Dinikahi Berondong Saleh
"Nikahi dia."
Sontak Zaidan diam mendengar permintaan sang Abah.
Hatinya sangat getir tapi mulutnya tidak sanggup menolak permintaan lelaki yang tengah terbaring di ranjang pasien.
"Hanya itu permintaan Abah," lanjutnya menambah getir hati Zaidan
"Bah, sebaiknya Abah istirakhat, tidak usah memikirkan hal yang rumit. kesehatan Abah yang paling penting," sela seorang wanita yang sedang duduk di tepi ranjang, tangannya bergerak mengelus bahu lelaki yang dipanggil dengan sebutan abah.
"Ummi tidak usah khawatir tentang kesehatanku, aku yakin, Allah akan memberikan yang terbaik buat aku," sahut lelaki yang dipastikan suami dari wanita tersebut.
"Bagaimana Zaidan, kamu setuju?" lontar Abah, kembali ke pembicaraan awal.
Mulut Zaidan sudah membuka. Namun suara ummi Aisyah membuat Zaidan mengatupkan mulutnya kembali.
"Abah... Abah kan tahu sendiri, Zaidan sudah mempunyai calon istri," sela Aisyah dengan lembut.
"Dia masih calon Ummi, belum menjadi istri Zaidan," sanggah Abah.
"Walaupun masih calon, Zaidan sangat mencintai Khanza. Begitupun sebaliknya, Khanza sangat mencintai Zaidan. Tolonglah mengerti ini Abah," bujuk Aisyah.
"Zaidan, bagaimana Nak?" lontar Abah, ingin mendengar langsung jawaban dari Zaidan, anaknya.
"Beri waktu satu minggu Bah, insyaallah setelah itu aku akan sampaikan persetujuan atau penolakan atas permintaan Abah," pinta Zaidan.
Abah mengangguk pelan, "tentu Nak, semoga Allah menuntut jalan yang tepat atas keputusan kamu nanti," sahut Abah.
Zaidan sekali lagi mengangguk tidak lama setelah itu dia pamit karena ada urusan pekerjaan.
Malam sebelumnya, lelaki tinggi tegap dengan penampilan rapi masuk ke ruang rawat Abah Fatah.
"Kerja yang bagus Fer," ujar Fatah setelah menerima semua data informasi mengenai orang yang menjadi korban tabrak oleh dirinya.
"Besok kamu berikan ini padanya," ucap Fatah menyodorkan ponselnya.
Fernando menatap tajam apa yang terpampang di layar ponsel lalu kepalanya mengangguk, mengiyakan titah sang bos.
"Jangan sampai dia curiga uang tersebut dari aku," sambung Fatah.
"Baik Pak. Satu hal lagi, mulailah belajar bekerja untuk Zaidan."
Fernando hanya terdiam tidak menyahuti apa yang diminta bosnya.
"Zaidan anakku, dia yang akan menjadi penerusku kalau Allah telah memanggilku," ujar Fatah.
Hal ini lah yang menyebabkan Fernando tidak menanggapi apa yang dititahkan sang bos karena ujungnya Fatah akan membicarakan kematian.
"Bapak harus yakin kalau Bapak pasti sembuh," ucap Fernando.
Fatah hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan orang kepercayaannya.
"Semua yang ada di bumi ini pasti akan kembali pada Allah, hanya waktunya saja yang menjadi rahasia," sahut Fatah, masih dengan senyum yang menghias wajah.
"Sudahlah, kamu boleh istirakhat dahulu. Aku juga sudah lelah," lanjut Fatah, merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga ke dada.
"Baik Pak, selamat malam, selamat beristirahat, assalamualaikum,"
"Waalaikum salam," jawab Fatah.
...****************...
Khanza terperangah tidak percaya mendengar perkataan atau tepatnya keputusan lelaki yang duduk di depannya.
"Mas, 5 hari lagi Mas akan ke rumah aku untuk melamar, tapi kenapa ini yang aku terima?" tolak Khanza sebagai balasan apa yang dilontarkan Zaidan.
Zaidan terdiam, matanya sekilas bersitatap dengan mata milik Khanza. Ada luka di gadis itu. Ya, tentunya luka karena dirinya tiba-tiba meminta memutuskan hubungan yang akan dibawa ke jenjang keseriusan.
"Berikan alasan yang tepat agar aku ikhlas menerima semua ini," lanjut Khanza dengan lirih, dadanya menahan sesak elu hati yang teramat. Matanya nampak menahan bongkahan cairan bening yang siap meluncur hingga hilir.
Zaidan terdiam sejenak, rasanya keluh untuk mengungkapkan semuanya, "abah orang yang paling berjasa dalam hidupku, aku tidak bisa menolak permintaannya untuk menikahi wanita pilihan beliau," ucapnya kemudian.
"Apa Mas tidak bisa perjuangkan cinta kita?"
Zaidan menggeleng, "maafkan aku."
Khanza mengempaskan napasnya kasar, seolah sesak di dalam dadanya juga ingin terbuang bersama empasan itu.
"Maafkan aku," ulang Zaidan.
"Mas kenal baik dengan wanita itu?"
Zaidan kembali bungkam mendengar lontar tanya dari Khanza atau tepatnya sebuah retoris yang jelas Khanza sendiri tahu jawabannya.
"Bahkan Mas sama sekali tidak mengenal dia tapi Mas mau menikahinya," ucap Khanza menjawab sendiri pertanyaan yang dia lontarkan pada lelaki yang ada di depannya karena itu yang dia tangkap dari diamnya Zaidan. Khanza tertunduk lemas.
Nyeri di elu hati Khanza semakin menjalar ke tubuh. Dia sendiri sebenarnya tahu di balik sikap patuhnya Zaidan pada sang abah. Jelas tahu, selain rasa hormat juga karena hutang budi yang tidak mungkin diabaikan begitu saja oleh Zaidan.
Kisah Zaidan menjadi anak angkat abah Fatah dan ummi Aisyah pernah Khanza dengar dari salah satu teman Zaidan. Menjadi salah satu fans dan berubah status menjadi kekasih hati membuat Khanza begitu bahagia. Namun, kebahagiaan status itu hanya bertahan 2 bulan karena status itu langsung berubah menjadi mantan manakala Zaidan memintanya untuk mengakhiri hubungan itu.
Zaidan memang berniat menjalin hubungan serius dengan Khanza. Seharusnya 5 hari lagi, adalah momen bersejarah yang akan terukir dalam indah hidup mereka. Namun sayang, hari esok atau nanti adalah rahasia Sang Illahi Robbi. Semua niatan Zaidan harus pupus setelah 7 hari dalam doa dan istikharahnya, Zaidan menjatuhkan pilihan untuk menyetujui permintaan dari Abah Fatah untuk menikahi wanita yang saat itu menjadi korban tabrak Abah Fatah.
"Aku yakin, kamu akan mendapatkan lelaki yang tepat. Bukan lelaki brengsek seperti aku," ujar Zaidan.
Wajah Khanza menengadah mendengar umpatan Zaidan untuk dirinya sendiri karena baru pertama kali Khanza mendengar Zaidan berkata kasar dan penuh penekanan.
"Kalau aku tidak menemukannya?" Kalau aku malah terperangkap dalam lembah keterpurukan yang dalam dan semakin dalam?" elak Khanza.
"Kamu bukan wanita lemah, aku tahu itu dan kamu masih punya Allah yang selalu memberikan petunjuk," sahut Zaidan.
Tangan Khanza bergerak cepat menyapu lelehan cairan yang sedari tadi menggenang di pelupuk mata. Hatinya sangat perih mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Zaidan.
"Aku pulang, terima kasih untuk semuanya," ujar Khanza mengangkat pantatnya kemudian seuntai salam dia ucapkan sebelum melangkah pergi.
"Waalaikum salam," jawab Zaidan dengan lirih.
'Semoga Allah memberikan kamu kebahagiaan yang penuh barakah,' batin Zaidan matanya menatap nanar punggung wanita yang semakin jauh dari tempat dia duduk.
Zaidan memegang dadanya, di sana terasa sesak dan berdenyut nyeri, ya nyeri elu hati yang seperti menghantam jantung.
"Astaghfirullah haladhim," lirih Zaidan.
Beberapa kali Zaidan menarik dan membuang napas dengan lirih, mulutnya mengucapkan kalimat istighfar.
Setelah dirasa tenang, Zaidan bergegas ke rumah sakit. Dua hari ini, karena ada urusan pekerjaan dia tidak berkunjung ke rumah sakit untuk menemui Abah Fatah.
Dia berjalan tenang melewati lorong-lorong rumah sakit.
"Assalamualaikum," sapa Zaidan setelah membuka pintu kamar inap yang tidak dikunci.
"Waalaikum salam," jawab serentak wanita dan lelaki paruh baya.
Seutas senyum terlihat dari bibir dua pasang suami istri itu.
"Alhamdulillah, yang ditunggu akhirnya pulang," ujar ummi Aisyah.
Zaidan tersenyum menanggapi ucapan Aisyah, kakinya melangkah ke ranjang dimana sang abah terbaring di sana. Zaidan meraih tangan kedua orang tuanya lalu mencium takdhim.
"Kalau kamu capek, tidak usah langsung ke sini, istirakhat dulu di rumah," ucap Fatah.
Zaidan membalas dengan sebuah senyum.
"Abah sudah mending?" tanya Zaidan.
"Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat, Abah sehat dan selalu semangat," jawab Fatah diiringi senyum lebar.
Aisyah ikut tersenyum namun senyum getir. Dia tahu suaminya menyembunyikan semua rasa sakit yang dia rasa agar dirinya dan anaknya tidak khawatir.
Zaidan duduk di belakang Aisyah, tangannya bergerak memijit kaki Fatah.
"Sudah makan Zaid?" tanya Aisyah karena sekarang masih dalam waktu makan siang.
"Sudah Ummi," jawab Zaidan.
"Barangkali belum, Ummi antar ke kantin," sahut Aisyah lalu berdiri.
"Ummi mau ke toilet dulu," pamit Aisyah.
Zaidan bergeser, berpindah memijit tangan sang abah.
Fatah menatap wajah anaknya, "Kamu baik-baik saja Zaid?" tanya Fatah melihat ada raut gusar pada sang anak.
"Alhamdulillah Bah, aku baik-baik saja," jawab Zaidan menutupi kebohongannya.
Fatah menanggapi dengan senyum.
"Bah, Zaidan menyetujui permintaan Abah untuk menikahi wanita itu," ucap Zaidan setelah mengempaskan napas agar berbicara dengan tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Dwi Werdani Solo
hai kak mel aku mampir ya....
2022-11-14
0
Dzeo Yu
kayaknya seru nih bu🤣
2022-10-23
0
Maya●●●
halo kak salam kenal.
aku mampir nih.
mampir juga di karyaku ya😊😊
2022-09-27
0