Tiba di restoran dekat Rumah Sakit, ternyata Hugo sudah tiba duluan. Kaina pun langsung saja menghampiri pria itu.
“Masih ingat saya?” tanya Kaina.
Hugo menatap lama wajah wanita itu, berusaha memutar memori lama untuk mengingat. “Kaina kan?!”
“Iya.”
“Wah, sudah lama, ya, kita gak ketemu. Kamu makin cantik loh. Kebetulan sekali kita ketemu di sini.”
“Bukan kebetulan kok. Memang saya ingin bertemu dengan kamu.”
“Maksudnya?”
“Panjang ceritanya. Aku langsung pada intinya saja, ya.”
Hugo mengangguk.
“Kamu ingatkan dulu kalau kita pernah ….”
“Iya, terus?”
“Sebulan setelah itu aku dinyatakan hamil.”
“What?”
“Dan aku melahirkan anak kembar.”
Hugo kembali dibuat kaget bahkan mulutnya sampai ternganga.
“Aku sengaja gak menemui kamu waktu itu karena aku meragukan siapa ayah dari anak yang aku kandung. Karena sebelumnya aku juga tidur dengan pria yang menemui kamu semalam.”
“Lalu?”
“Kemarin kami baru saja melakukan tes DNA, awalnya aku juga ingin meminta kamu melakukannya. Tapi kata Candra lebih baik kami menunggu hasilnya terlebih dahulu. Jika anak ku bukan anaknya, barulah aku mencari kamu.”
“Bagaimana hasilnya?”
“Candra ayah biologis dari salah satu anak kembarku.”
Hugo sempat menghembuskan nafas lega, kemudian ia menatap Kaina dengan penuh tanya. “Salah satu?”
“Iya, dan satunya lagi pasti anak kamu. Jika kamu tak percaya kita bisa melakukan tes DNA. Kamu juga bisa meminta penjelasan dari Dokter.”
Pria itu meremas rambutnya. Ia tak percaya jika perbuatannya tujuh tahun yang lalu meninggalkan bekas.
“Untuk apa kamu menemui saya sekarang di saat mereka sudah besar?” tanya Hugo.
“Jangan salah paham dulu. Aku gak meminta kamu untuk bertanggung jawab, hanya ingin meminta pertolongan saja,” jawab Kaina.
“Pertolongan apa?”
“Kedua anakku mengalami gagal ginjal dan mereka harus segera melakukan transplantasi. Hanya kamu satu-satunya harapan untuk menolong mereka.”
Lagi, Hugo bagaikan dihantam gelombang berkali-kali, membuatnya tak dapat bernafas dengan normal. Wajahnya tampak tegang sedangkan Kaina hanya biasa saja.
“Kalau saya gak mau?”
“Aku hanya meminta satu ginjal kamu, itu saja. Kalau memang kamu gak bisa menerima kehadirannya, setidaknya tolong lah dia karena bagaimanapun dia darah daging kamu sendiri. Maaf kalau aku sudah melahirkannya ke dunia ini.”
Kaina menunggu kata selanjutnya yang akan keluar dari mulut pria nan duduk di hadapannya itu. Tapi sepertinya Hugo butuh waktu, membuatnya sadar untuk harus memberikan waktu. “Silahkan kamu pikirkan dulu. Jika kamu mau melakukan tes DNA datanglah ke Rumah Sakit X.”
Setelahnya Kaina pun pergi dengan hati yang berusaha tabah dan berharap kalau Hugo mau menemui anaknya.
...🐛🐛🐛🐛...
Tiba di apartemen, Hugo masih memikirkan kata-kata Kaina tadi. Badan yang lelah dan mata nan perih akibat begadang semalam diabaikannya. Duduk di atas kasur dengan pikiran melayang kesana-kemari. Semua begitu mendadak, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja seseorang mengatakan kalau kini dia memiliki seorang anak.
Bahkan selama ini ia tak pernah memikirkan hal itu. Jangankan memiliki anak, membina hubungan yang serius dengan seorang wanita saja tak pernah terlintas dalam benaknya. Ia hanya ingin menikmati hidup ini entah sampai kapan, ia sendiri juga tak tau. Namun, tanpa sepengetahuannya ia sudah menjadi seorang ayah.
“Ayah? Gue jadi Ayah?” guman Hugo.
“Apa benar gue sudah punya anak?” Dia terus bertanya-tanya
Bagaimana rupa anaknya?
Apakah dia laki-laki atau perempuan?
Bagaimana keadaannya sekarang?
Karena tak sanggup menahan rasa penasaran yang terus mengusik hati dan pikiran, Hugo pun memutuskan untuk ke Rumah Sakit malam ini.
...🦚🦚🦚🦚...
Tiba di parkiran Rumah Sakit ia sempat merasa bingung, karena tak tau dimana dan kamar apa anaknya dirawat. Sedangkan untuk menghubungi Kaina ia tak memiliki nomor ponselnya. Mungkin karena memang sudah takdir, matanya menangkap sosok yang baru saja terlintas dalam benak. Hugo bergegas turun dan menghampiri.
“Kaina.”
Wanita itu menoleh dan ia tersenyum lebar. “Akhirnya kamu datang. Siap untuk melakukan tes DNA?”
“Sebelumnya boleh saya bertemu dengannya?”
Kaina berpikir sejenak. “Bagaimana kalau besok pagi saja. Aku sudah janji dengan Candra kalau akan mengenalkan kalian berdua secara bersamaan, agar anak-anak gak bingung nantinya.”
“Baik. Kalau begitu bisa temani saya menemui Dokter untuk tes DNA?”
“Ayo.”
...🦋🦋🦋🦋...
Otak Kaina berusaha merangkai kata untuk menyampaikan sebuah kabar yang mungkin membahagiakan buat anak-anaknya. Malam ini sebelum Kama dan Kalila bertemu dengan Candra dan Hugo besok pagi, ia mengajak mereka bicara enam mata.
“Besok ada dua orang yang mau bertemu dengan Abang sama Adik,” kata Kaina lembut.
“Siapa, Bun?” tanya Kama.
“Mereka adalah Ayah atau Papa yang selama ini Abang tanya-tanya.”
“Maksudnya kami punya Ayah sama Papa?” Giliran Kalila yang bertanya.
Kaina mengangguk.
“Artinya kami punya dua Ayah gitu, ya, Bun?!” Kama memperjelas ucapan saudaranya.
Sulit memang menjelaskan bagaimana mereka berdua bisa mempunyai dua ayah, tapi Kaina berusaha menjelaskan dengan tenang agar anak-anaknya bisa paham.
“Kalian kan ada dua, kalau Ayahnya satu pasti gak adil,” jawab Kaina.
“Tapi kenapa kami cuma punya satu Ibu?”
Pertanyaan dari putrinya membuat Kaina tercekat saliva. Bukanya berhasil membuat si kembar paham, malah menimbulkan kebingungan. Bahkan kini ia pun ikut bingung cara menjawabnya. Namun, otak cerdasnya langsung mencetuskan ide.
“Ibaratnya gini deh. Bunda punya sebuah pot bunga yang besar, lalu datang Ayah sama Papa memberikan benih bunga untuk ditanam. Nah,benih itu adalah kalian yang Bunda jaga dan rawat hingga tumbuh besar. Sekarang apa kalian paham?”
Si kembar tampak mencerna penjelasan dari sang Ibu dan keduanya mengangguk. Membuat Kaina mengembangkan senyuman. Ia merasa lega karena kini putra dan putrinya tak lagi bertanya.
“Aku gak sabar deh, Bang, mau ketemu Papa sama Ayah. Kira-kira mereka seperti apa, ya?” kata Kalila.
“Sama, Abang juga. Mereka nanti bakalan sayang sama kita gak, ya?”
“Pasti dong,” jawab Kaina. Mereka pasti bakalan sayang banget sama anak-anak Bunda yang super kuat dan berani ini.”
Kalila pun tersenyum di tengah-tengah khayalannya. “Artinya nanti aku bisa punya mainan banyak dong, Bun? Soalnya teman-teman aku di sekolah katanya suka dibelikan mainan sama Papanya.”
“Sayang, meskipun nanti ada Papa dan Ayah, bukan berarti kamu bisa minta mainan seenaknya. Ingat pesan Bunda, beli mainan boleh asalkan Kalila membutuhkannya.”
Gadis kecil itu mengangguk.
“Sekarang Abang sama Adik tidur, karena besok kita akan menyambut hari yang baru.”
“Hore, asik kita ketemu Ayah, kita punya Ayah.” Kama meloncat kegirangan di atas ranjangnya.
“Abang, duduk, sayang, ini sudah malam jangan berisik takut pasien yang lain keganggu.”
“Maaf, Bunda.”
Kaina mengangguk dan tersenyum. Ia merapikan alas kasur yang berantakan lalu berbaring di tengah-tengah kedua anaknya, tak lupa menarik selimut untuk menghangatkan tubuh mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
ashely nurwati
untung Candra & Hugo sama2 kooperatif mau test DNA....
2023-04-28
0
Ainisha_Shanti
Kaina you are strong women
2022-07-16
1
Kaisar Tampan
Kak udah aku mampir ya..
bantu dukung karyaku juga ia
Simpanan brondong tampan
terima kasih
2022-07-08
1