2. Hari Pertama jadi Asisten Pribadi

Hari Pertama jadi Asisten Pribadi

"Tu-Tuan.." Kilan sampai tercengang melihat ketampanan majikannya.

Dayri mengacuhkan reaksi Kilan dan masuk kamar.

"Buka jasku." Perintah Dayri membuyarkan keterpanaan Kilan padanya.

"Ba-baik..." Kilan patuh, berusaha bersikap wajar. Membuka jas Dayri dari belakang.

Ketika melepas dasi, jantung Kilan berdegup kencang berada dekat dengannya. Sementara mata Dayri menjelajah melihat isi kamarnya.

"Mau ke mana?" Tanya Dayri begitu Kilan berbalik membawa jas dan dasi. "Baju dan sepatuku belum kamu buka."

Glek.

Sungguh Kilan tidak menyangka Dayri bisa setampan dan mempesona seperti ini. Membuatnya terpesona setengah mati.

Ketika membuka kemeja Dayri, Kilan disuguhkan dada bidang dan berbulu. Ia menggigit bibir menahan agar gugup nya tidak terlihat.

Setelah sepatu lepas, Kilan bergegas masuk kamar mandi dan membawa sebaskom air hangat dicampur garam mandi.

Dayri duduk di sofa mengenakan kaos dalam dan celana panjang. Sambil menikmati rendaman air hangat di kakinya, ia mulai sibuk dengan HP-nya sementara Kilan membereskan baju Dayri.

"Tuan mau minum?" Tawar Kilan.

Mata Dayri menghujamnya membuatnya menunduk takut.

"Duduk sini."

Kilan menurut dan duduk di samping Dayri membuat jantungnya berdetak gila gilaan.

"Udah 10 tahun, kamu udah dewasa aja. Baru kemarin rasanya aku liat kamu nangis begitu aku pergi." Dayri bernostalgia tanpa melihat Kilan.

"Tuan masih ingat." Kilan agak tersipu.

"Alasanku milih kamu jadi asisten pribadi, karena aku tau kamu bisa jaga privasiku. Kita kenal sejak kecil. Setidaknya aku bisa percaya kamu."

Dayri menjelaskan semua tanpa memandang Kilan. Entah kenapa.

"Baik, Tuan. Ada yang perlu saya siapin lagi?"

"Nggak perlu. Besok kamu siap, kita ke kantor. Nanti Fero akan mengantar pakaian selama kamu kerja." Dayri menjawab telepon. "Halo, Honey. Kamu bisa masuk sekarang."

Kilan mengerutkan kening. Honey?

Tiba-tiba pintu terbuka, dan tampak seorang wanita cantik berpakaian seksi.

"Hai Honey.." wanita itu langsung duduk di pangkuan Dayri dan memeluknya. Tanpa malu mendaratkan ciuman di bibir Dayri.

"Kilan, kamu boleh keluar." Dayri berkata datar dan asyik bercumbu dengan wanita seksi.

Kilan mengangguk patuh dan bergegas meninggalkan kamar.

Kepalanya terasa panas. Melihat kelakuan Dayri.

Apalagi terdengar e**ngan dan d*sahan dari kamar. Membuat Kilan tidak tahan dan bergegas kembali ke paviliun belakang rumah, tempat tinggalnya bersama ibu.

***

Pagi-pagi sekali Kilan sudah rapi, memakai blazer. Dan sedikit make up. Rambut panjangnya diikat.

Fero mengatakan hari ini jadwal Dayri masuk kantor. Dan Kilan harus mendampinginya.

Ia ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk Dayri. Setelah siap, bergegas ke kamar lelaki itu untuk membangunkannya. Kamar Dayri tidak dikunci.

Begitu masuk, ia memalingkan muka disuguhkan pemandangan yang cukup bikin jantungnya deg-degan.

Dayri berbaring hanya menggunakan celana boxer. Selimut tergeletak di lantai. Tuannya masih tertidur pulas.

"Duuhh Tuan Dayri ganteng banget sih lagi tidur juga.." kata Kilan dalam hati. Cemas karena jantungnya bertingkah.

Sudah pukul 06.45. Sudah waktunya bangun.

Kilan meletakkan nampan sarapan di meja dan hati hati mendekati Dayri.

"Tuan.." panggil Kilan pelan. "Waktunya bangun, Tuan."

Dayri tidak bergeming.

Kilan lanjut menggunakan satu jarinya mencolek bahu Dayri. "Tuan.. hari ini Tuan harus ke kantor."

Dayri masih tidak berkutik.

Kilan makin mendekat namun terhenti melihat wajah Dayri dari dekat.

Ia mengerjapkan mata dan menggeleng cepat. Dia tuan kamu, Kilan.. jangan kamu kebawa perasaan! Batinnya.

Akhirnya Kilan berjalan ke jendela dan membuka gorden sehingga sinar matahari langsung menerpa lelaki tampan yang sedang tidur.

Benar saja, Dayri langsung bangun.

"Tutup gordennya. Silau banget!" Dumel Dayri dan menutup mukanya pakai bantal.

"Tuan . Waktunya ke kantor. Asisten Fero bilang sebelum ke kantor Tuan mau mampir ke suatu tempat dulu? Saya siapkan air mandinya." Tanpa menunggu jawaban Dayri, Kilan masuk kamar mandi dan mengisi bathtub dengan air panas.

Ketika menuang sabun khusus tuannya, tiba-tiba pintu kamar mandi terkunci dari dalam.

Kilan tersentak dan menoleh. Melihat Dayri sudah di dalam bersamanya.

"Bantu aku gosok punggung." Dayri cuek memberi perintah.

Kilan menunduk malu dan menurut. "Baik, Tuan."

Pagi itu jadilah Kilan membantu tuannya mandi. Sungguh ia malu bukan main. Ini pertama kalinya ia sedekat ini dengan laki-laki. Laki-laki yang awalnya sudah dianggap sebagai kakak. Sekarang menjadi Tuan Muda yang harus dilayani segala keperluannya.

Ia jadi gugup membayangkan setiap pagi harus membantunya mandi seperti sekarang.

Meski tubuh Dayri tenggelam setengah di bathtub dengan air penuh busa sabun.

***

40 menit kemudian, Dayri didampingi Kilan menuruni tangga. Fero sudah menunggu.

Penampilan Dayri sungguh memukau, dengan jas abu tua. Aroma parfumnya memikat.

"Sudah mau berangkat, Mas?" Tanya Bu Yuni di depan pintu.

Dayri tersenyum. "Iya Bu. Saya bawa Kilan. Nanti akan ada beberapa orang dari agen untuk kerja jadi pelayan di sini. Jadi Ibu tidak perlu bekerja sendiri."

"Baik, Mas. Akan Ibu atur sebaik mungkin."

"Saya berangkat dulu, Bu."

Kilan mengikuti langkah Dayri dan berpamitan. "Aku juga pergi ya Bu. Ibu jangan kecapean."

"Iya, kamu juga jangan telat makan ya, Nak."

Kilan mencium tangan ibunya. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Bergegas ia masuk mobil di samping Dayri, Fero sudah di kursi kemudi.

Mobil bergerak meninggalkan rumah. Membelah jalanan Jakarta yang padat.

Diam-diam Kilan melirik tuannya yang sibuk membaca pesan di HP-nya.

Kenapa sikap Dayri padanya sungguh berbeda?

Dengan ibunya dia bersikap sangat sopan dan hangat.

Tapi padanya...

Padahal mereka sudah kenal sejak kecil. Tapi berlagak tidak ada artinya dan seenaknya menjadikan asisten pribadi.

CKIIITTT...

Tiba-tiba mobil direm mendadak membuat Dayri kaget dan Kilan terpelanting terduduk di bawah. Kilan lupa mengenakan seat belt.

"Ada apa, Fer?" Tanya Dayri bingung.

"Di depan ada kecelakaan, Tuan." Fero menunjuk kepadatan di depan mereka.

Akibatnya jalanan jadi super macet.

"Bisa cari jalan lain?"

"Baik, Tuan. Saya coba untuk mencari jalan alternatif." Fero membuka aplikasi Maps di HP-nya.

Sementara Kilan masih terduduk di bawah, terkejut dan malu.

Tangan kekar terulur di hadapannya membuatnya grogi.

"Ada yang sakit?" Tanya Dayri sambil membantu Kilan duduk.

Kilan menggeleng, lebih karena malu. Tangan Dayri begitu hangat menyentuh kulitnya.

Tiba-tiba Dayri mendekat, jaraknya hanya beberapa cm. Bahkan Kilan bisa merasakan hangat nafas lelaki itu menyapu lehernya.

Tangan Dayri terulur menarik seat belt dan memasangnya di kursi Kilan.

Huffftt.. cuma bantu masang seat belt ternyata, batin Kilan sudah senam jantung duluan.

Seolah tidak terjadi apa-apa, Dayri kembali fokus dengan HP-nya. Fero fokus dengan jalan.

Tinggal Kilan yang berusaha menormalkan debar jantungnya berdampingan dengan tuan muda tampan.

Diam-diam ia melirik Tuannya.

Aku harus pendam perasaan ini, dia majikanku, aku nggak sebanding dengan dia.. batin Kilan berusaha tegar.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!