DIM. 5
“Enak?”
Gadis cantik yang tengah menikmati bebek goreng dengan sambal hitam khas Madura itu tampak mengangguk. Ia menikmati makanannya dengan lahap. Sekalipun makanan itu adalah menu makanan sederhana, bukan menu yang mewah. Hanya bebek goreng sambal hitam khas Madura. Ditambah nasi hangat, tahu-tempe goreng, serta lalapan mentah berupa potongan mentimun dan selada.
Selesai mengagumi keindahan galeri seni D’EV yang baru, Duchess diserang rasa lapar. Menghabiskan waktu untuk menunggu harapan yang ternyata palsu, cukup menguras tenaga dan waktu. Belum lagi Duchess sangat excited saat datang ke D’EV. Galeri seni yang sarat akan seni dengan makna mendalam itu benar-benar memukau mata.
Jajaran foto-foto editorial yang memuat foto koleksi busana hasil tangan-tangan terampil desainer D’EV, foto para artisan, kolaborator yang bernaung dan bekerjasama dengan di D’EV benar-benar ditata dengan sangat aesthetic. Yang lebih membuat Duchess senang lagi adalah, foto dirinya juga ikut terpajang di galeri seni tersebut. Itu berarti Duchess diakui sebagai bagian dari keluarga D’EV.
Setelah satu jam lebih menjelajah, sekarang Duchess baru bisa mengisi perut setelah mandi dan berganti pakaian. Ia tidak lagi menggunakan seragam yang dipakai sejak pagi, melainkan berganti menggunakan dress selutut dengan model V nick berwarna merah jambu. Duchess memang punya room private di D’EV, karena ia bekerja di tempat tersebut. Ketika tiba di D’EV kehadiran Duchess juga disambut dengan hangat. Sebagian besar staf D’EV memang sudah kenal betul dengan sosoknya.
Duchess juga bersyukur karena Dian—yang membawanya ke D’EV memiliki kepekaan luar biasa saat Duchess mengeluh lapar. Laki-laki itu langsung memesan makanan yang ingin Duchess makan lewat jasa pesan antar. Sekarang Duchess tengah menikmati bebek goreng sambal hitam khas Madura yang dibelikan Dian dengan lahap. Ditemani oleh Dian yang juga tengah mengisi perut.
Laki-laki tampan itu tengah melahap menu yang sama. Bedanya Dian memilih daging ayam, bukannya bebek. Ia juga memilih pelengkap berupa tempe mendoan, ketimbang tahu-tempe goreng. Ditambah ekstra mentimun tanpa selada.
“Kurang?”
Duchess menggeleng seraya menyeka sudut bibirnya menggunakan tisu. “Duchess sudah kenyang, kak.”
Dian mengangguk seraya mengumpulkan alat makan bekas mereka. Ia memang sangat pengertian. Saking perhatiannya Rahardian Adiwangsa Wijaya, ia bahkan tak segan mengotori tangannya sendiri untuk memisahkan daging dan tulang dari bebek goreng yang hendak Duchess nikmati. Padahal Duchess tahu kalau Dian itu tidak menyukai bebek, tapi laki-laki itu mau repot-repot memisahkan daging dan tulang dari makanan yang tidak ia sukai.
Sekarang, Dian juga tanpa segan mengumpulkan alat makan kotor bekas mereka makan. Padahal Dian bisa saja memanggil salah seorang office boy atau office girls yang bekerja di D’EV untuk membenahi alat makan kotor bekas mereka.
“Kakak bisa banget deh nyari makanan yang recommended. Bebek gorengnya enak, enggak alot, enggak berbau aneh juga.”
Dian menoleh, kemudian menjawab. “Bebek goreng itu pesan di tempat makan langganan orang tua kita.”
“Pantesan rasanya familiar.”
“Hm.”
“Terus itu apa, kak?” tanya Duchess kemudian, seraya menunjuk sebuah box persegi panjang dengan logo berwarna hijau pada bagian penutupnya. Logo sebuah café waralaba yang sangat popular di Indonesia, bahkan dunia.
“Doughnut caramel double cheese.”
Bola mata Duchess langsung berbinar mendengar nama makanan yang mengisi box persegi tersebut. “Menu viral dari st*rbucks?”
“Hm. Kamu mau coba?”
“Mau. Tapi….” Duchess tampak berpikir untuk sejenak. “Tadi makan bebek goreng, sama nasi, tahu-tempe goreng, mentimun, sama selada. Sekarang doughnut caramel double cheese. Besok Duchess wajib flying yoga untuk menurunkan kalori yang menumpuk.”
Dian tersenyum tipis mendengar kalimat Duchess. Lawan bicaranya itu memang suka melakukan playing yoga dan pilates untuk membentuk tubuh ideal. “Makan bebek goreng dengan nasi ditambah doughnut ini tidak akan membuat kamu gemuk.”
“Iya, sih. Tapi kalau ketahuan mommy atau coach Dhisty, Duchess bisa dimarahin.”
“Tidak akan,” kata Dian meyakinkan. “Aku akan bilang ke ibumu.”
“Ok, deal!” sahu Duchess cepat.
Raut wajah gadis cantik yang tadinya cemberut itu langsung sumringah. Ia kemudian mengulurkan tangan untuk mengambil box berisi doughnut caramel double cheese tersebut. Makanan manis memang tidak bisa Duchess tolak, sama seperti makanan pedas. Ia memang pecinta dua jenis makanan tersebut.
“Coba aja ada ice cream coklat mint, pasti makin enak,” monolog Duchess setelah menemukan doughnut caramel double cheese miliknya.
Dian yang melihat itu hanya bisa menyaksikan dengan bibir yang menyunggingkan senyum tipis. Selama 17 tahun ia hidup di dunia, Dian hanya mampu menjalin hubungan dekat dengan Duchess yang notabene lawan jenisnya. Ada rasa enggan dan bosan jika Dian harus meladeni perempuan di luar sana, beda cerita dengan Duchess yang sejak kecil sudah menjadi teman bermainnya di D’EV.
Dewita—mommy Duchess memang sering membawa Duchess berkunjung ke D’EV saat masih kecil. Bagaimana pun juga dulu mommy Duchess adalah salah satu model yang bernaung di D’EV. Orang tua Dian juga merupakan pelanggan tetap di toko pastry milik mommy Duchess. Semenjak itulah kedekatan Dian dan Duchess tercipta. Mereka sering menghabiskan waktu bersama jika berada di tempat yang sama. Dian selalu memposisikan dirinya sebagai seorang kakak laki-laki yang protektif yang bersembunyi dibalik sikap cuek.
Kendati demikian, Dian tidak bisa secara langsung mengumbar rasa sayangnya untuk Duchess, karena ada laki-laki lain yang lebih pantas melakukan itu. Ia adalah Palacidio Daniel Adhitama Xander—jodoh yang disiapkan untuk Duchess semenjak lahir.
“Mau pulang sekarang?”
Duchess yang tengah mengambil paper bag berisi baju kotornya mengangguk. Ia kemudian menekan saklar lampu sebelum menyusul Dian yang sudah berdiri di depan pintu.
“Aku tidak bisa mengantar.”
“Kenapa? Kok kakak enggak mau tanggung jawab sih!” seru Duchess ketus pasca menutup pintu room private miliknya.
Dian berdeham kecil saat ada dua staf yang lewat. Kalimat Duchess barusan bisa saja menimbulkan kesalahpahaman. Dian tidak bisa mengantar karena memang calon tunangan Duchess sudah ada di basemen.
“Dan ada di basemen.”
“Terus?”
“Mau jemput kamu.”
“Terus?”
“Kamu pulang sama dia.”
Duchess mengerucutkan bibirnya sebal seraya berkacak pinggang. “Tadi katanya kakak yang mau ngantar Duchess pulang. Sekarang kenapa malah panggil kak Dan?”
“Karena dia calon tunangan kamu.”
Duchess mengangguk. “Iya. Tapi, Duchess masih sebel sama kak Dan.”
“Nanti juga enggak.”
“Ih, kakak kok enggak care sama Duchess sih?”
‘Aku SANGAT peduli sama kamu,’ jawab Dian dalam hati. Ia kemudian memangkas jarak di antara mereka, kemudian membawa telapak tangan kanannya untuk bermukim di pucuk kepala Duchess. “Pulang sama Dan. Aku harus tinggal lebih lama di D’EV karena ada beberapa tugas dari ayah yang harus segera diselesaikan.”
“Tugas dari ayah?”
“Hm.”
“Ya udah,” balas Duchess pada akhirnya. “Duchess pulang sama kak Dan. Titip salam buat ayah sama bunda. Maaf tidak bisa nyapa pas di sekolah.”
Dian mengangguk seraya menepuk-nepuk pucuk kepala Duchess.
“Kakak jangan pulang kemalaman ya? Hari ini pasti hari yang melelahkan untuk kakak. Kakak butuh istirahat.”
“Hm.”
“Kalau gitu Duchess pulang dulu.”
“Hm.”
“Bye kakak.”
Dian mengangguk seraya menatap kepergian gadis cantik itu dengan lapang dada. Ia berbohong soal tugas dari sang ayah. Jiak tidak begitu, Duchess akan terus minta diantar pulang. Sedangkan permintaan Duchess adalah sesuatu yang sukar Dian abaikan. Jadi ia memilih berbohong supaya Duchess mau pulang bersama Dan.
“Menggemaskan sekali,” gumam Dian saat melihat Duchess berbalik badan, menghadapnya dengan membentuk tangannya menjadi love sign di atas kepala sebelum memasuki lift.
💐💐
“Mau makan dulu? Sebentar lagi kita lewat nasi goreng krengsengan kesukaan kamu.”
Gadis yang duduk di kursi penumpang itu menoleh, lantas menjawab. “Enggak. Tadi Duchess sudah makan.”
Laki-laki yang berada di balik kemudian itu mengangguk. “Bilang aja kalau kamu mau mampir untuk membeli sesuatu.”
“Duchess mau pulang.”
“Hm. Mungkin sebelum pulang kamu mau beli sesuatu. Misalnya ice cream—“
“Pulang. Duchess mau pulang.” Sekali lagi, Duchess memberikan interupsi dengan sangat jelas dengan pandangan masih terpaku pada layar gaway yang tengah memutar acara catwalk Gigi Hadid di Milan.
“Kenapa kamu masih marah? Bukannya aku sudah minta maaf?” lirih laki-laki berinisial PDAX itu. Ia tak tahan didiamkan lama-lama oleh Duchess.
Padahal semenjak bertemu gadis cantik itu di basemen D’EV, Dan langsung meminta maaf atas kelalaian yang ia perbuat. Dan memang tidak bisa bekerja multitasking karena ia biasa fokus pada satu hal. Jika sudah terlalu fokus pada satu hal, Dan akan menyelesaikan tugasnya hingga rampung tanpa bisa diganggu gugat.
“Aku tahu aku kelewatan karena melupakan kamu. Asal kamu tahu, itu bukan sesuatu yang terjadi karena disengaja.”
Dan kembali buka suara saat mercy hitam yang mereka naiki memasuki pelataran rumah keluarga Widyatama. Mesin mobil baru saja dimatikan saat Duchess mengangkat pandangan dan menyadari jika mereka sudah tiba di kediaman Widyatama.
“Maaf.”
Untuk kedua kalinya, Dan meminta maaf karena kelalaiannya. Ia tahu Duchess marah karena dilupakan dan ditinggalkan. Tidak ada satu pun perempuan yang sukarela menunggu, pada akhirnya malah ditinggalkan tanpa kepastian.
“Maaf hm?” kata Dan, lagi. Seraya membawa punggung tangan Duchess untuk ia genggam. “Aku benar-benar merasa bersalah. Tadi aku harus menyelesaikan beberapa tugas dari pembina OSIS, sampai-sampai melupakan kamu.”
Duchess menghela napas kecil, lalu menolehkan kepala ke samping. “Jangan diulangi lagi.”
Anggukan kepala Dan berikan sebagai jawaban. Ia pasti tidak akan mengulanginya lagi.
“Kali ini Duchess maafkan. Lain kali kalau kak Dan lebih urusan organisasi sampai-sampai melupakan Duchess, tidak akan Duchess maafkan lagi.”
Dan kembali mengangguk seraya mengecup punggung tangan Duchess. “Lain kali kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi,” ucap Dan sera tersenyum kecil. “Ah, iya. Aku juga punya sesuatu untuk kamu.”
Duchess tampak terkejut mendengarnya. “Kakak punya apa memang nya?”
Dan tak langsung menjawab. Ia kemudian merogoh saku celananya, lantas mengeluarkan sebuah box berukuran kecil dari dalam sana.
“Apa ini?”
“Coba buka.”
Duchess mengangguk seraya menerima box berwarna oranye itu, lalu membukanya. Bola mata gadis cantik itu langsung berkilat senang saat melihat gelang tangan bermotif daun berbentuk bulat empat bernama Marsilea atau semanggi di dalam box tersebut.
...(Modelnya gitu)...
“Cantiknya,” puji Duchess. Ia memang menyukai sesuatu yang cantik untuk dilihat dan digunakan.
“Apa kamu tahu apa arti dari motif gelang itu?”
Duchess menggeleng sebagai jawaban.
“Daun semanggi melambangkan keberuntungan.” Dan menatap Duchess lamat-lamat. “Sebenarnya tiap helai daun semanggi memiliki arti. Daun pertama melambangkan cinta kasih. Helai kedua melambangkan kesehatan dan panjang umur. Daun ketiga melambangkan kemakmuran hidup, dan daun keempat melambangkan kekayaan yang melimpah. Atau singkatnya, setiap helai daun ini melambangkan Faith (Kepercayaan), Hope (Harapan), Love (cinta), dan Luck (keberuntungan). Seperti kamu yang memiliki banyak arti dalam hidupku.”
💐💐
TBC
INGAT, JANGAN DIULANG LAGI YA, DAN!
Don't forget to like, vote, komentar, follow Author & share ❤️
Sukabumi 03-07-22
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
C'Avey
dan daun kelima melambangkan kekuatan iblis yang tidaa batasnya
black Clover Asta yuno
2024-02-09
2
Npy
clover leaf 🍀
❣️
2022-11-30
3
Cegilnya Matthias
Aku comeback nih 👋👋
2022-07-07
1