Setelah acara malam perjamuan itu Wiryo tidak bisa tidur semalaman. Kontruksi memang sudah digadang gadang selama satu bulan. Tetapi ini secara sukarela diberikan kepadanya tanpa melalui persaingan.
Hati Wiryo berkecamuk, meskipun begitu ia tidak mungkin menumbalkan putri mereka yang masih berumur 17 tahun. Wiryo duduk termenung di meja kerjanya.
"Sayang." Dewi membawakan kopi kesukaan sang suami dan meletakkannya di atas meja di depan sang suami.
"Kenapa kamu begitu sibuk akhir akhir ini." Dewi kemudian melingkarkan lengannya dileher suaminya setelah meletakkan nampan di sebelahnya.
"Hem, sayang. Pekerjaan ini memang menguras tenaga, Aku minta maaf sayang jika terlalu sibuk tidak memperhatikanmu." Wiryo mengecup pipi Dewi singkat.
"Tidak sayang, kamu tidak perlu minta maaf. Lihatlah kamu selalu mengerutkan kening dan kamu sangat jelek sekali. Istirahatlah." Ucap Dewi.
"Yach, memang ada sesuatu yang perlu aku bicarakan padamu." Ucap Wiryo serius.
Dewi menatap wajah suaminya yang terlihat cemas dan serius. Melihat wajah sang istri yang begitu serius, tiba tiba Wiryo ingin tertawa. Wajah ayu-nya bisa mengobati rasa sedihnya. "Ehem." Wiryo berdehem untuk tidak membuat marah sang istri.
"Kali ini aku bisa mendapatkan konstruksi di Bena." Wiryo memberitaukan atas kemenangannya dalam proyek.
"Wah bagus dong sayang, bukankah itu yang kamu inginkan selama satu bulan ini." Ucap Dewi senang. "Tapi kenapa kamu tidak begitu senang saat mendapatkan pekerjaan ini?" Wiryo tertunduk resah. lalu menghela nafas berat.
"Yach benar. memang itu yang aku inginkan. tapi ada syaratnya." Dewi merasa ini adalah berita buruk. Wajahnya berubah dengan kecemasan yang mendalam. Wiryo menambahkan.
"Syaratnya adalah menikahkan putri kita dengan cucu lelakinya." Bagai di sambar geledek di siang bolong. Dewi tidak bisa membayangkan. putrinya baru berusia 17 tahun. mana mungkin menikahkannya dengan cucu dari pemilik Adiyaksa Group yang sangat terhormat itu.
"Dan mereka memberikan satu kesempatan saja. jika tidak, maka perusahaan yang kita kembangkan ini akan mengalami penurunan drastis."ucap Wiryo sedih.
Dewi melihat sorot keresahan yang dirasakan suaminya. Dewi mengelus pundak suaminya dengan lembut, memberikan kekuatan kepada sang suami.
"Mereka memberiku waktu dua minggu. Jika kita menyetujuinya maka perusahaan kita akan berada di puncak emas dan harta kita akan berlimpah setiap tahun bahkan tak akan habis selama tujuh turunan sekalipun." terang Wiryo. "Tetapi--"
"Iya--Aku mengerti. Kita tidak mungkin menikahkan putri kita. Bisakah hal ini ditukar dengan yang lainnya?" Tanya Dewi.
Wiryo menggeleng. "Entahlah. Haruskah aku pergi ke sana? Lalu berdiskusi tentang hal ini?" Wiryo tiba tiba tersenyum. "Agar pernikahan tidak terjadi. dan jika mereka mau bertukar dengan yang lain aku akan memberikannya asalkan mereka tetap memberikanku kerjaan itu."
"Ya, aku setuju."
"Baiklah"
Wiryo bersama supirnya, melajukan mobilnya menuju kediaman Adiyaksa. Perlu satu jam untuk sampai kesana. Villa dengan dekorasi Eropa itu terlihat begitu megah dan luas. Banyak penjagaan disetiap sudut rumah tersebut.
Sebelum memasuki pekarangan, seorang penjaga menghentikan mobil mereka.
"Apakah pak Adiyaksa ada?" Wiryo mengatakan hal ini.
"Beliau ada di dalam, apakah anda sudah ada janji temu. jika tidak. maaf anda harus melakukan janji temu dahulu." Ucap penjaga itu sesuai yang diinstruksikan oleh kepala penjaga.
"Belum. Tapi bisakah kau mengatakan bahwa saya dari keluarga Wirawan."
"Baik, tunggulah." Penjaga itu bergegas ke dalam pos penjagaan. Setelah beberapa menit ia kembali.
"Silahkan masuk, anda sudah ditunggu tuan besar di dalam." ucap penjaga.
"Terima kasih" Wiryo tersenyum. Mobil yang dikendari Wiryo bergegas masuk setelah gerbang terbuka lebar.
Halaman kediaman Adiyaksa begitu luas. Selama perjalanan menuju pintu utama terdapat pohon cemara disepanjang jalan. Kemudian terdapat air mancur di tengah tengah. Mobil Wiryo berhenti tepat di depan pintu utama. Penjaga segera membukakan pintu. Wiryo segera turun dari dalam mobil.
Penjaga itu segera melapor, tak lama setelahnya Herman Adiyaksa berjalan keluar memakai tongkat di tangannya diiringi beberapa pengawal di belakangnya.
"Oh, Pak Wirawan. Apa kabar?" Herman tersenyum.
"Baik Pak." Balas Wiryo.
"Silahkan duduk!" Herman memerintahkan setelah dirinya duduk di sofa. Wiryo duduk di salah satu sofa yang bersebrangan.
"Begini pak Adiyaksa. Bisakah saya menukar bisnis ini bukan dengan sebuah pernikahan." Ucap Wiryo to the point.
"Hahaha..." Herman tertawa keras. Merasa ditertawakan Wiryo hanya bisa menunduk malu.
"Lihatlah Wirawan. Kau sudah tau keadaanku sekarang ini. Aku hanya ingin melihat cucu laki lakiku menikah. Apapun yang ingin kau tukar aku bisa mendapatkannya dengan mudah." Wajah Herman berubah tegas dan datar.
"Maaf pak, saya salah."
"Bagus! Bagaimana dengan perjodohan yang aku ajukan?"
Wiryo kembali mendongak. "Saya belum mengatakan apapun kepada putri saya. Jadi saya tidak bisa memberi jawaban kepada anda." Ucap Wiryo.
"Hm, masih ada 10 hari. Jadi tidak perlu terburu buru kan. Dan proyek itu masih berada digenggamanku. Aku tau kau sangat menginginkannya. Dan jika kau masih mau hanya itu yang aku minta." Ucap Herman.
Wiryo tidak bisa mengatakan apapun selain terdiam. "Sudahlah, kau pikirkan tawaranku baik baik sebelum kehilangannya." Herman kembali berdiri yang di papah oleh asistennya. kemudian satu persatu pengala itu mengikuti.
Sampai di Villa Wirawan, Wiryo tidak bisa mengatakan apapun. Ia menceritakan hal ini kepada Dewi atas jawaban Herman adiyaksa. Dan kini keduanya hanya bisa memberitaukan kepada putrinya secara pelan pelan.
Saat di pagi hari, Anna menuruni tangga dengan pakaian seragam. Tas sekolahnya ia jinjing di bahu kirinya. Ia terlihat santai padahal jam sudah menunjukkan pukul 7.
"Pagi papa, pagi mama." Sapa Anna tersenyum riang.
"Pagi." Jawab sang mama begitupun Wiryo yang kemudian melipat koran paginya dan memulai sarapan pagi.
"Anna, Papa ingin mengatakan sesuatu." ucap Wiryo ragu.
"Ya, katakan saja papa." Balas Anna begitu tenang seraya memakan roti selainya ke dalam mulutnya.
"Papa memenangkan tender di kawasan Bena." Ucap Wiryo memberikan kabar baik.
"Wah selamat papa!" Balas Anna antusias.
"Tapi..." Wiryo menghentikan ucapannya ragu untuk mengatakannya bahkan tak sampai hati harus mengatakannya.
"Ya, tapi apa pa?" Tanya Anna begitu penasaran.
"Kamu harus menikah dengan cucu lelaki Adiyaksa."
Bagai disiram bensin ke dalam api, Anna terkejud dengan kabar ini. Anna tersedak setelah sekian detik terdiam mendengar berita ini.
uhuk uhuk uhuk
"Minumlah sayang." Dewi memberikan segelas air dan mengelus punggung Anna lembut.
duk
Anna meletakkan gelas kosong di depannya. "Papa! Apakah aku salah dengar?" Anna meyakinkan perkataan papa-nya. tetapi sayangnya Wiryo mengangguk pasti dan itu membuat harapan Anna runtuh seketika.
"Bagaimana mungkin?" Anna tidak percaya.
"Dengarkan papa nak." Wiryo mencoba membujuk putri satu satunya.
"Tidak pa, Anna tidak mau. Anna ingin sekolah dan tidak mau menikah.." Anna bergegas pergi meninggalkan kediamannya.
Wiryo hanya mampu menatap punggung putrinya menjauh dengan perasaan marah. Sementara dirinya di hantui rasa bersalah. Dewi beranjak dan mendekati sang suami. mengelus punggungnya yang lebar.
"Bagaimana aku mengatakannya sayang?" Tanya Wiryo dengan hambar.
"Pelan-pelan sayang. Anna pasti akan mengerti." Bujuk Dewi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Naurah Prilly
masih nyimak
2024-05-13
1
disa
saya mampir ya thor
2023-04-04
0
🌷Mita Sari 🌷
aku mampir thor, kyknya seru nih..... coba mengikuti..
2023-02-22
2