penolakkan keluarga calon istrinya. Harga dirinya terluka, Nak. Itu sebabnya dia milih mundur." Terlihat, butiran bening mulai mengembun di pelupuk mata kedua orang tua ini.

"Maafkan, kami, Kang Karso! Ini sangat mendadak sekali. Bagaimana bisa putri saya, menggantikan calon mantu, Panjenengan. Sedangkan kami nggak punya persiapan apa-apa," ucap Ibu Jaenab, gugup.

"Jangan takut soal itu, Bu Jaenab. Bukankah semua sudah dipersiapkan, yang penting Fatim-nya mau dan panjenengan ridho, ikhlas, merestui, kalo putri panjenengan kami pinang, jadi mantu kami. Itu sudah cukup, bagi kami." Pak Karso tersenyum. Sedangkan Fatim dan emaknya saling menatap.

"Fatim mau kan bantu Pakde sama Bude, menikah dengan putra Pakde?" tanya Pak Karso lagi.

"Sebentar, Pakde... Aduh, Mak... Gimana? Fatim sama masnya kan nggak kenal? Mana bisa nikah?" Fatim terlihat semakin ketakutan.

Ini rekasi wajar. Pak Karso dan istrinya memaklumi keraguan Fatim.

"Bukan niat kami ingin balas dendam sama calon besan kami, Bu, tetapi kalo boleh jujur, kami merasa sangat dipermalukan. Seakan kami bukanlah keluarga yang baik. Kami hanya berusaha menjaga marwah keluarga kami, itu saja. Toh putra kami juga nggak jelek-jelek amat, tapi kenapa kok masih ada yang tega menginjak harga dirinya. Terus terang saya sebagai ayah merasa tertampar Bu Jaenab," ucap Pak Karso, sedikit tersendat. Seperti sedang menahan marah dan luka hati yang sangat dalam.

"Sabar, Kang Karso. Mungkin putrane panjenengan sama mbak yang di sana, memang belum jodoh. Semoga jodohnya segera datang. Biar lukanya segera terobati," ucap Bu Jaenab, malah memelas.

Fatim tak bisa berucap apapun, sebab sejatinya dia pun tak tahu harus bagaimana. Di sisi lain, ini bukan keinginannya, tetapi bagaimana jika ini adalah jalan Allah menunjukkan jodoh untuknya.

'Ya Allah... Tolong beri petunjukMu' ucap batin Fatim, masih dalam jurang kebimbangan.

"Bagaimana, Nduk? Apa kamu mau menikah dengan putra, Pakde?" tanya Pak Karso lagi.

"Mak, pripun?" tanya gadis ayu ini.

"Nduk, jodoh, rezeki dan maut itu, kadang datangnya menang tidak kita sangka. Mereka bertiga selalu datang di saat kita memang tidak siap, tetapi alangkah baiknya kita ambil sisi positif dari kejadian ini. Emak percaya, kamu adalah gadis yang baik. Allah pasti kasih kamu imam yang baik juga. Siapa tahu, ini adalah jodoh yang memang Allah kirim untukmu. Alangkah baiknya, kamu terima lamaran ini. Melangkahlah dengan Bissmillah putriku, Insya Allah, pasti akan berakhir dengan Alhamdulillah," Jawab Mak Jaenab, yakin.

Fatim menatap mata sang ibu. Terlihat jelas ada kesedihan dan kebahagiaan menyatu di dalam sana. Gadis ayu ini tak tega mematahkan kebahagiaan itu.

Dengan keikhlasan hati untuk berbakti dan membahagiakan ibunya, akhirnya Fatim pun menerima lamaran itu.

"Jika Emak yakin mau menerima lamaran ini, Insya Allah, Fatim ikhlas, Mak," ucap Fatim sembari memeluk emak terbaiknya.

Tangis pun pecah di antara ibu dan anak itu. Bagaimana tidak? Perpisahan antara mereka tampak jelas di depan mata. Perpisahan itu datang tanpa aba-aba. Namun begitu, mereka juga bahagia, karena jodoh yang datang sungguh tak disangka.

Seorang anak dari keluarga terpandang dan memiliki dasar agama yang kuat telah melamar seorang Fatimah. Gadis dari keluarga biasa dan yatim pula. Bukankah ini seperti sebuah hadiah tak terduga bagi mereka.

"Alhamdulillah Ya Allah... Terima kasih banyak, Nduk. Sekarang istirahatlah. Besok anggota keluarga Pakde akan datang menjemputmu. Akad nikah dan resepsi akan digelar di gedung yang sudah kami sediakan. Oiya, soal mahar, Fatim mau berapa?" tanya Pak Karso.

"Sebentar Pakde, sebelum pernikahan ini terjadi, bolehkah Fatim mengatakan sesuatu?" tanya Fatim, gugup.

"Tentu saja, Sayang. Katakanlah!" jawab Pak Karso, lembut.

"Sebenarnya Fatim memiliki cita-cita untuk menjadi perias profesional, Pakde. Fatim juga ingin bekerja di bank. Bolehkah Fatim tetap tinggal di kota ini, selama Fatim belum lulus kuliah? Soal mahar biar Emak saja nanti yang minta," jawab Fatimah, jujur.

"Oh, soal itu bisa kita bicarakan, Nak. Memangnya kamu kuliah di mana?" tanya Pak Karso.

"Di Universitas Harapan, Pakde, ambil jurusan perbankan," jawab Fatim.

"Universitas Harapan, yang di jalan Jendral Sudirman, bukan?" tanya Bu Nanik, istri Pak Karso.

"Njih, Bude, betul. Fatim menimba ilmu di situ. Kok Bude tahu?" tanya Fatim, penasaran.

"Kan masmu juga ngajar di situ! Tapi masih dosen muda sih," jawab beliau.

"Hah? Bude serius? Tapi di kampus kami kayaknya nggak ada deh yang namanya Azzam, eh Mas Azzam. Hampir semua nama-nama dosen muda, Fatim tahu, tapi serius deh, Bude. Yang namanya pak Azzam nggak ada di sana," jawab Fatim, serius.

"Iya, nama Azzam memang nggak ada, tapi kalo Fikri kamu kenal?" tanya beliau lagi.

"Fikri? Sebentar Bude, apakah beliau dosen bahasa Inggris?" tanya Fatim, spontan.

"Yab, betul. Kan nama lengkapnya Ahmad Azzam Al-fikri. Di rumah dipanggilnya Azzam. Di kerjaan dipanggilnya Fikri. Pak Fikri, dosen muda untuk mata pelajaran bahas Inggris," jawab Bu Nanik lagi, sembari tersenyum senang. Sebab ternyata, Fatimah dan sang putra sudah saling kenal. Meskipun mungkin tidak terlalu akrab.

"Astaghfirullah hal azim, Mak. Ini mimpi kan? Ha... Fatim mau dinikahkan sama dosen muda killer itu. Allah ya Karim... Matilah Fatim sekarang , Mak. Tolong Fatim, Mak! Kenapa main terima aja tadi," gerutu Fatimah tepat di pelukan sang emak.

"Ya mana Emak, tahu?" Bu Jaenab malah terlihat cuek.

"Fatim... nggak boleh berubah pikiran loh, tadi sudah setuju!" ucap Pak Karso memperingatkan.

"Ampun, Pakde. Maafkan Fatim. Maaf, Fatim sungguh-sungguh minta maaf, tapi ini di luar ekspetasi Fatim, Pakde, sungguh. Apa kata dunia kalo Fatim menikah dengan musuh bebuyutan, Pakde. Putra Pakde dingin, nggak pernah senyum. Ini neraka, Pakde. Sungguh! Matilah aku sekarang!" ucap Fatim heboh, seperti menyesal. Namun bagi pak Karso dan ibu Nanik, Fatimah malah terlihat menggemaskan.

Sayangnya, ucapan itu tidak dianggap serius oleh kedua orang tua Azzam. Masalah antara Azzam dan Fatimah adalah masalah kecil antara murid dan dosen. Semua bisa diatasi seiring berjalannya waktu. Menurut mereka ini peristiwa ini akan sangat menyenangkan. Pasti akan menjadi cerita yang unik di dalam rumah tangga mereka.

Pak Karso dan Ibu Fatma hanya tersenyum melihat kegalauan menggemaskan seorang Fatimah. Mereka malah bersemangat dan tidak sabar ingin segera mempertemukan mereka di meja ijab qobul.

***

Di sisi lain, Azzam meremas sepucuk surat dari wanita yang telah berhasil menggores hatinya. Wanita yang telah berhasil menginjak harga diri dan juga marwah kerlurganya.

Azzam berjanji akan membalas perlakuan jahat itu. Azzam berjanji akan menghancurkan masa depan wanita yang telah berani menampar hatinya, hanya karena sebuah materi.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

keren ini kata2nya mak Jaenab ....
izin comot ya kak othor ...
mamaciiiiii ... 😍💙

2023-04-25

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

harusnya jangan main tembak begitu ...
Azzam nya juga dateng ... ato minimal kasih liat fotonya ..
jangan kek beli kucing dlm karung ...
kasih tau juga ke Fatim, apa kelebihan dan kekurangan Azzam ..

2023-04-25

0

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️

hadeeeuuuh ... cewe matre toh ? 😏

2023-04-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!