Anna mengendarai mobil lamborgini-nya dengan marah. Bagaimana mungkin papa-nya begitu tega ingin menikahkannya dengan pria yang tak ia kenal. Bahkan disaat dirinya belum lulus dari sekolah menengah atas.
Anna mengebut dijalanan aspal. Bahkan seringkali menerobos lampu merah dengan sesuka hatinya. Dia begitu dongkol dengan perkataan papa-nya. Menikah dengan cucu Adiyaksa.
Ah, memikirkan kata menikah saja, otak Anna benar benar merasa gila.
tinnn tinnn
Di saat pikirannya sedang kalang kabut, Anna tersadar telah menerobos lampu merah lagi. setelah mendengar suara klakson mobil dari arah bersebrangan. Dia tak bisa lagi berpikir jernih.
brakkk
Kecelakaan pun tak bisa di elakkan. Sebuah mobil limosin berlalu begitu cepat dan menabrak kap mobil samping, membuat mobil Anna limbung ke samping hingga terseret beberapa meter.
"Papa mama...." Anna menjerit dalam hati lalu memejamkan matanya sebelum ia kehilangan kesadarannya.
Pengendara mobil limosin panik. keningnya berdarah setelah menyeret mobil lamborgini berwarna kuning itu beberapa meter. Tapi kesadarannya belum menghilang.
Ia menggunakan tenaganya yang tersisa dan menyeret kakinya dengan paksa untuk sampai pada mobil yang telah ia tabrak. Sesekali memegangi dahinya yang terus mengucurkan darah segar. dan satu tangannya mengetuk pintu samping mobil lamborgini itu.
Tapi pemilik mobil berwarna kuning itu tidak merespon apapun, sampai akhirnya pemilik mobil limosin itu kehilangan banyak darah dan pingsan.
Para pengguna jalan pun terganggu. Kemudian salah satu saksi segera menelepon ambulans. Tak berapa lama ambulans datang dan membawa keduanya ke rumah sakit terdekat.
Dewi yang sedang membolak balikkan majalah mendapatkan telepon. Setelah mendengar pembicaraan dari sebrang Dewi berkaca kaca. putrinya kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit. Dewi segera mengabari suaminya dan bergegas ke rumah sakit.
"Apa, Anna kecelakaan?" Wiryo terkejut saat mendengar suara dewi yang memberitaukan bahwa putrinya kecelakaan.
Wiryo mengakhiri meeting pagi ini dan bergegas menyusul ke rumah sakit. Sementara Anna berada di dalam ruang operasi bersamaan Arsha di dalamnya.
Keduanya mengalami pingsan, Anna mendapatkan cidera pada kaki kanannya sementara Arsha mendapatkan luka didahinya.
Setelah satu jam berada di ruangan operasi akhirnya keduanya dipindahkan ke ruang rawat inap.
"Dokter bagaimana keadaan putri saya?" Setelah dokter keluar dari ruang operasi Wiryo melayangkan pertanyaan kepada dokter bedah yang telah menangani putrinya.
"Tidak terjadi apa apa pada putri bapak. Dia baik baik saja, hanya saja kaki kanannya mengalami cidera. mungkin dalam waktu satu bulan sudah bisa membaik asalkan dirawat dengan baik." Ucap dokter itu tersenyum.
"Terima kasih dokter."
"Ya." kemudian dokter bedah itu berlalu.
Diruangan Vip
Kaki Anna diperban. Dewi menemaninya duduk di samping ranjang. Wiryo juga duduk di sofa panjang yang berada disisi ruangan.
Terdengar ketukan pada pintu, Wiryo segera membuka pintu. Ia terkejut saat siapa yang datang adalah Herman.
"Pak Adiyaksa." Seru Wiryo.
Herman tersenyum lalu melambaikan tangan dan para pengawal yang telah mengikutinya perlahan menjauh dan berbaris rapi di luar ruangan. Ternyata yang ditabrak cucu lelakinya malah calon istrinya sendiri. Sungguh sangat kebetulan sekali. Herman berjalan dengan tongkatnya masuk, Wiryo ikut berjalan mengikuti dibelakangnya.
"Pak Adiyaksa." Dewi juga terkejut kemudian bergegas berdiri menyapa.
Herman tersenyum melambaikan tangan agar dewi tetap duduk di kursi.
"Saya hanya ingin menjenguk orang yang telah ditabrak cucuku. tetapi ternyata putri kalian. Aku benar tidak menyangka. tadinya aku kesini ingin meminta maaf." Ujar Herman begitu tenang.
Wiryo tidak bisa berkata apa apa lagi.
"Karena putrimu calon cucu menantu jadi aku akan menanggung semuanya sampai sembuh, aku telah merekomendasikan dokter terbaik di negeri ini." lanjut herman.
"Terima kasih pak, anda sudah berbaik hati pada kami."
"air..." terdengar rintihan Anna meminta Air. Sejak semalam ia tak sadarkan diri dan ia merasa haus sekarang.
Dewi mengambil air di atas nakas lalu membantu Anna meminum air. Setelah Anna tersadar Dewi berbisik pelan. "Anna, dia adalah tuan Herman. Dia datang menjengukmu." mata Anna segera mencari sosok yang di maksud Dewi.
Setelah dewi menganggukkan kepala tanda Herman boleh menemuinya, Herman segera maju.
"Apa kabar?" Ucap Herman ramah.
"Kakek! saya baik kek." Balas Anna masih dengan suara lemah.
"Istirahatlah." Ucap Herman saat Anna berusaha bangkit untuk duduk. "Saya hanya mewakili cucu saya meminta maaf yang telah menabrakmu hingga seperti ini. Maafkan cucuku."
Anna menggeleng. "Tidak kek, Saya saja yang terlalu ceroboh. Dan kesalahan ini bukan sepenuhnya cucu kakek." Ucap Anna jujur.
Herman tersenyum lalu mengusap puncak kepala Anna lembut. "Istirahatlah supaya kamu cepat sembuh." Balas Herman kemudian.
Herman melirik Wiryo yang terdiam ditempatnya. "Jagalah putrimu baik baik." Wiryo hanya mengangguk.
Diruangan sebelah, Arsya duduk dengan memangku laptop di pangkuannya. Herman segera masuk.
"Ckckck, masih begini kau sudah bekerja."
"Bagaimana tidak, kau selalu membuatku repot seperti ini. Bagaimana mungkin Aku meninggalkannya." Decak Arsya.
"Cih, untung kau cucuku. Setelah menabrak orang kau tidak bilang minta maaf bahkan kau malah sibuk." Arsya mendongak lalu memelototi kakeknya yang duduk di sofa dengan angkuh.
"Itu bukan kesalahanku sepenuhnya, kenapa aku harus minta maaf." Sinis Arsya.
"Huh. kau ini..."
"Sudahlah, kakek disini justru menggangguku. Orang tua lebih baik dirumah dan beristirahat."
"Kau mengusirku."
"Bukan...." Arsya meringis.
"Ah sudahlah, kau memang keras kepala. Selain itu aku juga ingin mengatakan satu hal padamu."
"Katakan saja." Ucap Arsya cuek masih menatap laptop di pangkuannya.
"Gadis yang kau tabrak itu mengalami cidera di kakinya. Jadi kau harus bertanggung jawab."
"Berikan saja kompensasi yang besar sampai kakinya sembuh." Herman mengepalkan tangannya kuat. Anak ini benar benar membuat Herman marah.
"Tidak boleh." Tegas Herman.
"Kenapa?" Herman mendengus sebal.
"Kau ini! Dia tak mau kompensasi darimu." Arsya mengerutkan keningnya heran.
"Kau harus bertanggung jawab dengan cara menikahinya. Karna kau yang membuat kakinya tidak bisa berjalan. Memangnya mudah diluaran sana ada yang mau nerima perempuan yang tidak bisa berjalan seperti itu." Seketika mata Arsya melotot sempurna.
Menikah! Mudah sekali lelaki tua ini mengatakan hal menikah.
"Kek..."
"Sudah. Aku tidak mau berdebat dengan manusia keras kepala sepertimu. Yang aku inginkan kau segera menikah. Maka aku akan merasa lebih tenang." Herman segera bangkit dan keluar ruangan.
Ruangan hening seketika. Arsya menatap lurus ke arah pintu yang tertutup. Apa maksudnya menikahi orang yang tak ia kenal. Huh padahal ia sudah menolaknya berkali kali. tapi ini harus menikahi gadis yang ia tabrak sebagai pertanggung jawaban ckckck bukankah ini terlalu memaksa.
Arsya menertawakan dirinya sendiri. Bukankah ini hanya sebuah alasan agar dirinya cepat menikah. Arsya menganggap ini cuman omong kosong lelaki tua itu.
*
Setelah beberapa pengobatan yang di rekomendasikan oleh Herman. Kaki Anna perlahan lahan sudah lebih baik dari sebelumnya. Hanya saja masih membutuhkan beberapa waktu untuk bisa pulih, tetapi karena terlalu lama berada di rumah sakit Anna merasa sangat bosan harus meminum obat setiap hari juga menguras semua tenaga dan pikirannya.
"Mama, Aku sudah bosan berada di sini terus." Anna mencebikkan bibirnya. Sudah sebulan ini ia berada di rumah sakit sebagai pemulihan tetapi ia merasa bosan berada diruangan yang serba putih itu.
Dewi menghela nafas lelah, entah sudah keberapa kalinya Anna mengatakan hal yang sama.
"Baiklah, mama akan membujuk papa supaya kita bisa keluar dari sini."
"Bener loh ma." Dewi mengangguk. Anna pun tersenyum riang. Akhirnya Anna bisa pulang meski ia harus memakai kursi roda.
Setelah melalui beberapa proses di rumah sakit, akhirnya siang ini Anna bisa kembali pulang ke kediamannya Ke villa Wirawan. Saat sesampainya di rumah ia teringat jika kamarnya berada di lantai atas.
"Aduh, aku ga bisa naik ke atas dong." Anna menghentikan kursi rodanya yang otomatis di depan tangga.
Dewi yang melihat itu merasa sedih. kemudian ia menghampiri anak perempuannya. Dan menghiburnya.
"Kamar kamu di lantai bawah saja, bibi sudah merapikannya jadi kamu tidak perlu naik turun tangga." Ucap Dewi.
"Terima kasih ma." Anna menyunggingkan senyuman seraya mencium pipi Dewi penuh kasih.
Pelayan membantu mendorong kursi rodanya masuk ke dalam kamar tamu yang berada di lantai bawah. Ia tersenyum karena kedua orang tuanya telah mempersiapkannya. Anna menuju ke sebuah meja belajar, ia menghampiri sebuah foto yang telah usang di dalam sebuah kotak berbahan jati.
Dia menatap foto dua gadis, besar dan kecil sedang tersenyum ke hadapan kamera. Ia merasa rindu pada seseorang. Tetapi ia tak bisa memeluk dan menghampirinya. Ia kembali menyimpan foto itu ke dalam kembali bersamaan dengan sebuah kalung liontin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
disa
saya mampir ya thor
2023-04-05
0
Rapa Rasha
kira2 itu foto siapa ya
2022-11-12
0
@sulha faqih aysha💞
dasar modus kakek bilang aja supaya Arsya mau menikah sama anna
2022-10-22
1