Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, dan alhamdulillah akhirnya kami bertiga pun telah sampai di rumah Neneknya Ida.
"Assalamu'alaikum Nek...."
kami mengucapkan salam secara bersamaan, ketika ada seorang Nenek yang sedang menyapu halaman, aku kira itu pasti Neneknya Ida, karena disini hanya ada satu rumah saja dan kami pun mencium punggung tangan beliau.
"Wa'alaikumsalam......" jawab Nenek tersebut.
"Eh Ida..lho kenapa mau kesini kok gak bilang dulu sama Nenek?"
"Kami mau bikin kejutan dong Nek, tapi maaf Ayah sama Ibu gak bisa ikut karena sibuk kerja," jawab Ida
"Iya gak apa-apa, yang penting mereka sehat. Akan tetapi, seandainya kalau kamu bilang dulu sama Nenek kalian mau kemari, Nenek kan bisa masakin dulu," ujar Nek Ipah ( Neneknya Ida ).
"Gak apa-apa Nek, gak usah ngerepotin, kami juga bawa bekal kok," ujarku.
"Wah teman-teman Ida cantik ya, namanya siapa?" tanya Nenek.
"Iiiiiiih...Nenek kenapa sih cuma teman Ida yang dibilang cantik, terus Ida jelek gitu?" rengek Ida
"Gitu aja kamu kok ngambek, tetep yang paling cantik itu Ida cucu Nenek," Nek Ipah pun berusaha membuat Ida senang. Akhirnya Ida kini kembali tersenyum.
"Perkenalkan Nek nama saya Arini, kalau saya Ani," ucap kami.
Kami akhirnya dipersilahkan masuk ke dalam rumah oleh Nenek.
"Ayo silahkan masuk, maaf ya kalau kurang nyaman, karena keadaan rumah Nenek seperti ini."
"Enggak apa-apa kok Nek, dengan menerima kedatangan kami saja, kami sudah merasa sangat senang," jawabku.
"Oh ya Nek, kebetulan ini ada sedikit oleh-oleh dari Bandung."
Aku pun memberikan kantong oleh-oleh dan bekal kami, karena tadi di jalan kami tidak sempat memakannya.
"Terimakasih ya, duh jadi ngerepotin," ucap Nenek.
"Ngomong-ngomong Kakek kemana Nek?" tanya Ida.
"Tadi sehabis sholat Ashar Kakek berangkat lagi ke sawah, katanya mau betulin dulu selokan," sebentar lagi juga pulang, jawab nenek.
Akhirnya Kami bertiga meminta ijin kepada Nek Ipah untuk membersihkan diri ke kamar mandi, takutnya keburu gelap, karena seperti yang dikatakan Ida kalau disini belum ada penerangan, hanya ada lentera yang dipakai untuk penerangan disini, dan toilet disini juga berada di luar rumah, tepatnya berada di empang yang terletak di belakang rumah Nek Ipah.
"Satu-satu apa mau barengan?" tanya Ani.
"Aku aja dulu deh Ni, soalnya gak enak nih mau ganti softex takutnya keburu tembus !!" ucapku.
"Ya sudah sana gih masuk duluan !!" ucap mereka.
Bilik toiletnya berada di tengah-tengah empang, dan aku pun mencoba melangkahkan kaki melewati jembatan bambu penghubungnya. Namun, karena licin aku hampir saja terjatuh.
"Astagfirulloh, untung saja gak jatuh," ucapku sambil mengelus dada.
Aku juga merasa heran karena disaat aku hampir terjatuh sepertinya ada seseorang yang berusaha menahan tubuhku supaya tidak masuk ke dalam empang, mungkin itu hanya perasaanku saja kali ya, ucapku dalam hati.
Saat akan memasuki bilik toilet tidak lupa aku membaca do'a masuk WC, supaya nanti tidak ada yang menggangguku.
Setelah beberapa menit berlalu, aku pun selesai bersih-bersih, dan akhirnya keluar dari bilik toilet, Ani dan Ida juga sudah nampak menunggu di luar.
"Ani kita mandinya barengan aja yu biar cepet," ajak Ida.
"Bilang aja kamu takut," ujar Ani.
Aku pun menyuruh mereka untuk segera masuk ke dalam bilik toilet supaya gak kemaghriban.
"Ya sudah kalian cepetan mandi biar gak keburu gelap, aku masuk rumah duluan ya," ucapku pada mereka. Namun, saat aku hendak masuk ke dalam rumah, aku kembali melihat sosok pria yang tadi berada di bawah Air Terjun, dia nampak tersenyum padaku, dan aku pun membalas senyumannya.
Sampai akhirnya aku dikagetkan oleh suara Nek Ipah.
"Neng sudah beres ya mandinya?"
"Iya sudah Nek, jawabku.
"Oh ya Nek, itu siapa ya?" tanyaku pada Nek Ipah dengan menunjuk ke tempat pemuda tadi berdiri.
"Mana Neng?" tanya Nenek sambil melihat ke arah yang aku tunjukan.
"Memangnya Nenek gak lihat kalau tadi ada pemuda yang lihatin kesini terus? tapi kok sekarang udah gak ada yah?" ucapku dengan bingung.
"Ah mungkin Neng salah lihat kali," ujar Nek Ipah.
Apa iya aku salah lihat? masa salah lihat sampai dua kali? tanyaku dalam hati.
Namun, lamunanku terhenti disaat Nek Ipah mengajakku untuk masuk ke dalam rumah.
"Ayo ah masuk udah mau maghrib, disini pamali kalau maghrib-maghrib masih diluar," ujar Nek Ipah.
Tidak lama setelah aku masuk ke dalam rumah, Ida dan Ani pun menyusul.
"Eh..eh..tau gak Rin?" tanya Ida.
"Enggak..." aku pun menjawab pertanyaan Ida.
"Eh iya ya lupa, aku kan belum cerita," Ida pun nyengir menyadari tingkahnya.
"Emangnya ada apa?" tanyaku pada Ida.
"Gini....gini...tadi kan waktu aku dan Ani mandi, tiba-tiba bilik toilet nya goyang lho kayak ada gempa gitu, terus kami merasa ada sepasang mata yang terus mengawasi kami, tuh lihat Ani aja sampai pucat gitu wajahnya," tunjuk Ida.
"Kalian tadi baca do'a dulu gak sebelum masuk toilet?" tanyaku pada mereka.
"Enggak....tadi kami lupa, he..he.." jawab Ida sambil cengengesan.
"Kalian itu kalau gak diingetin pasti lupa terus," ujarku.
"Ihhhh..Arini kok gitu sih ngomongnya, kan lupa mah gak ada gurunya," jawab Ida.
"Ida..Ida..kamu mah ngeles terus kaya bajai kalau dibilangin teh, aku sebel deh sama kamu," ucapku sambil mencubit pipi Ida yang chubby saking gemasnya.
"Tapi sebel-sebel juga sayang kan?" goda Ida.
"Pasti dong..aku tuh sayang banget sama kalian berdua, bagiku kalian sudah seperti saudara," ucapku sambil memeluk mereka.
"Oh ya Ni, kamu kenapa sih kelihatan nya syok gitu? ini kamu coba minum dulu biar enakan," aku pun menyodorkan segelas air putih untuk Ani.
"Makasih ya Rin," ucap Ani.
"Iya sama-sama" jawabku.
Ani pun mencoba untuk kembali berbicara,
"Tadi sebenarnya pas kami keluar dari bilik toilet aku dan Ida jatuh ke empang, karena rasanya seperti ada tangan berbulu yang narik aku, aku juga udah coba pegangan sama Ida, tapi Ida juga malah ketarik, sampai akhirnya kami berdua tercebur deh, aku kesel banget karena harus kembali mandi lagi," cerita Ani.
"Ha..ha..ha..aku sebenarnya pengen ketawa tapi takut dosa," ucapku pada mereka..
"ARINII.....,kamu nyebelin banget sih, itumah bukan mau ketawa tapi udah tertawa, terbahak-bahak malah, kamu tuh sudah tertawa di atas penderitaan orang lain tau nggak?" mereka pun nampak kesal padaku.
"Iya..iya..maaf, soalnya aku gak bisa nahan buat ketawa," aku pun berusaha menutup mulutku supaya tidak tertawa lagi.
Beberapa saat kemudian, sayup-sayup Adzan Maghrib pun terdengar dari kejauhan.
"Kayaknya udah Adzan Maghrib deh, sana gih kalian Sholat dulu," ucapku pada mereka.
Setelah selesai Sholat, akhirnya kami keluar dari dalam kamar, karena Nek Ipah sudah memanggil kami untuk makan malam,
dan ternyata kakeknya Ida juga sudah pulang.
Setelah semuanya berkumpul kami pun memulai makan.
"Ingat-ingat baca do'a dulu," aku mencoba mengingatkan Ani dan Ida.
Rumah Nek Ipah hanya mempunyai dua kamar dan satu ruangan saja di dalamnya, serta terdapat dapur dibelakangnya, meskipun rumahnya terbuat dari bilik dan beralaskan papan kayu, tapi menurutku rumahnya sangat nyaman.
Kami pun makan sambil sesekali berbincang-bincang.
"Cu...kenapa gak bilang kalau kalian mau kemari?" kalau Kakek tau, tadi Kakek mancing dulu di empang," ujar Kakek.
"Gak apa-apa Kek, ini juga sudah banyak kok lauknya, kami tidak mau sampai merepotkan Kakek dan Nenek", jawabku.
"Ya sudah ayo sekarang habisin makanannya," ujar Nek Ipah.
Ida pun segera menjawab,
"Tenang aja Nek, kalau ada Ida pasti semua makanannya dijamin habis."
"Ah kamu mah emang doyannya makan Da," sindir Ani.
"Mubajir tau Ni kalau gak dihabisin," jawab Ida lagi.
"Sudah-sudah kalian ini berada dimana pun pasti ribut terus," ucapku menengahi mereka.
Kakek dan Nenek pun tampak tersenyum melihat kelakuan kami.
Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam, setelah melaksanakan Sholat Isya berjamaah di Mushola samping rumah, kecuali aku karena masih halangan, Nenek pun menyuruh kami untuk istirahat.
"Ida ayo ajak teman-temannya istirahat, kasihan kalian pasti cape di perjalanan," ujar Nek Ipah.
"Iya Nek.." jawab Ida.
Akhirnya kami bertiga masuk ke dalam kamar dan memutuskan untuk tidur.
"Jangan lupa baca do'a dulu," aku pun kembali mengingatkan mereka.
"Iya Bu Ustadzah," ucap mereka berdua sambil tertawa cekikikan.
Tidak lama setelah kami berbaring Ida dan Ani terlihat lelap, mungkin karena mereka kecapean, dan malah aku yang gak bisa tidur karena Ida tidurnya ngorok, belum lagi dia ngabisin tempat karena badannya yang besar berada di tengah-tengah aku dan Ani.
Akhirnya, Aku memutuskan untuk tidur di bawah saja, karena rumahnya beralaskan papan, jadi tidak terlalu dingin. Aku berusaha mencoba memejamkan mata. Namun anehnya, lagi-lagi aku merasakan belaian lembut di kepalaku, tetapi karena sudah terlalu ngantuk Aku pun tidak menghiraukannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
@Kristin
bikin merinding 😳
2022-09-09
1
Syhr Syhr
Wah...siapa itu ya?
2022-08-31
1
Yona
jangan di tolak masakan nenek" biasanya enak" 😆
2022-08-19
2