Fimi dan Fir sudah berada di rumah. Wanita itu menggendong putra kecilnya menuju kamar sang putra. Fir sudah terlelap di gendongan sang bunda setelah tadi anak itu selesai makan dan minum obat.
"Maafin Mimi ya, Fir. Mimi belum menjadi ibu yang sempurna buat Fir." Fimi mencium kening sang putra lama, sebelum akhirnya wanita itu keluar dan menemui sang mama.
"Bagaimana keadaan Fir?" tanya Marina ibu dari Fimi.
"Dia sudah tidur, Ma. Maafin Mimi karena nggak bisa jaga Fir sepenuhnya," ucap Fimi tersekat karena menahan tangisnya, dadanya terasa sesak.
Marina menghampiri putri bungsunya, kemudian menariknya ke dalam pelukannya. "Justru Mama yang minta maaf, karena kejadian masa lalu, kamu harus jadi single parent seperti sekarang."
Keduanya saling berpelukan cukup lama, bahkan Fimi masih terlihat terisak karena menangis. Setelah cukup tenang, mereka pindah ke sofa ruang tengah dan duduk di sana.
"Mi, bagaimana kalau kita cari baby sitter buat Fir?" Sang mama memberi usul.
"Apa kejadian lalu takkan terulang, Fir tidak mau dekat dengan orang lain kan, Ma." Fimi menjawab sambil mengingat kejadian beberapa bulan lalu, saat dirinya menyiapkan baby sitter, tapi Fir malah membuat kekacauan, sampai akhirnya baby sitter itu pun mengundurkan diri.
"Bukan untuk mengasuh Fir, tapi hanya sebagai penjaga saja buat Fir, selama kamu berada di butik, bukan baby sitter apa ya bo …." Marina tak meneruskan ucapannya, wanita paruh baya itu seperti melupakan nama istilahnya.
"Bodyguard, maksud Mama?" Fimi menebak apa yang dipikirkan mamanya.
"Nah itu, bagaimana?"
"Ma, Fir masih terlalu kecil untuk mendapatkan itu, bagaimana jika teman-temannya mengejek dia? Mimi nggak mau," papar wanita itu.
"Lagian kaya pejabat aja pakai bodyguard," imbuhnya.
"Ya iya juga sih ya? Terus kalau bayarannya mahal gimana? Ya udah nggak jadi deh. Biar Mama aja sekarang yang tungguin Fir di sekolah," ucap sang mama yang membuat Fimi berbinar.
"Aku lebih percaya Mama daripada orang lain, kalau gitu nanti kalau Fir sehat, Fimi antar dan jemput Fir dan Mama ke sekolah seperti biasa." Fimi mengusap pipinya yang basah saat berucap.
"Oke, sudah jangan menangis lagi, sekarang kita makan buah ya." Wanita paruh baya itu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil buah apel yang sudah ia kupas dan potong-potong tadi. Apel adalah buah kesukaan Fimi dan Fir, jadi Marina selalu membeli buah itu untuk putri dan cucunya.
Fimi terlihat sedang memainkan ponselnya saat Marina datang dengan piring berisi buah.
"Aku nggak akan masuk kerja dulu sampai Fir benar-benar sembuh," gumam Fimi sambil menyimpan ponselnya di sofa.
"Kenapa, Mi?" Marina memberikan satu potong apel kepada Fimi.
"Nggak apa-apa, Ma, aku cuma ngasih tahu Nesa kalau aku mungkin beberapa hari nggak bisa ke butik," jawab Fimi lalu memakan apel yang dikasih sang mama.
Wanita paruh baya itu hanya mengangguk.
Kedua wanita itu asyik berbincang hingga sore pun menjelang. Saking asyiknya, Fir yang memanggil Fimi pun tak terdengar. Namun, saat suara benda jatuh dari kamar Fir terdengar, akhirnya Fimi pun berlari ke arah kamar sang putra dengan raut khawatir.
"Mimi!" teriak Fir yang mulai kesal.
"Iya, Sayang. Kamu nggak kenapa-kenapa, kan?" Fimi mengambil jam yang terjatuh dan menyimpannya kembali di atas nakas.
"Fil haus mau minum, Mi." Anak kecil itu berkata dengan manja.
Fimi langsung mengambil air putih di nakas yang selalu tersedia di sana. Kemudian, wanita itu dengan telaten meminumkan air putih itu pada sang putra.
"Lagi?" Namun gelengan kepala Fimi dapatkan dari sang putra. Fimi pun menyimpan kembali gelas ke nakas.
"Kaki Fil masih sakit, Mi. Apa Fil jadi nggak bisa jalan lagi ya?" tanya anak itu polos.
"Nggak, Sayang. Nanti juga kalau sudah sembuh Fir bisa jalan lagi. Makanya Fir harus minum obatnya dan makan yang banyak, terus istirahat, oke?" papar Fimi sambil mengusap kepala anak kecil itu.
"Jadi Fil diam di lumah telus ya, Mi. Nggak boleh keluar," tanya Fir sambil mendongak ke arah sang mama. Fimi pun mengangguk sebagai jawabannya.
"Oh iya, kan Fil sakit, Mimi tetap pelgi kelja, kan?" Pertanyaan itu membuat Fimi merasa bersalah.
"No, Mimi akan tetap di sini menemani Fir sampai sembuh, Sayang." Fimi meyakinkan putranya.
"Asyik!"
Keduanya akhirnya bercerita mengenai kejadian tadi siang, bahkan Fir juga menceritakan mengenai pertengkarannya dengan Aksa, sampai akhirnya anak kecil itu terjatuh.
"Mi, boleh Fil tanya?" Firdaus berubah menjadi serius, hingga membuat Fimi mengerutkan keningnya.
"Iya?"
"Fil kangen sama Pipi, Mimi nggak mau gitu nyari Pipi buat Fil?" Pertanyaan itu sukses membuat Fimi terbatuk.
"Oh iya, oma punya apel lo, Fir mau?" Fimi mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Mau, Mimi. Ayo Fil juga mau ketemu sama oma." Fir merentangkan kedua tangannya meminta digendong. Untung saja pertanyaan tadi tak kembali diutarakan oleh Fir. Fimi pun langsung menggendong sang putra keluar dari kamarnya.
"Oma, Fir mau apel nih," teriak Fimi pada sang mama.
"Iya sebentar, Sayang!" teriak sang oma dari belakang.
Fir dan Fimi duduk di sofa ruang tengah, keduanya menunggu sang oma sambil menonton televisi. Fir sangat menyukai film kartun, sebenarnya sama seperti anak kecil pàda umumnya.
Tak berselang lama sang oma datang dengan semangkuk buah apel.
"Nih buat Fir semua, habiskan ya, biar cepat sembuh," ucap Marina lembut sambil mengusap kepala cucunya.
"Timamakasih, Oma. Sayang Oma," ucap Fir menirukan salah satu adegan di film kartun kesukaannya.
"Sama-sama, Sayang." Kemudian Marina duduk di samping kanan Fir, sehingga anak itu diapit oleh mama dan omanya. Fimi memang sedang sangat sibuk sebenarnya, tetapi karena sang putra sakit, ia memutuskan untuk tak kembali ke butik. Namun, ya begitulah ponselnya tak pernah berhenti berbunyi, baik pesan ataupun telepon, sampai akhirnya Fimi izin ke kamarnya untuk mengurus beberapa pekerjaannya.
"Iya, Nes, tapi aku nggak bisa pergi sekarang, Fir masih sakit," jawab Fimi saat asistennya itu menghubungi dan ada beberapa hal yang harus segera diselesaikan.
"Baiklah, kamu ke rumah saja, katanya mau ketemu Fir juga," imbuh Fimi saat mendengar bahwa Nesa akan datang ke rumahnya.
"Jangan lupa bawa makanan oke!" Fimi mengingatkan sambil tertawa yang mendapat omelan dari seberang sana, lalu sambungan telepon pun ditutup.
Setelah itu, Fimi duduk di tepi ranjang dan melihat foto dirinya bersama Fir.
"Firdaus segalanya bagiku, hingga taka ada waktu bagi diriku, untuk berbagi hati dengan yang lain." Fimi memeluk foto dirinya bersama sang putra.
"Iya, Ma."
"Ada yang nyariin nih cowok."
"Hah?"
Bersambung
Happy Reading 😊
Yuk gerakin jempolnya ya bestie, biar aku tambah semangka.
Oh, iya cowok siapa yang nyariin ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Ima Kristina
cowok siapa ya yang nyari fimi
2024-08-26
0
Bzaa
oooh siapa dia?
2023-01-08
1
Erni Erni
apakah yg DTG heru
2022-07-04
0