Pagi itu, Adriano tampak begitu sibuk mempersiapkan berkas-berkas yang akan dia bawa ke Yunani. Namun, untungnya Adriano dibantu oleh Pierre yang bertugas menyiapkan segala keperluan yang lain.
Semua itu tak luput dari perhatian Olivia. Sejak pagi, gadis berambut hitam tersebut menangkap kesibukan yang tak biasa dari pria bermata biru yang kini telah menjadi tuannya. Olivia memberanikan diri untuk menghampiri Adriano, yang baru saja melangkah keluar dari dalam ruang kerja.
“Maaf, Tuan. Apakah Anda akan pergi lagi?” tanya Olivia ragu.
“Ya. Kau benar, Olivia. Tetaplah bekerja dengan baik selama aku tidak ada,” jawab Adriano tanpa menghentikan langkahnya yang tergesa-gesa.
“Kapan Anda akan kembali?” tanya Olivia lagi, seraya mengikuti Adriano sampai ke halaman depan mansion.
“Jangan banyak bertanya, Nona,” tegur Pierre. “Dalam kehidupan keras dan kejam seperti yang kita jalani saat ini, akan lebih aman jika kau tak berusaha untuk mengetahui sesuatu yang bukan urusanmu." Pierre mengedipkan sebelah matanya, lalu membukakan pintu mobil untuk Adriano.
“Terima kasih, Pierre,” ucap Adriano seraya menepuk pundak sang ajudan. Tak sekali pun dia melirik kepada Olivia, yang memandangnya penuh arti.
“Aku harap Anda selalu berhati-hati, Tuan.” Tak putus asa, Olivia menyejajarkan kepalanya dengan jendela mobil yang masih terbuka. Raut ceria masih terus dia perlihatkan kepada Adriano, meskipun pria itu bersikap tak acuh padanya.
“Baiklah. Terima kasih atas perhatianmu, Olivia,” sahut Adriano yang sudah duduk dengan gagah di dalam mobil. Setelah itu, dia menutup kaca jendela dengan tatapan lurus ke depan. Tak dihiraukannya gadis yang melambaikan tangan mengiringi kepergiannya, hingga mobil yang ditumpangi Adriano menghilang dari pandangan Olivia.
“Luar biasa,” ujar Pierre yang duduk di jok depan, samping sopir pribadi kepercayaan Adriano.
“Apanya yang luar biasa?” Adriano mengalihkan pandangannya kepada Pierre.
“Sungguh luar biasa, karena hanya membutuhkan waktu beberapa hari bagi Anda untuk memikat gadis cantik itu,” Pierre terkekeh pelan.
“Sejujurnya, aku merasa risi,” keluh Adriano. “Setiap kali aku hendak pergi dan beraktivitas, dia selalu menyambutku di depan pintu kamar sambil menanyakan aku hendak pergi ke mana,” tuturnya sembari menggaruk kening.
Pierre tak dapat menahan tawa. Dia terbahak sampai harus menutup mulutnya. “Ma-maafkan aku yang sudah tidak sopan, Tuan. Akan tetapi, aku sungguh merasa terhibur mendengar cerita Anda. Sepertinya, ini merupakan sebuah pertanda bahwa Anda harus mulai serius mencari seorang pendamping hidup,” canda pria asal Perancis itu.
Sementara, Adriano hanya tersenyum kecut menanggapi ucapan Pierre.
“Bukankah pendamping hidup haruslah orang yang benar-benar kita cintai?” Sebuah pertanyaan retoris dia tujukan pada ajudan kepercayaannya.
“Betul sekali,” jawab Pierre cepat.
“Untuk hal itu, aku sudah menemukannya. Sayang sekali .…” Adriano tiba-tiba menghentikan kalimatnya.
“Kenapa, Tuan?” Pierre yang penasaran akan kelanjutan kalimat Adriano, segera menoleh ke belakang.
“Tidak apa-apa, Pierre. Istirahatkan pikiranmu. Kita punya waktu setengah jam sampai tiba di hanggar pesawat,” ujar Adriano. Dia segera memejamkan mata. Adriano tak ingin lagi dicecar dengan berbagai macam pertanyaan yang bersifat pribadi oleh Pierre.
“Apakah Anda sudah menemukannya?” Tebakan Adriano tak meleset. Pierre mulai melancarkan satu pertanyaan pamungkas.
“Sudahlah. Daripada menanyakan hal yang tak penting, sebaiknya kau segera menghubungi pilot dan kru. Tanyakan apakah mereka sudah mempersiapkan semuanya.” Adriano mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Jangan khawatir, Tuan. Setelah tiba di hanggar, mereka akan segera menerbangkan Anda ke Yunani. Persiapan sudah matang sejak satu jam yang lalu,” terang Pierre.
“Baguslah kalau begitu,” sahut Adriano. Dia tak bicara apapun lagi, hingga mereka tiba di tempat tujuan.
Maserati Ghibli warna ungu metalik itu berhenti di hanggar pesawat jet pribadi yang berada satu lokasi dengan Bandara Cote D’Azur Kota Nice, Perancis. Sebagaimana diketahui bahwa negara Monaco tak memiliki bandara. Sehingga, untuk bepergian ke luar negeri, Adriano harus singgah ke negara tetangganya terlebih dahulu.
“Silakan, Tuan.” Kali ini, sopir pribadinya yang membukakan pintu untuk pria rupawan bermata biru itu.
Adriano membalasnya dengan ucapan terima kasih yang tulus. Tubuh jangkungnya sedikit membungkuk, saat membalas para awak kabin yang menyambut kedatangan pria itu di kedua sisi tangga masuk ke pesawat.
Pierre tersenyum samar melihat hal tersebut. Rasanya menyenangkan, ketika dirinya menjadi saksi dari sang majikan yang merupakan bos sekaligus orang terdekatnya. Adriano kini sudah berada di puncak dunia.
Kurang lebih dua jam waktu yang dibutuhkan mereka untuk tiba di Yunani, negeri para dewa. Di sana, Sergei Redomir sudah menunggunya bersama seorang pria yang sudah lama tidak Adriano temui. Rekan kerja sekaligus sahabat lama. “Arsen Moras,” sapa Adriano dengan hangat. Dia segera merengkuh pundak pria berwajah tampan dengan kulit yang sangat bersih.
“Dia yang akan mengantarkan kita ke lokasi lelang. Tuan Moras tahu segalanya tentang lahan istimewa itu,” ucap Sergei penuh semangat.
“Baiklah, kalau begitu. Kupikir, kita tidak perlu berlama-lama di sini. Semakin cepat bergerak, maka akan semakin baik. Lagi pula, aku ingin minum denganmu setelah urusan ini selesai,” ucap Adriano.
Tanpa diminta, Pierre seolah sudah tahu apa yang diinginkan oleh bosnya. Dia segera mengarahkan Adriano pada sebuah mobil Rolls Royce tipe SUV berwarna hitam, yang sudah siap di landasan sejak sebelum pesawat Adriano mendarat.
“Suruh sopirmu untuk mengikuti mobilku dari belakang,” ucap Arsen yang segera ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Adriano.
Irin-iringan mobil itu kemudian bergerak dari bandara internasioal yang terletak di Athena, menuju sebuah daerah di pesisir Pulau Kreta yang bernama Kota Nafplio. Dua jam perjalanan sudah mereka lalui. Rasa lelah itu terbayar dengan sajian pemandangan laut yang indah di sepanjang sisi jalan raya.
Hingga beberapa menit kemudian, mobil Arsen berhenti di sebuah tanah kosong seluas mata memandang. Tanah dengan komposisi bebatuan itu terlihat tak rata dan berbatasan langsung dengan Laut Mediterania.
Adriano segera keluat dari mobil, ketika melihat Arsen dan Sergei menuruni kendaraan mereka masing-masing. “Jadi, ini tempatnya?” tanya Adriano sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.
“Ya. Betul sekali. Jika kau tertarik, maka kau harus mengikuti proses lelang satu jam lagi di hotel pusat kota. Keuntungan yang didapat dari hasil lelang, akan dipergunakan untuk memperbaiki situs-situs bersejarah di kota ini,” terang Arsen sambil sesekali memayungi kedua matanya dengan telapak tangan, karena cuaca yang cukup terik.
Adriano tampak berpikir untuk beberapa saat. Dia seperti tengah menimbang-nimbang keputusan yang akan diambilnya. Sesaat kemudian, pria itu pun tersenyum. “Antarkan aku ke tempat berlangsungnya acara,” pintanya dengan yakin.
“Tentu. Ikutlah denganku sekarang,” sahut Arsen antusias. Dia kembali memasuki mobilnya. Rombongan mobil itu kemudian begerak menuju pusat Kota Nafplio.
Iring-iringan tersebut lalu berhenti di pelataran sebuah hotel mewah. Tampak suasana di sekitar mereka yang ramai, dan disemarakan hingar bingar musik lokal khas Pulau Kreta. Mobil-mobil mewah juga sudah berjejer rapi di tempat parkir, sebagai tanda bahwa Adriano datang sedikit terlambat.
“Tidak apa-apa. Acaranya belum dimulai,” ucap Arsen sambil mengajak mereka memasuki area ballroom hotel. Dia memilihkan tempat duduk yang paling dekat dengan panggung untuk Adriano dan rombongannya.
Tak berapa lama setelah Adriano duduk, seorang pelayan memberikan tanda berupa plakat padanya sebelum acara pelelangan dimulai.
Acara tersebut diawali dengan hiburan musik dan pertunjukan tarian khas Yunani. Setelah itu, berlanjut pada sambutan dari walikota setempat. Barulah dimulai dengan pembukaan harga pertama.
Tanpa diduga, ternyata peminat kawasan luas itu cukup banyak. Terbukti dengan gigihnya mereka menawarkan dan menaikkan harga hingga digit tertinggi. Adriano terlihat tenang dan lebih banyak diam. Dia memilih menunggu saat harga tertinggi ditawarkan dan tak ada seorang pun yang mangangkat tangannya.
Saat yang di tunggu akhirnya tiba. Pelelang melempar harga tertinggi yang membuat semua orang di ruangan itu terdiam. Adriano segera mengangkat plakatnya tinggi-tinggi, membuat yang ada di ruangan tersebut memandang keheranan padanya.
Tak ada lagi yang menerima harga terakhir selain Adriano. Artinya, secara otomatis dialah yang memenangkan pelelangan tersebut. Pria tampan itu tertawa lebar. Rautnya terlihat begitu ceria. Ini adalah tawa pertamanya, sejak kejadian tragis yang menimpa beberapa minggu lalu di Pulau Elba.
Setiap orang di dekatnya menyalami Adriano. Pierre bahkan memeluknya berkali-kali. “Akan Anda gunakan untuk membangun apa lahan itu, Tuan? Kasino ataukah klub malam?” tanyanya penasaran.
“Sepertinya aku lebih tertarik untuk membangun resort di sana. Tempat wisatawan datang dan bersantai bersama keluarga. Aku ingin tempat itu nantinya menjadi kawasan wisata ramah anak,” jawab Adriano.
Sergei terkejut mendengar jawaban Adriano. Pasalnya, pria itu pernah mengutarakan padanya bahwa dia ingin membangun kasino. “Kenapa bukan kasino? Sudah jelas keuntungan yang didapat dari kasino akan jauh lebih besar daripada sebuah resort. Apalagi kawasan ramah anak. Apa-apaan itu?” protesnya tak mengerti dengan jalan pikiran Adriano.
Adriano menoleh kepada Sergei dengan tatapan kalem. Pria itu lalu tersenyum. “Ada rahasia di balik semuanya.” Selesai berkata demikian, pria bermata biru itu membalikkan badan dan meninggalkan mereka semua begitu saja. “Urus semuanya sampai beres, Pierre. Aku ingin minum sebentar dengan Arsen,” ucap Adriano sembari berjalan gagah menuju tempat resepsionis di lobi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 375 Episodes
Comments
Lina Azzihni
dont know why... ko pgn mia sm adriano.
2022-06-24
5