DIM. 3

DIM. 3

Yang kemarin request wajah ganteng Rahardian Adiwangsa Wijaya dari depan, baca sampai selesai 👇

💐💐

“Nanti pulang sama siapa?”

Gadis cantik yang tengah menutup Tupperware yang sudah kosong melompong itu menoleh, lantas menjawab. “Dijemput sama supir daddy.”

“Suruh jangan jemput.”

“Eh, kok gitu?”

“Pulang sama aku,” kata laki-laki rupawan berinisial PDAX tersebut. Tangan kanannya masih asik bertengger di pelipis sang gadis. Memainkan rambut halus sang gadis yang bergerak kesana-kemari karena tiupan angin.

“Memangnya kakak enggak ada jadwal kumpul OSIS?”

“Ada, tapi cuma sebentar.”

“Ok. Duchess nanti tunggu di parkiran sampai kakak selesai.”

“Tunggu di perpustakaan saja.”

Satu alis gadis cantik itu terangkat mendengarnya. “Memangnya kenapa kalau tunggu di parkiran?”

“Panas, Greta. Tunggu saja di perpustakaan agar kamu lebih nyaman.”

Duchess tersenyum lebar seraya mengangguk. Laki-laki ini memang paling tahu tentang Duchess. Duchess memang tidak terlalu suka berada di ruang terbuka lama-lama. Apalagi jika suhu tengah terik, bisa-bisa kulit putih mulusnya berubah warna menjadi merah. Itulah Duchess, ia tidak bisa lama-lama terkena sinar matahari. Karena problem tersebut, Duchess jadi tidak pernah ketinggalan membawa tabir surya atau sun cream untuk melindungi kulitnya dari terpaan sinar matahari langsung.

“Sekarang kita kembali ke aula. Lima menit lagi jam istirahat selesai.”

Duchess meng-iyakan lewat anggukan kecil. Sebelum berpisah, Duchess sempat mendapatkan kecupan singkat di pucuk kepalanya. Selain orang tuanya, yang memiliki kebiasaan menjatuhkan kecupan di pucuk kepala adalah Palacidio Daniel Adhitama Xander. Laki-laki yang sejak kecil sudah menjadi kakak, teman, sahabat, juga pasangan bagi Duchess Aretha Darchelle.

“Duchess, kamu dari mana aja? Kita dari tadi nyariin kamu tau!”

“Iya. Kita khawatir karena kamu tiba-tiba pergi. Takutnya kamu dapat masalah. Barusan kita juga mau bicara sama Panitia karena kamu enggak balik-balik.”

Saat kembali ke aula, beberapa teman yang seminggu ini dekat dengan Duchess langsung memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. Terutama soal kemana perginya Duchess saat jam isoma—istirahat, sholat, makan—seorang diri.

“Duchess tadi ke ….. toilet,” jawab Ducchess cepat.

“Toilet?”

Duchess mengangguk seraya tersenyum manis. “Iya. Duchess tadi ke toilet karena tiba-tiba mules. Terus habis dari toilet, Duchess dapat telepon dari daddy. Jadi Duchess cari tempat yang lebih kondusif untuk angkat telepon. Sekalian aja Duchess makan siang di sana.”

“Oh, gitu ceritanya.”

Duchess mengangguk seraya mempertahankan senyum di bibir. Padahal dalam hati ia sudah berulang kali meminta maaf pada Tuhan karena telah berbohong selancar itu.

“Gue kira lo tadi nyamperin seseorang.”

“Iya. Misalnya kak Dian gitu. Mostwanted yang rela bawain bekal buat kamu.”

“Itu bekal dari mommy kok. Mungkin kak Dian gak sengaja papasan sama mbak . Soalnya mbak yang bias ngantar bekal Duchess,” bela Duchess.

“Tapi kalau kamu sama kak Dian ada sesuatu juga gak papa sih. Cocok kok. Lagian kalian—“

Duchess yang mulai tersudut diselamatkan oleh kemunculan para panitia. Itu berarti acara MOPDB akan kembali dimulai. Setelah isoma masih ada beberapa agenda yang harus diselesaikan sebelum acara penutupan. Karena ini hari terakhir acara MOPDB, hampir semua pentolan sekolah dari berbagai organisasi intra dan ekstrakulikuler hadir dan dipajang di depan aula. Hal itu tentu menjadi bahan cuci mata tersendiri bagi para calon siswa maupun siswi.

Mulai dari ketos alias ketua OSIS, wa-ketos atau wakil ketua OSIS, sekretaris OSIS, bendahara OSIS, koordinator tiap divisi di keanggotaan OSIS, ketua MPK dan keanggotaan MPK, POLSIS, hingga para ketua ekstrakulikuler berkumpul di sana. Keroyokan visual pokoknya.

Dari semua orang yang hadir, tentu saja anggota 4 HANDS yang paling menonjol. Mulai dari Dan yang tampak menawan dengan atribut lengkap milik SMA Wijaya yang dilengkapi dengan jas OSIS. Sedangkan Rahardian Adiwangsa Wijaya atau Dian tampil dengan atribut lengkap milik SMA Wijaya yang dilengkapi dengan ban lengan sebagai tanda jika ia juga berperan sebagai anggota tatib—keamanan—yang bekerjasama dengan POLSIS. Namun, di akhir acara saat sesi pengambilan foto bersama, Dian juga mengenakan atribut lengkap dengan jas MPK kebanggaannya. Tak ketinggalan pula Elang dan Daru yang tampil dengan seragam sesuai jabatan mereka di ekstrakulikuler.

Acara MOPDB ditutup pukul tiga sore pasca semua susunan acara telah selesai dilaksanakan. Gerombolan siswa dan siswi yang tadinya bakal calon pesarta didik baru kini sudah resmi menjadi anggota keluarga besar SMA Wijaya. Atribut kebanggan SMA Wijaya akan melekat di seragam yang mereka gunakan Senin nanti sampai tiga tahun mendatang.

SMA Wijaya adalah salah satu sekolah menengah atas favorit yang menjadi incaran banyak orang. Sekalipun SMA Wijaya adalah intansi pendidikan swasta yang bernaung di bawah sebuah yayasan, fakta itu tidak sedikitpun mengurangi minat para calon peserta didik baru. Sarana dan frasarana di SMA Wijaya juga sudah sangat lengkap. Begitu pula dengan para tenaga pengajar yang terdiri dari para pengajar professional di bidangnya masing-masing.

Sejak lama, SMA Wijaya sudah melahirkan lulusan-lulusan terbaik yang diterima di berbagai universitas terbaik di dalam maupun luar negeri. Di hari terakhir MOPDB, mereka juga mendapat kesempatan untuk berjumpa dengan perwakilan dari yayasan yang menaungi SMA Wijaya. Mereka adalah sepasang suami-istri yang sudah dikenal oleh masyarakat luas berkat kontribusi mereka untuk menyuarakan kebebasan mengenyam pendidikan bagi seluruh anak di Indonesia.

“Kak Dan kok belum datang, ya?”

Duchess yang langsung pergi ke perpustakaan setelah acara selesai, mulai bosan menunggu setelah satu jam lamanya berdiam diri di sana. Seorang perempuan paruh baya yang bertugas menjaga perpustakaan juga sudah berulang kali memperingati Duchess, jika jam kunjungan akan segera habis. Namun, seseorang yang Duchess tunggu tak kunjung datang.

“Kak Dan pergi kemana, ya? apa acara kumpulnya belum selesai?” lirih Duchess saat jarum jam di pergelangan tangan kirinya terus bergerak ke kiri.

Hari sudah semakin sore. Bahkan perpustakaan sudah tutup semenjak lima belas menit yang lalu. Duchess tidak lagi bisa menunggu di ruangan yang nyaman untuk membaca itu, karena sudah tiba waktunya penjaga perpustakaan pulang. Jadilah sekarang Duchess menunggu Dan di depan perpustakaan.

Duchess tahu jika Dan tidak akan ingkar janji. Walaupun terkadang laki-laki itu menduakannya karena lebih mementingkan urusan organisasi.

Duchess juga pernah ditinggal saat mereka main ke time zone, karena Dan tiba-tiba dipanggil oleh pembina OSIS untuk segera datang ke sekolah. Atau ketika Dan membiarkan Duchess main seorang diri di rumah laki-laki itu, karena laki-laki itu harus memimpin briefing. Masih banyak lagi momen di mana Duchess harus mengalah karena kesibukan Dan sebagai seorang pemimpin organisasi.

“Sedang apa di sini?”

Duchess yang tadinya tengah melamun sembari berjongkok, terlonjak kaget saat mendengar suara tersebut. Ketik mendongkrak, ia menemukan sosok yang familiar.

“Kakak kenapa ada di sini?”

“Seharusnya aku yang bertanya.”

Duchess mengerjapkan mata beberapa kali. Ia yakin sudah tidak ada siapa-siapa semenjak penjaga perpustakaan pulang. Maka tak heran jika Duchess terkejut saat melihat Rahardian Adiwangsa Wijaya tiba-tiba berdiri tegap di hadapannya.

“Kenapa belum pulang?” tanya laki-laki yang memiliki kulit sangat putih dan bersih itu.

“Itu, kak. Duchess …..”

“Menunggu seseorang?” tebak Dian dengan satu alis tertarik ke atas. “Kamu menunggu Dan?”

Duchess mengangguk tanpa banyak kata. Bibir gadis cantik itu mengerucut sebal karena Dian selalu bisa dengan mudah menebaknya.

“Berdiri,” titah Dian seraya mengulurkan salah satu tangannya.

Duchess merima uluran tangan itu tanpa membantah. Kakinya juga sudah mulai keram karena terlalu lama digunakan untuk jongkok.

“Sakit?”

“Kaki Duchess kayaknya keram.”

“Mau digendong?” tawar putra Wijaya itu, enteng.

Duchess spontan menggelengkan kepala. Menolak ide tersebut mentah-mentah.

“Kenapa? Takut Dan marah?”

“Bukan!”

“Lalu?”

“Duchess berat,” sahut gadis cantik itu dengan suara kecil. Membuat lawan bicaranya tersenyum tipis, sangat tipis.

“Mau digendong atau jalan sendiri?” tanyanya lagi, memastikan. Salah satu tangannya sudah dengan bebas bertengger di pucuk kepala Duchess. Menepuknya dua kali, seperti biasa.

“Kakak pulang duluan aja, Duchess masih mau di sini.”

“Menunggu Dan?”

“Bukan kok. Duchess mau …. nunggu daddy. Iya, nunggu daddy!”

“Kalau mau menunggu jemputan, seharusnya kamu menunggu di parkiran. Bukan di sini.”

Duchess langsung gelagapan saat Dian berkata demikian. Benar juga, ya. Kenapa coba Duchess sampai melupakan fakta tersebut.

“Ayo pulang. Aku antar.”

“Tapi, kak….”

“Dan sudah pulang.”

Satu kalimat yang baru saja meluncur bebas dari mulut laki-laki tampan nan rupawan itu, kontan membungkam Duchess. Kata-kata yang hendak digunakan untuk mengelak ajakan itu langsung sirna begitu saja.

Dan sudah pulang? masa sih?!

“Dan sudah pulang dua puluh menit yang lalu karena harus mengantarkan SP—surat peringatan untuk salah satu anggota OSIS.”

“Kakak bercanda, ‘kan? Duchess dari tadi nunggu di sini loh. Mas kak Dan udah pulang?” Duchess tertawa garing saat bertanya demikian. Ia tidak percaya sama sekali.

Alih-alih kesal karena Duchess terus tidak percaya pada ucapannya, Dan malah tetap bersikap tenang. Laki-laki rupawan itu dengan lembut menyentuh bahu Duchess yang mulai bergetar.

“Kita pulang sekarang, sebelum gerbang sekolah dikunci. Dia tidak akan kembali karena harus menyelesaikan tugas dari pembina OSIS.”

“Tapi ….”

“Sebelum pulang kita bisa mampir D’EV. Kamu mau berkunjung ke sana bukan? Galeri seni yang waktu itu ingin kamu lihat sudah selesai di bangun.”

Rahardian Adiwangsa Wijaya yang irit bicara sampai-sampai telah bicara panjang kali lebar demi meyakinkan seorang Duchess. Siapa yang tidak iri coba?

Galeri seni yang Dian maksud sendiri adalah galeri seni indoor yang dibangun di lantai dua D’EV. Galeri seni tersebut menggabungkan unsur fotografi, seni, juga dedikasi untuk para artisan, kolaborator dan selebriti yang bernaung serta bekerjasama dengan D’EV. Galeri seni itu terinspirasi dari acara pameran rumah mode kenamaan, Dior. Yang bertajuk Christian Dior : Designer of Dreams.

Deretan foto editorial yang memuat foto koleksi busana hasil tangan-tangan terampil desainer D’EV, para artisan, kolaborator yang bernaung dan bekerjasama dengan di D’EV dipajang di galeri seni tersebut.

Rencananya, opening galeri seni yang diberi nama Wonderland of D’EV itu akan dilangsungkan lusa. Namun, Dian memberi Duchess kesempatan untuk jadi orang pertama yang menadapat kehormatan untuk melihat keindahan galeri seni Wonderland of D’EV. Dian tahu ini adalah tawaran terbaik untuk membuat Duchess melupakan rasa sedih karena diberi harapan palsu.

“Gimana, mau?”

Duchess mengerucutkan bibir sebal. Namun, di mata orang yang melihatnya ekspresi itu sangat aegyo—menggemaskan.

“Jadi?”

“Ayo pergi ke D’EV. Kakak juga harus izin ke mom sama Dav karena Duchess mau lama-lama di D’Ev.”

Kan, tebakan Dian juga apa. Duchess luluh kalau sudah menyangkut sesuatu yang ia sukai. Maka dengan senang hati laki-laki rupawan itu mengangguk seraya tersenyum tipis.

“Anything our Duchess.”

💐💐

TBC

Yah, siapa yang kecewa sama Dan? sini, peluk dulu 🫂

Lanjut? Besok siap baca lagi? yuk, ramaikan kalau begitu 🤩

Don't forget ike, vote, komentar, follow Author & share ❤️

Sumber : google

Sukabumi 01-07-22

Terpopuler

Comments

Ida Blado

Ida Blado

naif bgt si duches,udah di kasih tahu faktanya jg masih mau nunggu,,,konyol

2022-08-06

2

Fitria Fitri

Fitria Fitri

Koq visual dian lebih ganteng dari DAN sh

2022-07-08

3

Berdemage ya 😍

2022-07-03

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!