Kakak Beradik yang Malang

Tiga hari Marrissa di dunia lain, dia tidak bisa bekerja dan butuh istirahat.

Untunglah ada Juno adik Jean, dia adik yang baik mau merawat dan mengurus kakaknya, meski makanan yang dia buat sangat tidak enak.

"Kakak makanlah, meski rasanya agak gosong, tapi masih bisa dimakan." Juno memberikan mangkuk berisi bubur kehijauan, jumlahnya tidak mencapai setengah mangkuk.

Sebelumnya bubur itu sangat encer sehingga mencapai setengah mangkuk lebih. Karena hari ini ada insiden tidak terduga, bubur itu gosong dan menyusut menjadi seperempat mangkuk.

Pertama kali memakan bubur itu, Marrissa terdiam dan mengembalikan mangkuk bubur pada Juno dengan alasan tidak selera makan. Dia menahan agar tidak muntah.

Bubur itu dibuat dari biji rumput yang diperoleh Juno di sekitaran sungai, di sana ada banyak anak lain seperti dia, mereka mencari biji rumput untuk di konsumsi.

Karena banyak anak mencari biji rumput, Juno hanya mendapat satu genggam paling banyak, itulah kenapa dia membuat bubur encer untuk kakaknya, agar lebih banyak dan lebih mengenyangkan.

Rasa bubur itu sangat tidak enak, tidak ada manisnya hanya rasa getir agak pahit dengan bau rumput, ditambah tekstur bubur sangat encer. Lidah Marrissa tidak terbiasa dengan rasa itu.

Akan tetapi kali ini berbeda, jika dia ingin sembuh lebih cepat dia harus makan.

Menahan segala rasa tidak enak, ditambah rasa yang lebih pahit karena gosong. Marissa menyelesaikan makannya, namun dia masih menyisakan dua sendok bubur untuk Juno.

Jika dihitung dia hanya makan 4 sendok dari seperempat mangkuk bubur.

"Kenapa tidak dihabiskan Kak? Kakak harus makan sampai habis supaya cepat sembuh." Juno menyodorkan mangkuk kembali pada Jean berharap kakaknya mau menghabiskan bubur.

"Tidak, kakak sudah kenyang. Aku tau kau belum makan, makanlah itu." Jean menolak lembut.

"Aku sudah makan kak, jangan khawatir." Juno berdalih, namun dia tidak bisa membohongi Jean.

'Groooookk' bunyi perut keroncongan terdengar sangat jelas dari arah perut Juno.

Wajah Juno tampak terkejut telinganya memerah karena malu kebohongan kecilnya tidak didukung oleh tubuh.

Jean menatap Juno dengan pandangan sayu, "Hmmn, makanlah sisa bubur itu dulu, jangan makan sisa bubur gosong di panci, itu tidak sehat. Besok Kakak akan membeli bahan makanan di pasar."

Jean merasa bersalah, dari ingatan Jean yang asli. Mereka makan lebih baik dan lebih enak dari biji rumput yang pahit.

Karena Jean yang asli selalu pulang membawa biji padi hasil dari memungut di ladang yang sudah selesai panen, itupun dia lakukan setelah bekerja.

Sayang hasilnya tidak banyak, paling banyak hanya dua genggam karena banyak buruh lain juga melakukan hal yang sama dengannya.

Bisa dibilang, biji rumput di tepi sungai adalah ranah anak-anak sedangkan biji padi di lahan usai panen adalah ranah orang dewasa.

Dari usaha dua kakak beradik itu, mereka bisa makan satu mangkuk penuh bubur nasi dicampur dengan biji rumput. Rasanya lebih mendingan daripada bubur biji rumput.

Mata Juno melebar,

"Membeli bahan makanan? Tapi, tapi bagaimana denga..."

Jean memotong, "Sudahlah makan saja, jangan banyak tanya. Kakak masih memiliki uang dan juga rencana lain."

Mendengar itu, Juno menyerah bertanya, Dia menciutkan leher memakan bubur di mangkuk sedikit demi sedikit. Tidak ada ekspresi tidak enak di wajahnya, malah dia terlihat menikmati bubur pahit itu.

Kemarin Jean dikejutkan oleh wajah bonyok adiknya. Juno tersenyum konyol memberikan satu buah apel tidak peduli dengan wajah bonyoknya.

Dari cerita Juno, Jean tahu jika sang adik mencuri buah apel dan dihajar oleh pemilik apel. Untungnya dia berhasil kabur membawa satu buah apel.

Juno berkata, " Kata temanku, buah apel adalah buah ajaib yang bisa menyembuhkan segala penyakit. Jadi makanlah buah ini kak, supaya kau bisa sembuh."

Jean tersenyum melihat tingkah Juno, dia masih polos dan mudah percaya omongan orang lain. Untung saja aksi mencurinya berhasil dan tidak memakan nyawanya.

Dalam hati, Jean membatin sangat kasihan pada remaja kurus di hadapannya.

Saat itu, Jean menerima apel hasil curian adiknya. Dia tidak memakannya langsung, namun membagi apel menjadi dua bagian, satu bagian dia berikan pada Juno.

Awalnya Juno menolak, namun akhirnya dia memakan setengah apel dengan wajah penuh nikmat, tanpa peduli rasa sakit dari wajah lebamnya.

Jika saja Marrisa bisa membawa Juno ke dunia asalnya, Dia akan menyuguhkan berbagai makanan lezat dan jajanan yang disukai anak remaja seumurannya.

Sayang itu hanya harapan mustahil untuk diwujudkan, dia sendiri belum tau apakah bisa kembali ke dunia asalnya.

Melihat kondisinya saat ini, Jean masih lemah, namun dia tidak lagi demam. Setelah makan, sedikit energinya mulai kembali.

Juno pergi membawa mangkuk kosong ke arah dapur, mungkin akan mencucinya.

Jean pergi ke ranjangnya, dia membalik kasur dan mengambil sebuah bungkusan kain hitam.

Dari ingatan Jean asli, Marissa menemukan uang tabungan hasil kerja Jean asli di bungkusan kain tersebut.

Jean asli juga khawatir akan penagihan utang dari tuan tanah. Itulah kenapa dia menabung uang hasil bekerjanya sebagai buruh panen padi, uang itu tidak pernah digunakan untuk membeli makanan yang lebih layak.

Mata uang di dunia ini berupa koin, mulai dari koin tembaga, koin perak, dan koin emas. Seratus koin tembaga bernilai satu koin perak, begitu juga seratus koin perak bernilai satu koin emas.

Pekerjaan buruh panen padi menghasilkan upah yang rendah, dari pagi sampai sore memanen padi hanya 3 koin tembaga yang didapatkan Jean.

Yah, itu gaji yang sangat rendah. Mungkin karena banyak tenaga kerja yang memilih bekerja sebagai buruh panen padi.

Akumulasi gaji satu bulan hanya mencapai 90 koin tembaga sedangkan harga sewa gubuk bobrok mereka adalah 1 perak sebulan.

Sebenarnya hanya butuh 4 hari bekerja untuk mengumpulkan sisa 10 tembaga guna melunasi tagihan itu, namun keluarga Jean memiliki hutang lain yaitu lima keping perak dan bunganya yang terus meningkat.

Jean asli pernah berhutang lima keping perak pada tuan tanah sebagai biaya mengobati penyakit Ibu mereka. Sayang, sang Ibu tidak tertolong dan meninggal setengah bulan kemudian, meninggalkan hutang dan kesedihan bagi kakak-beradik itu.

Marissa akhirnya tahu, mencari makan di dunia ini sangat sulit. Mereka harus bekerja keras. Bagi wanita yang lemah itu bahkan lebih sulit.

Sebenarnya Jean bisa bekerja di kedai-kedai dengan penghasilan lebih tinggi, namun perkerjaan sebagai pelayan kedai lebih rendahan dari pada buruh tani.

Wanita pelayan kedai kerap kali dijahili atau disentuh oleh tangan-tangan pria hidung belang, meski tidak mau, mereka hanya wanita lemah tidak bisa menolak, jika tidak tamu kedai akan marah dan merekalah yang dipecat.

Ada pekerjaan yang lebih mudah dan berpenghasilan lebih tinggi lagi, yaitu menjual diri seperti saran dari istri keempat Tuan Tanah.

Wajah Jean yang elok ditambah status perawan pasti menghasilkan koin perak yang lebih banyak lagi.

Marissa membatin,

'Sampai mati Aku tidak akan menjual diri, titik!!!'

Terpopuler

Comments

Eka Priyanti

Eka Priyanti

lanjut

2022-06-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!