Dua buah keluarga duduk bersama di ruang tamu kediaman Verry Cahyono. Wajah mereka terlihat tegang menatap ke arah gadis berparas cantik khas wanita Jawa. Namun, yang mereka tatap justru memasang muka marah.
“Bagaimana, Elin?” tanya Verry.
“Ayah, ‘kan, tahu sendiri kalau aku benci dia. Kenapa masih saja tanya bagaimana?” Elina menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi seraya melipat tangan di depan dada.
“Elin, kamu gak boleh gitu. Nak Evan, ‘kan, baik banget dengan keluarga kita,” sahut Diyah lembut.
“Ibu, aku tidak cinta sama dia. Kalau aku nikah sama dia, nanti bagaimana rumah tanggaku?” tanya Elina merajuk.
“Elina Widya Karina!” Verry sudah tidak bisa menahan kesabarannya.
Namun, yang namanya Elina, walaupun sang ayah sudah memanggilnya dengan nama lengkap, tetap saja dia tidak setuju. Bahkan, gadis itu meninggalkan ruangan tanpa kata. Dia segera memuju kamar, lalu menutup pintu sekencang mungkin.
“Maaf ya, Nak Evan,” ucap Verry sungkan kepada Evan dan ayahnya.
“Gak apa-apa, Yah. Ini juga salahku, kok, gak beritahu dulu sebelum ke sini.” Evan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Nak Evan, tunggu dulu. Biar ibu bicara sama Elina,” ucap Diyah seraya berdiri. Wanita itu segera menuju kamar Elina.
Diyah membuka pintu kamar Elina perlahan. Kepalanya mulai masuk untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan sang anak. Terlihat bahwa Elina sedang duduk dan memainkan ponsel.
“Elin,” panggil Diyah lirih. Wanita itu masuk ke dalam kamar Elina, lalu duduk di samping sang anak.
“Elin, kamu dah dewasa. Gak sepantasnya kamu ngelakuin hal itu. Ingat pepatah dulu bilang ‘gak baik gadis menolak lamaran cowok’.” Diyah mulai membujuk Elina.
“Tapi, Bu, aku gak suka sama dia. Kenapa juga sih dia ngelamar aku? Dasar jomblo gak laku!” Elina sangat geram dengan Evan.
“Eh, kamu gak boleh ngomong gitu. Dia itu tetangga kita dan selalu baik sama keluarga kita. Jadi, kita juga harus berbuat baik padanya,” nasehat Diyah sembari menyentuh lembut punggung Elina.
“Jadi, kamu terima lamarannya, ‘kan?” tanya Diyah berharap Elina dapat berubah pikiran.
Namun, Elina masih saja menolak lamaran itu. Banyak hal yang dijadikannya alasan untuk menolak,. Akan tetapi, Diyah tak ingin menyerah.
Sedangkan di ruang tamu, Evan mengeluarkan keringat dingin di cuaca sepanas itu. Tangan dan kakinya terasa begitu dingin. Dia merasa hidup dan matinya dipertaruhkan saat menanti keputusan Elina.
Berbanding terbalik dengan sang ayah, Angga. Pria itu justru kepanasan atas sikap Evan. Bisa-bisanya sang anak mengajaknya melamar seseorang tanpa pemberitahuan sebelumnya, bahkan sang perempuan membenci anak itu.
Beberapa kali Angga menyolek lengan sang anak yang berada di sebelahnya. Pria itu sudah merasa tidak nyaman dengan keadaan saat itu. Begitu dingin tanpa ada satu kata pun terucap di antara mereka.
“Heh, kita pulang saja!” bisik Angga marah.
“Tunggu sebentar ayah, Elin belum ke luar,” tolak Evan.
Evan masih ingin mendengar keputusan Elina terakhir kalinya. Walaupun, Elina sudah jelas menolaknya, tetapi dirinya masih berharap gadis itu akan berubah pikiran setelah di bujuk Diyah.
Diyah sudah memasuki ruang tamu kembali diikuti Elina di belakang. Wajah mereka tak berubah sama sekali, masih sama seperti saat sebelum mereka meninggalkan ruangan itu. Semua mata tertuju pada mereka berdua.
“Bagaimana, Bu?” tanya Verry berbisik saat Diyah telah duduk di sampingnya.
“Biar Elina yang ngomong,” bisik Diyah kepada Verry. “Ayo, Elin, katakan!”
Elina menarik nafas panjang, lalu membuangnya perlahan. Dia tidak mampu untuk berkata. Suaranya tercekat di tenggorokan.
“Aku.” Elina menjeda ucapannya cukup lama, membuat semua yang ada di sana menjadi tegang kecuali Diyah. “Menerima lamaran Mas Evan.”
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Sensasi Senja
Evan nya pasti orang kaya itu,
2022-12-22
0
Tinta Hitam
mampir balek ya thor🤗
2022-12-17
1