Malam pun telah berlalu, kini matahari telah menampakkan sinarnya. Namun, sepagi itu kegaduhan terdengar di kediaman Elina. Dia bangun kesiangan sehingga melakuan segala sesuatunya dengan buru-buru. Akhirnya, gadis itu kebingungan mencari kunci motornya.
Beberapa kali Elina bolak-balik kamar dan ruang tamu, tetapi tak menemukan juga. Waktu sudah sangat siang bagi gadis itu. Tak mungkin lagi baginya untuk mencari sendiri.
“Ibu!” teriak Elina dari ruang tamu.
Diyah yang mendengar teriakan sang anak, menghentikan kegiatannya di dapur.
“Kenapa, sih, anak itu? Pagi-pagi udah bikin keributan. Mengganggu ketenteraman bangsa aja,” gumam Diyah. Wanita itu mengelap tangan basahnya lalu berjalan cepat menuju di mana Elina berada.
“Apaan, Elin?” tanya Diyah setelah sampai di ruang tamu.
“Ibu lihat kunci motoku, gak?” tanya Elina. Matanya melihat ke sana kemari, tak henti mencari kunci motor.
“Ibu, ‘kan, gak pernah pakai motormu. Mana ibu tahu,” jawab ibu. Dengan begitu santainya sang ibu mengedikan bahu.
“Ih, Ibu. Tolong bantu cariin, dong,” pinta Elina. Gadis itu merengek dengan nada manja.
“Emangnya tadi kamu taruh mana?” Diyah mulai ikut mencari. Matanya menyusuri keselurung ruang tamu.
“Tadi aku udah ambil dari situ,” tunjuk Elina pada sebuah meja, “tapi aku lupa narohnya lagi.”
Pada saat Elina menunjuk tadi, Diyah segera tahu di mana kunci itu berada. Wanita itu menepuk jidat atas ke pikunan sanga anak.
“Coba lihat jari kananmu!” perintah Diyah seraya tersenyum masam.
“He-he-he. Aku lupa.”
Ternyata, kunci yang sedari tadi dicari, melingkar manis di jari manis Elina.
“Kamu pengen segera dinikahi, ya? Pakai acara make ring kunci di jari. Nanti aku sampaikan ke Evan agar nikahnya dipercepat minggu depan,” goda Diyah.
“Ih, Ibu, apaan, sih. Gak ada hubungannya kali,” sahut Elina. Gadis itu mengeluarkan jurus wajah mengambeknya.
Elina segera berpamitan kepada kedua orang tuanya. Setelah itu, dirinya menuntun motor turun ke jalan lalu dia standarkan lagi di sana. Dia mengambil helm di dalam jok.
Saat memakai helm, pintu gerbang depan rumah Elina terbuka. Keluarlah pria yang menuntun motor sport dengan tubuh tegap dibalut dengan kemeja putih polos dan dilapisi jas berwarna biru tua. Sungguh kontras dengan celana kain berwarna cream dan sepatu pantofel hitam.
Ya, dialah Evan Andian Baskoro, putra Angga Baskoro, tetangga yang melamar Elina kemarin. Pria itu tersenyum lebar saat melihat sang pujaan hati berada di sana. Matanya mengedip sebelah saat dia tahu bahwa gadis itu melirik ke arahnya.
“Pagi, Honey,” sapa Evan seraya menaik turunkan alis.
“Dih, siapa yang dipanggil honey?” gumam Elina. Gadis dengan kemeja biru dan celana jeans itu tidak bermaksud bertanya pada Evan.
“Kamulah. Now, you are my honey. Lagi pula kita juga sehati.” Evan melihat ke arah bajunya lalu baju Elina.
Elina mengikuti apa yang dilakukan Evan. Benar juga, saat ini mereka sama-sama memakai kemeja biru. Padahal, kedua orang itu tidak janjian. Entah, kebetulan dari mana.
Elina hanya mengangkat sebelah ujung bibirnya. Dia tak ingin lagi melayani godaan Evan seperti sebelumnya. Gadis itu segera melajukan motornya, meninggalkan si pria.
...****************...
"Kenapa datang-datang udah kayak bebek aja?" tanya Bunga—sahabat sekaligus teman kerja Elina.
"Gimana gak sebel. Coba bayangin aja, aku baru putus sama David, eh, kemarin dia datang."
"Minta maaf?"
Elina semakin kesal dengan pertanyaan Bunga. "Ih, gimana sih, kamu. Mana mungkin dia minta maaf."
"Makanya, kalau ngomong, tu, yang jelas."
Elina segera menceritakan tentang apa yang terjadi di hari kemarin. Terlihat sekali wajah wanita itu sangat kesal.
"Memang, pria gak tahu diri tuh orang. Berani juga dia melamarmu."
"Memang, dasar pria gak tahu diri."
Elina segera duduk menghadap meja kerjanya. Dirinya merasa kesal jika mengingat kejadian waktu itu. Kejadian di mana yang menjadi alasan David memutuskan hubungan dengannya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
The Real
Seruu banget
2023-01-14
0