Pagi berikutnya menjadi hari keempat Marrissa memakai tubuh Jean.
Juno tidak terlihat di gubuk, dia sudah berpamitan di pagi buta untuk mencari biji rumput. Katanya biji rumput di pagi hari lebih besar karena menyerap air embun. Jean hanya tersenyum mendengar hal itu.
Di dalam gubuk, Jean sibuk menggeser lemari tua. Setelah lemari itu tergeser, tampak sebuah peti lengkap dengan gemboknya.
Jean mengambil peti tersebut dengan sedikit usaha, memindahkannya ke atas meja.
Kemudian Jean melepas kalung di lehernya. Kalung itu hanya kalung sederhana dengan tali biasa, tapi memiliki liontin kayu sukuran ibu jari. Di dalam liontin itulah terdapat kunci gembok peti tadi.
Jemari tangan Jean membuka liontin tersebut, dia membukanya dengan sedikit paksaan terlihat dari raut wajahnya yang berkerut meringis.
'Klik ' gembok peti terbuka. Jean membuka peti dengan cepat.
Di dalamnya terlihat isi peti berupa pakaian pemburu lengkap dengan lencana pemburu dan pedang panjang beserta sarungnya.
Setelah mengeluarkan benda-benda tersebut, Jean juga menemukan jubah hitam dengan bagian penutup kepala.
Melihat barang-barang di atas meja, Marissa merasakan sebuah rasa rindu dan kesedihan di hatinya.
Rasa itu timbul dari kenangan Jean asli, dia rindu akan pemilik barang-barang tersebut yang tidak lain adalah ayah Jean sendiri.
Marissa adalah anak yatim piatu tanpa kasih sayang orang tua, dia tidak pernah merasakan rasa disayangi oleh orang tua seperti Jean.
Jadi begitu dia melihat kenangan dan perasaan Jean asli tentang orang tuanya. Marissa merasa iri.
Meskipun nasip Jean sangat buruk, tapi dia bisa merasakan hangatnya keluarga. Berbeda dengan dirinya yang harus berjuang sendiri dari awal sampai akhirnya masuk ke dunia aneh ini.
Kembali ke topik barang-barang di meja.
Ayah Jean semasa hidupnya adalah pemburu tingkat menengah, tidak heran jika dia memiliki pedang yang lumayan bagus.
Dari pekerjaan ayahnya sebagai pemburu, keluarga Jean bisa hidup tenteram dan berkecukupan. Sayang itu hanya masa lalu sebelum mayat sang ayah di antar ke rumah oleh rekan pemburunya tiga tahun yang lalu.
Katanya ayah Jean meninggal setelah dadanya tertusuk duri ekor binatang buas. Masih untung mayatnya bisa diselamatkan dan dibawa kembali.
Saat itu Jean hanya bisa menangis memeluk mayat ayahnya bersama Juno. Sedangkan ibunya berteriak marah dan memukul-mukul dada rekan pemburu suaminya.
Ibu Jean menyalahkan rekan ayahnya tidak becus dan tidak bisa diandalkan, dia mengamuk dan berteriak histeris.
Dari sejak hari itu, kondisi kejiwaan ibu Jean mengalami masalah. Dia sering berteriak atau mengamuk menghancurkan perabotan rumah, terkadang dia menangis seharian tidak memperdulikan tubuhnya apalagi anak-anaknya sudah makan atau belum.
Dua tahun berlalu, ibu Jean hanya mengurung diri di kamar. Dia diam membisu ketika Jean atau Juno mengajaknya bicara, tapi Jean dan adiknya masih sabar merawat ibu mereka.
Karena tidak ada lagi yang menjadi tulang punggung keluarga, banyak barang berharga di rumah mereka terpaksa digadaikan atau dijual oleh Jean.
Akhirnya mereka terpaksa pindah dari rumah tersebut yang awalnya berada di pemukiman kelas menengah ke pemukiman kelas rendah alias wilayah pinggiran lebih dekat dengan tembok pembatas.
***
Jean memasukkan kembali semua barang ke dalam peti kecuali pedang beserta sarungnya.
Selimut putih lusuh dipakai Jean untuk membungkus pedang mendiang ayahnya, dia mengikatkan bukusan itu di depan dada.
Dengan langkah mantap Jean membawa pedang peninggalan ayahnya ke pasar untuk dijual. Seberharga apapun benda, keselamatan adiknya lebih berharga dari apapun.
Sampai di salah satu toko senjata di pasar, Jean membuka bungkusan kain berisi pedang dan menunjukkannya pada pelayan toko.
Toko itu lumayan besar, terlihat ada 3 pelanggan lain yang sedang menawar senjata atau sekadar melihat-lihat, memilih senjata panjangan di dinding toko.
Ketika pedang milik mendiang ayah Jean diperiksa oleh pelayan toko yaitu seorang pria paruh baya botak berkumis melengkung dengan perut buncit. Dia juga melirik penampilan Jean.
Jean memakai pakaian berbahan kain kasar, pakaian itu sepertinya pakaian lama dinilai dari rupa warna kain memudar dan ada beberapa bagian yang ditambal.
Sekilas melihat penampilan Jean, pelayan toko itu bisa mengetahui identitasnya sebagai orang miskin tanpa latar belakang.
" Pedang ini lumayan bagus, tapi ini pedang lama, banyak goresan, pegangannya juga memudar, oh lihat ini ada retakan hampir separuh pedang. Jika ini dipakai kemungkinan pedang untuk patah sangat tinggi. Jadi pedang ini hanya bernilai 7 keping perak." Pelayan toko mengulas dan memberi nilai harga pedang sambil memelintir kumisnya.
"7 keping perak! Tidak bisakah lebih mahal, lihatlah ini pedang yang digunakan pemburu tingkat menengah. Mendiang ayahku menggunakan pedang ini sampai ke hutan dalam. Pedang ini bisa memotong kulit binatang buas di hutan dalam, seharusnya nilainya tidak serendah itu. Tidak bisakah kau naikkan menjadi 12 keping perak?" Dengan wajah memohon Jean mencoba menawar lebih tinggi.
Jean tidak bodoh, dia tahu nilai pedang mendiang ayahnya lebih tinggi dari itu. Bahkan bisa sampai 20 keping perak meski ada retakan pada pedang.
Dia mengetahui hal itu karena mendiang ayahnya semasa hidup pernah berkata, dia menghabiskan satu keping emas untuk mendapatkan pedang itu, bahkan jika pedang itu patah, masih akan bernilai dua puluh keping perak karena bahannya yang bagus.
Pelayan Toko melihat wajah memohon Jean, bibirnya tersenyum miring.
"Oh, tentu saja bisa untuk nona cantik sepertimu. Aku bahkan bisa memberi harga 15 keping perak asalkan kau mau melayaniku hmm." Pandangan pelayan toko itu kini menatap serakah pada bagian menonjol besar di dada Jean.
Pakaian lusuh tidak bisa menutupi bentuk tubuh indah Jean di mata pelayan toko tersebut. Meski wajah Jean kurus dan kulitnya agak pucat, masih terlihat jelas kecantikan diatas rata-rata pada wajahnya.
"Maaf sekali tuan, Aku tidak jadi menjual pedang ini padamu, apalagi melayanimu, ugh Aku tidak sudi!" Jean membungkus kembali pedangnya dan secepat mungkin beranjak pergi dari toko tersebut.
Yang tidak diketahui Jean, sejak dia menunjukkan pedang mendiang ayahnya, salah satu pelanggan di toko berjubah hijau gelap terus menatap dan memperhatikan pedang di tangan pelayan toko yang melayani Jean.
Pedang bersarung hijau dengan motif lilitan sulur tanaman anggur, orang berjubah hijau menatap nostalgia pada pedang itu.
Setelah penolakan Jean dan niatnya batal untuk menjual pedang, orang berjubah hijau tersenyum kecil, tertarik dengan Jean, dia menoleh melihat kepergian Jean meninggakan toko.
"Menarik sekali, jadi kau sudah mati." gumam orang berjubah hijau sebelum pergi meninggalkan toko senjata yang tidak lagi menarik perhatiannya.
Jean berjalan mengitari pasar, hanya ada tiga toko senjata di pasar itu. Dua toko senjata selanjutnya menawar lebih kecil daripada toko senjata pertama. Hal itu membuat Jean merasa putus asa.
"Ada apa dengan dunia ini, apa hanya karena Aku wanita lemah sehingga mereka berani merendahkan harga jual pedangku. Sial ingin kutebas saja mereka." gumam Jean dengan wajah kesal.
Dia tidak sadar jika ada orang yang mengikutinya dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Eka Priyanti
lajut baca
2022-06-27
1
Eka Priyanti
lanjut baca
2022-06-27
1
Eka Priyanti
seru ceritanya
2022-06-27
1