"Suara apa itu?" Ucap Bian seolah mendengar benda jatuh.
Ia menatap Adnan memastikan apa yang ia dengar, namun Adnan mengangkat bahunya tanda tak tahu asal suara tersebut.
Bian perlahan mendekat ke arah suara tersebut, ia mencari kira-kira apa yang berisik tadi.
"Siapa?" Adnan muncul ikut mencari.
"Gak tau, gak ada siapa-siapa. Apa aku salah denger ya?." Balas Bian.
"Gudang sekolah kan tempat yang jarang di datengi orang, paling kucing kali atau gak ya mungkin salah denger tadi." Ujar Adnan seolah tak terganggu dengan suara tersebut.
"Kita balik sajalah ke kelas." Ucapnya lagi menepuk pundak Bian.
"Em.. yasudahlah." Pasrah Bian.
Ekspresi Bian menunjukkan bahwa ia masih penasaran dengan suara tersebut, tapi karena tak menemukan jawaban, dengan segera ia mengikuti langkah Adnan yang menuju kelas.
Begitu mereka berdua pergi, menampakkan sesosok perempuan yang tengah bersender kaget mendengar apa yang baru di dengarnya itu. Ia menutup mulutnya dengan kedua tanganya saking kagetnya, lalu mencoba menyadarkan kembali dirinya pada kenyataan. Menepuk kedua pipinya untuk menyadarkan dirinya, senyuman kecil dari sudut bibirnya mengakhiri rasa terkejutnya.
......................
Rumah Adel, pukul 01.00.
Di kamarnya yang penuh dengan nuansa perempuan yang feminim dan cute itu sangat khas sekali dengan kepribadian Adel yang ceria. Penuh dengan barang-barang imut dan menggemaskan warisan masa kecilnya.
"Aku gak bisa tidur." Gumamnya menatap langit-langit kamarnya.
"Bian udah tidur belum ya?" Ucapnya sembari mengecek jam di ponselnya.
Ia tersenyum begitu melihat foto masa kecilnya bersama Bian dan Adnan yang tersimpan di galeri ponselnya.
"Kalian tau gak sih, kalau aku itu sebenarnya sudah tau dari dulu, kalau kalian suka sama aku." Seru Adel menatap foto temanya.
Ia tersenyum dengan ekspresi yang tampak senang mengingat hal itu. Perasaan yang harusnya merasa tak nyaman dengan situasi tersebut, namun entah mengapa itu membuatnya begitu senang.
"Uuh... akhirnya Bian sudah balik, aku senang bisa liat dia lagi." Serunya kemudian, lalu mencoba menutup matanya perlahan dan tak jadi menelfon Bian.
......................
Amerika, 6 tahun yang lalu.
"Kamu mau pindah ke kanada?" Tanya Adnan agak kaget.
"Iya, papa menyuruhku mengurus hotel sekalian belajar bisnis disana, soalnya disana ada paman yang akan mengajariku." Balas Bian.
"Lalu bagaimana dengan Adel?"
Bian terdiam sejenak, ia diam cukup lama untuk menjawabnya.
"Aku juga bingung, tapi aku gak bisa melawan papa apalagi kakek." Jawabnya yang juga merasa bingung.
"Aku titip dia padamu ya selama aku di kanada, cuma 1 atau 2 tahun paling lama" Ucapnya kemudian sembari menatap Adnan.
Adnan tampak bingung harus jawab apa, karena selama ini ia sudah rela mengalah pada perasaanya, karena itu ia lebih memilih mendukung hubungan antara Bian dan Adel asal keduanya bahagia. Meski belum resmi berpacaran, namun ia tetap mundur karena melihat kedekatan mereka.
"Setidaknya bilang padanya, dengan gitu aku tidak perlu jelasin lagi nanti."
"Iya, aku akan bilang nanti padanya."
"Lalu.. apa kalian sudah jadian?"
"Belum."
"Setidaknya ungkapin perasaanmu dulu pada Adel."
"Sudah, tapi belum dijawab." Ucap Bian lagi.
Keduanya tak lagi saling bicara dan hanya menatap lurus pemandangan di depanya dengan keheningan menyelimuti keduanya.
...
Keduanya tersadar, bahwa perasaan yang terpendam dari SMA akan sulit untuk dilakukan, apalagi mengingat hubungan pertemanan mereka yang erat.
"Kamu.. apa tidak mau mengungkapkan perasanmu pada Adel?" Kata Bian pada Adnan yang duduk disampingnya.
Adnan menoleh kaget, "Kamu yakin dengan ucapanmu? aku bisa melakukan sekarang juga kalau kamu tidak keberatan.." Jawab Adnan percaya diri.
Bian tersenyum mendengarnya, "Kenapa aku keberatan? itu kan perasaanmu, tapi.. bisa tidak kamu katakan saat aku pulang nanti? sebenarnya aku sedikit tidak percaya diri." Bian tertawa kecil.
"Ha.. sudahlah, setidaknya aku senang kamu sudah mengatakan perasaanmu sebelum pergi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments