Sudah seminggu sejak mas Adam meninggalkan aku di rumah ini. Di hari itu, setelah mas Adam pergi, Bapak mertuaku datang ke rumahku dengan raut wajah khawatir, ia sudah mengetahui apa yang telah terjadi dari para warga.
Aku yang adalah istri dari mas Adam kini berubah berstatus menjadi selingkuhannya, yang mana aku pun masih belum bisa menyangkal semua itu.
Aku pun tak tahu, bagaimana harus menjalani semua ini ke depannya.
Sejak saat itu, mas Adam sama sekali tak mengirimi ku pesan atau telepon. Ali, anakku dengan mas Adam terkadang menanyakan sosok Abi nya itu, namun aku selalu menjawab bahwa Abi nya itu sedang bekerja, mencoba membuat anak berusia 5 tahun ini mengerti.
Walaupun sebenarnya aku pun tak tahu kemana perginya suamiku itu.
Selama seminggu aku menjadi bahan gosip warga sekampung, mereka mengatakan bahwa aku adalah wanita hina yang bersembunyi di balik kerudungku.
Astagfirullah, aku sama sekali tak pernah menyangka bahwa lelaki yang mengucap ijab kabul dan menjadikanku sebagai seorang istri adalah lelaki yang sudah beristri.
Apalagi pernikahanku dengan mas Adam adalah pernikahan yang sudah diatur oleh pihak keluarga mas Adam dan keluargaku sendiri melalui taaruf.
Sakit rasanya, namun Bapak mertuaku berkata, "Sabar nak, tunggulah suamimu pulang, jangan berpikir yang tidak-tidak, sekarang tenangkan lah dulu diri dan hatimu,"
"Mau bagaimanapun Adam itu suamimu, kamu harus bisa tabah atas segala cobaan yang menimpa keluargamu ini, berdoalah semoga Allah memberikan jalan keluar atas semua cobaan ini." Nasehat mertuaku.
Aku pun mencoba menenangkan diriku selama seminggu ini, namun dari seminggu, dua Minggu, tiga Minggu mas Adam tetap tak kunjung kembali.
Hati ini semakin sakit rasanya. Rindu akan sosok yang dulu selalu ada di sampingku, menemaniku di kala waktu hati ini terasa gundah.
Namun, kini aku hanya sendirian, menata hatiku yang rapuh, mencoba kuat menerima semua kenyataan yang akan datang.
"Assalamualaikum," ucap seorang lelaki mengucap salam yang mana suara itu sangat ku kenali.
Aku yang tengah berada di kamar menidurkan Ali langsung berlari kecil melihat siapa orang yang mengucap salam itu,
Dan benar saja,
"Mas Adam!" ucapku memanggil namanya.
Nama yang selalu ku ucapkan dalam doaku di setiap pagi, sore dan malam hari.
Bukan lagi amarah yang ku besarkan, tapi rasa rindu ini, aku segera berlari ke arahnya untuk memeluk tubuh hangatnya itu, sampai pada saat aku hendak memeluknya, mas Adam tiba-tiba memegang pundak ku, seperti enggan untuk menerima pelukan rinduku ini.
Dan aku melihat seorang wanita yang tak asing lagi bagiku, wanita itu kini berjalan ke arahku dan mas Adam.
Rasa rindu yang begitu besar pun kini kalah dengan rasa sakit yang kembali timbul setelah setengah bulan ini ku obati.
"Gak liat disini ada siapa! Mau main nyosor-nyosor aja!" Ucap wanita yang masih ku ingat wajahnya itu.
"Aku cape banget mas, kenapa sih harus kesini dulu? Kenapa gak langsung ke apartemen aja sih mas?" Ucap wanita itu sembari mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamuku.
"Aku harus berbicara dulu dengan Aisyah, aku juga sudah bilang kan kamu bisa langsung kesana, kenapa ikut kemari?" Balas mas Adam.
"Ya iyalah aku ikut, mana mau aku kamu tinggal di apartemen terus kamu malah temuin si PELAKOR ini, nanti keenakan lagi, bisa berduaan, gak akan aku biarin mas!"
Aku yang melihat juga mendengar percakapan mereka yang benar-benar membuat emosiku memuncak.
"Untuk apa mas pulang kesini?" Ucapku dengan nada sinis.
Tentu saja, bagaimana tidak memanasnya hati ini, ketika aku yang sudah sabar menunggu, tetapi dirinya kini malah datang dengan membawa api yang kembali menyulut amarah ini.
"Aku sudah sangat sabar menunggu kepulangan mas yang entah darimana! Tapi kini, mas malah pulang dengan membawa wanita yang entah siapa dan tanpa satu penjelasan pun yang mas ucapkan padaku!"
Mas Adam menatapku dengan wajah terkejut, mungkin baru kali ini ia melihatku yang semarah ini.
"Aisyah, istighfar! Dengarkan mas dulu, mas memang salah," ucap mas Adam yang terlihat mencoba menenangkan aku.
Namun, api di di dalam hatiku sudah teramat besar.
"Dengarkan apa mas! Selama setengah bulan ini kamu tinggalkan aku! Tanpa ada satu kabar pun darimu!"
"Di hari wanita itu datang ke rumah ini!" Ucapku sembari menunjuk wanita itu yang kini terdiam sembari menatapku sinis.
"Kamu tak mengucapkan satu patah kata pun padaku mas! Kamu malah pergi meninggalkan ku sendiri di rumah ini mas!"
"Aku yang di hari itu hanya bisa menangis sendirian di rumah ini! Mendengarkan para warga berkata yang tidak-tidak!" Ucapku terus dengan amarah ini.
"Apa mas memikirkan perasaanku di hari itu!"
"Aku ini istrimu mas! Istri mana yang tidak sakit hati ketika melihat suaminya pergi bersama wanita lain yang mengatakan bahwa aku ini PELAKOR!"
Aku terus mengutarakan isi hatiku yang begitu kesal, marah dan kecewa kepadanya.
Tak terasa air mata sudah membasahi wajah ini, rasanya begitu sesak di dada ini.
"Apa itu benar mas?" Tanyaku lirih.
Mas Adam yang sedari tadi hanya bisa diam kini mulai mengangkat wajahnya menatapku.
"Apa benar yang wanita itu bilang?" Tanyaku lagi.
Mas Adam kini membawa tangannya meraih kedua pundak ku.
"Apa benar mas?"
"Jawab aja kali mas! Gak usah kaya susah gitu ngomongnya!" Ucap wanita itu seakan tak suka melihat mas Adam yang kini menatapku dengan tatapan bersalahnya.
"Mas minta maaf," akhirnya mas Adam mengucapkan satu kalimat yang entah mengapa membuat tubuhku ini seakan lemas seketika.
"Benar ternyata?" Ucapku.
"Tapi, kenapa bisa seperti itu mas? Bukannya kita menikah seakan tak terjadi apa-apa? Ibu dan Bapak pun tau mas?" Tanyaku lagi seakan tak bisa percaya dengan semua ini.
"Denger yah! Aku sama mas Adam ini saling suka! Kita nikah itu ya karena cinta! Kalo kamu itu karena dijodohkan oleh bapak dan ibunya mas Adam!" Timpal wanita itu membalas semua pertanyaan ku dengan suara angkuhnya.
Aku pun menatap wanita itu dengan wajah tak percaya, apa benar?.
"Apa benar mas?" Tanyaku memastikan.
Mas Adam kini hanya menatapku dengan raut wajahnya yang enggan untuk membalas semua pertanyaan ku.
Air mata ini seakan tak ada habisnya. Hatiku yang sudah setengah bulan ini ku obati, kini terluka kembali karena semua kenyataan yang harus ku terima.
"Lebih baik mas pergi dulu saja jika mau terus bersama wanita itu disini." Aku yang merasa sudah tak tahan menahan semua Isak tangis ku.
Mencoba kuat dengan menatap pria yang berstatus suamiku itu, aku mencoba tersenyum tipis untuk membuatnya sadar akan sakitnya hatiku ini atas apa yang sudah ia perbuat.
"Aku akan jelaskan semuanya nanti, maafkan aku," ucap mas Adam sebelum mengajak wanita itu pergi meninggalkan diriku sendirian lagi di rumah ini.
"Ayo pergi!" Ajak mas Adam kepada wanita itu.
"Ya, ayo! Lagian aku juga udah gak betah diem di rumah PELAKOR ini!" Jawab wanita dengan tatapan sinis yang ia lontarkan padaku.
Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengatur seluruh amarah yang kini membeludak di dalam dadaku.
Aku hanya bisa mengucap banyak kata istighfar dalam hatiku, mencoba menenangkan diriku sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
amalia gati subagio
meletakkan & menghargai diri terlalu murah, serta pasrah dijadikan boneka & menikmati kehaluan semu yg dititipkan hati serakah, siap terpuruk & dicap lacur 😓
2022-11-10
0
Fauzan Hadi Pratama
semangat 🤗
2022-08-04
1