Keberangkatan

Di hari berikutnya mungkin sekitaran pukul 5 pagi, Jean sudah rapi memakai pakaian mendiang ayahnya. Dia tidak memakai aksesoris pemburu hanya kemeja putih dengan celana katun panjang berwarna coklat.

Baju itu kebesaran di tubuh Jean, tapi tidak masalah ada sabuk dari kulit ular buatan ayahnya. Kedua lengan dia singkap sampai ke siku.

Untuk sepatu, Jean memakai sepatunya sendiri, untung saja dia memiliki sepatu dari kulit hewan binatang buas hadiah dari ayahnya yang dia simpan sampai sekarang.

Untuk pemetikan pertama Jean hari ini, dia memutuskan untuk tidak membawa pedang mendiang ayahnya, sebenarnya dia mengerti dasar perbedang dari ajaran sang ayah.

Sayangnya Jean tidak mahir dengan hal itu, pekerjaannya sekarang adalah pemetik bukan pemburu. Dari pada dia kesusahan membawa pedang, sebagai gantinya dia membawa belati.

Belati berwarna hitam mengkilat mengungkapkan ketajamannya, itu adalah senjata pertama dan terakhir yang diberikan sang ayah padanya. Marissa bersyukur Jean asli tidak menjual belati itu.

Untuk bekal di jalan, Jean sudah membeli biskuit kering di pasar, biskuit itu kasar dan keras ketika digigit, tapi masih layak untuk menjadi makanan di tengah hutan.

Semua sudah beres, Jean berangkat. Sebelum itu dia mendapat pelukan dari Juno.

"Hati-hati Kak, Kau harus kembali!" Wajah Juno masih terlihat tidak rela dengan kepergian kakaknya.

"Ya, Sekitar 3 atau 4 hari lagi kakak pasti kembali." Jean meyakinkan.

Jean tidak khawatir meninggalkan Juno sendirian, dia tahu adiknya adalah anak yang mandiri, mengerti untuk menghindari masalah.

Mengenai makanan Jean sudah membelikan stok beras sehari sebelumnya. Jadi, Jean pergi dengan hati yang tenang.

Mia kemarin mengatakan untuk berkumpul di dekat gerbang ke 16 tembok besar.

Sampai di sana, Jean dihampiri oleh Mia, dia memperkenalkan anggota kelompok yang sudah berkumpul.

Total ada dua puluh orang, dari situ Jean mengetahui ketua kelompok pemetik itu bernama Marco, kelompok ini memiliki nama sebutan kelompok Marco sesuai dengan nama pemimpin kelompok.

Dari pengenalan dan perbincangan singkat, Jean juga tahu jika Mia adalah kekasih Marco.

Jean merasa heran dengan Mia, kenapa dia memamerkan kekasihnya sebagai orang tertampan dia antara pemetik ketika mengajaknya bergabung.

Dia mengakui Marco memang tampan dengan rambut merah pendek dan mata tegasnya. Tapi timbul pertanyaan di benak Jean, 'Apa Mia mau kekasihnya direbut orang?'

Marco tersenyum ramah dan menyambut Jean.

"Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Jika ada yang tidak kau mengerti tanya saja jangan sungkan. Sebagai sesama pemetik kita harus saling membantu bukan."

"Iya, terima kasih sudah mau menerimaku di kelompok ini, mohon bantuannya." Jean membalas dengan sopan karena dialah satu-satunya pemula.

Di kelompok itu ada 17 pemetik tingkat rendah, dua pemetik tingkat menengah dan satu orang tingkat pemula yaitu dia sendiri.

Tingkat pemetik menunjukkan barang apa yang pernah mereka bawa kembali, tinggi dan rendahnya nilai barang akan menentukan kelas para pemetik.

Semakin tinggi kelas pemetik, maka Aula Misi akan meningkatkan harga tukar barang.

Hal ini bisa dianggap sebagai wujud penghargaan pada para pemetik yang berani keluar mempertaruhkan nyawa ke luar tembok. Itu sama halnya dengan kelas pemburu pemburu.

Merekapun berangkat.

Kelompok pemetik Marco mengikuti tim pemburu tingkat rendah keluar dari gerbang memasuki arena hutan pinggiran.

Karena pekerjaan ini sangat beresiko, kebanyakan tim pemetik mengikuti pemburu tingkat rendah, tapi ada syarat yang disepakati kedua pihak.

Tim Marco sepakat untuk memberikan 10 persen hasil petikan pada para pemburu. Hal itu baru diketahui Jean sebelum berangkat, tapi dia setuju. Biaya keamanan bukan hal yang buruk selagi tidak berlebihan.

Di sepanjang jalan Mia menjelaskan banyak hal pada Jean, banyak jenis tanaman dia tunjukkkan lewat buku catatan tanaman miliknya.

"Ini tanaman Bunga Api, kita hanya mengambil bijinya sebagai penghangat di musim dingin. Tapi hati-hati ada banyak semut api di sekitaran tanaman itu. Jika kau tergigit, rasa gatal terbakar akan kau rasakan selama beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Itu sangat tidak nyaman. Jadi banyak pemetik tidak suka mengumpulkan biji bunga api, aku juga tidak suka." Mia menjelaskan dengan sangat mahir.

"Oh jadi itu alasan biji bunga api mahal di pasaran." Jean menyadari hal baru yang tidak tertulis di papan misi.

"Ya, mungkin seperti itu." Mia mengedikkan bahu tidak yakin.

"Memangnya tidak ada cara untuk memetiknya tanpa tergigit semut api?" Jean bertanya.

"Hmmn, aku kurang tahu tentang hal itu." Mia mengegelangkan kepala tidak tahu.

"Ada satu cara, kau bisa memakai kain pelindung basah saat memetiknya, semut api tidak suka dan menghindari hal-hal yang terkena air, jangan lupa sepatumu juga harus basah." Marco di samping Mia ikut menjawab.

"Banarkah, aku baru dengar, apa kau pernah mencobanya Marco?" Mia bertanya dengan kepala miring

Marco menjawab, "Entahlah, aku hanya mendengar saja. Untuk mencoba cara itu jujur aku belum pernah."

Jean hanya mengangguk mengerti.

***

Di gubuk kecil rumah Jean, tampak Juno menahan pintu dari dalam dengan wajah panik dan takut. Ada suara gedoran keras dari luar pintu.

"Buka, buka pintunya! Bocah tengik kubilang buka pintunya!" Teriakan wanita dengan wajah penuh bedak dan dandanan menor, garis matanya yang mirip ular melotot emosi. Dia adalah istri keempat Tuan Tanah.

"Aku tahu kau ada di dalam. Kau dan kakakmu harus membayar hutang hari ini juga!"

Kalimat itu membuat Juno semakin mantap tidak mau membukakan pintu.

Karena ucapannya tidak ditanggapi, istri keempat Tuan Tanah semakin geram.

"Dobrak pintunya, bawa bocah tengik itu berlutut di hadapanku!" perintahnya kepada dua pengawal kekar di belakang.

"Baik nyonya." Dua pengawal menjawab dengan cepat, mereka maju dan mendobrak pintu sangat mudah.

Juno yang menahan pintu dari dalam terjungkal ke depan karena dorongan kuat dari luar.

Belum sempat mengaduh sakit, Juno ditangkap dan dibawa ke hadapan istri keempat Tuan Tanah, para pengawal memaksa Juno berlutut.

"Akhirnya kau di sini juga, biar kulihat wajahmu." Istri keempat Tuan Tanah memegang dagu Juno, mengarahkannya ke kanan dan ke kiri.

Juno menatap wanita jahat di depannya dengan tatapan tajam.

"Hmmn, ada beberapa lebam dan terlalu kurus, tidak masalah. Hanya perlu merawat dua hari dengan produk yang bagus. Aku yakin dengan wajah sepertimu, kau akan manjadi primadona." Istri ke empat Tuan Tanah menoleh ke pelayan di sampingnya.

"Rawat dia dengan baik, aku ingin dia tidak cacat sedikitpun." perintahnya dibalas anggukan dari pelayan itu.

"Baik nyonya."

"Kau wanita jahat, kau pernah bilang memberi kami waktu tujuh hari untuk melunasi hutang, sekarang baru 2 hari berlalu, kau tidak bisa membawaku, masih ada lima hari tersisa." Juno berteriak dan memberontak mencoba lepas dari pegangan dua pengawal kekar yang memeganginya.

Istri keempat Tuan Tanah berbalik manatap Juno, dia mencondongkan tubuh ke depan dan berbisik.

"Bocah tengik, aku yang memberi keluargamu hutang, jadi aku bebas untuk menagih hutang kapanpun aku mau. Karena hari ini kakakmu tidak bisa melunasinya, kau yang harus menggantikan pembayaran hutang itu." Istri keempat Tuan Tanah menjelaskan dengan wajah dingin.

Terpopuler

Comments

Eka Priyanti

Eka Priyanti

lanjut

2022-06-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!