“Apa yang terjadi padamu? Bukankah kau ke Italia untuk menghadiri pesta yang diadakan Tuan de Luca?” tanya Bianca seraya duduk di dekat Adriano.
“Aku tidak jadi ke sana,” jawab Adriano datar. Dia menutupi semua kejadian buruk yang dialaminya di Pulau Elba. Entah apa maksud Adriano melakukan hal tersebut. Satu yang pasti, semua itu tentunya berkaitan dengan Mia.
“Lalu, kau ke mana? Aku tidak bisa menghubungimu sama sekali. Padahal, kau tahu jika kita harus menghadiri pertemuan penting di Athena. Aku pergi ke sana seorang diri. Setelah itu langsung bertolak ke Lyon. Tiba-tiba saja, Pierre memberitahuku jika kau ada di rumah sakit Ajaccio, setelah menghilang lebih dari tiga hari,” tutur Bianca seraya membetulkan posisi duduk. Wanita cantik itu menyilangkan kakinya yang jenjang, sehingga rok span pendek nan ketat yang dia kenakan semakin naik dan mengekspos pahanya yang mulus.
“Katakan ada apa sebenarnya?” tanya Bianca lagi dengan setengah membujuk. Dia menyentuh paha Adriano dengan sikap yang menggoda.
Akan tetapi, Adriano tidak merasa risi sama sekali. Pria itu masih tampak tenang. “Aku tidak apa-apa. Ini hanya sebuah percekcokan kecil,” jawab pria itu tetap tak mengungkapkan yang sebenarnya.
“Percekcokan kecil dan kau terkena banyak luka tembak. Ayolah, Adriano. Jangan membual!” protes Bianca tak percaya.
Sementara, Adriano hanya tersenyum samar saat mendengarnya. Pria itu bermaksud untuk mengatakan sesuatu. Adriano mungkin hendak menanggapi ucapan wanita cantik tadi, tetapi segera dia urungkan karena Olivia datang dan berdiri sambil terus memperhatikan dirinya.
Raut bahagia terlihat jelas di wajah gadis berambut hitam tersebut. Hal itu tentu saja membuat Bianca merasa terganggu. “Hey! Kenapa kau berdiri di situ? Tidak sopan sekali!” tegur wanita bermata abu-abu, dengan nada bicara yang sangat ketus.
Olivia tidak memedulikan ucapan Bianca. Perhatiannya masih tertuju kepada Adriano. “Aku senang karena Anda telah kembali, Tuan,” ucap gadis manis itu. Sedangkan, Adriano hanya mengangguk dan tersenyum. “Apa Anda membutuhkan sesuatu? Jika iya, maka akan segera kusiapkan,” tawar Olivia lagi dengan ramah.
“Tidak usah. Aku hanya ingin ke kamar dan beristirahat,” jawab Adriano sambil berdiri dari duduknya. “Apa kau masih ingin di sini, Bianca?” Adriano melirik wanita cantik berpenampilan seksi dan elegan itu.
“Tadinya, aku ingin membahas pertemuan kemarin dengan tuan Tzavellas. Namun, sepertinya ini bukan saat yang tepat,” ujar Bianca seraya berdiri tepat di hadapan Adriano. “Nanti saja kita bahas lagi,” lanjutnya pelan, seraya menyentuh paras tampan pria itu. Bianca mencium pipinya dengan lembut, membuat Olivia segera menundukan wajah. Dia tak ingin melihat hal itu. Olivia pun memutuskan untuk beranjak dari sana.
“Apa kau ingin kuantar ke kamarmu?” tawar Bianca dengan diiringi tawa geli.
“Tidak usah. Aku hanya mengalami luka tembak. Bukan amnesia. Jadi, aku belum lupa arah menuju kamarku,” tolak Adriano dengan senyum khasnya yang menawan. Dia tahu bahwa Bianca hanya sedang mengajaknya bercanda. “Maaf, aku tidak bisa mengantarmu hingga pintu keluar,” ucap Adriano lagi.
“Tak apa. Beristirahatlah. Aku ingin kau segera pulih. Ingat, ada banyak urusan yang harus segera kita selesaikan. Minggu depan kau dan aku harus berangkat ke Los Angeles. Semoga lukamu sudah benar-benar sembuh, sehingga bisa membuatmu merasa jauh nyaman,” ucap Bianca lagi dengan sikap manisnya. Dia lalu meraih tas mahal yang diletakan di atas meja. Bianca menentengnya di lengan kanan. “Satu lagi. Saat di Yunani, aku bertemu dengan Arsen Moras. Dia menitip salam untukmu.”
“Oh, iya. Arsen? Rasanya sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya.” Adriano menanggapi ucapan Bianca.
“Dia terlihat semakin tampan, tapi sayangnya bukan tipeku,” ujar Bianca dengan enteng. Setelah itu dia tertawa pelan, kemudian segera berpamitan kepada Adriano yang hanya berdiri menatap kepergiannya.
Setelah Bianca tak terlihat lagi, Adriano pun berlalu menuju kamar. Salah satu ruangan yang luas dan tak kalah mewah, jika dibandingkan dengan ruangan yang lain. Di sana, suasananya lebih dari sekadar nyaman, karena kamar itu dilengkapi dengan segala ornamen pendukung yang sangat memadai.
Setibanya di dalam kamar, Adriano segera melepas kemeja yang dia kenakan, lalu melemparnya begitu saja ke atas kasur. Dia lalu melangkah masuk ke kamar ganti, di mana terdapat lemari kaca dan berbagai lemari kabinet dengan laci bersusun. Ada juga sebuah etalase kaca yang berisi koleksi jam tangan dan kacamata mahal miliknya. Intinya, ruangan itu memang dikhususkan untuk menyimpan segala perlengkapan pribadi sang penguasa mansion mewah tersebut.
Akan tetapi, Adriano masuk ke ruangan itu bukanlah untuk memeriksa segala koleksi pernak-pernik mahal, yang mengisi ruang ganti tadi. Dia hanya berdiri di depan sebuah cermin dengan tinggi hampir sama seperti dirinya. Adriano menatap tubuh atletis yang dibebat menggunakan perban.
Pria bermata biru itu kemudian menyentuh perut yang dililit perban tadi. Sorot matanya yang selalu terlihat hangat dan bersahabat, menunjukan rasa kecewa yang teramat dalam. “Kau telah benar-benar melukaiku, Mia. Aku pastikan bahwa kau juga yang akan menyembuhkannya,” ucap Adriano pelan. Dia seakan tengah bersumpah pada dirinya. Adriano tak membuka mulut kepada siapa pun, bahwa Mia lah yang telah membuatnya hampir mati.
Sesaat kemudian, sang ketua Tigre Nero tersebut membuka lemari pakaian. Dia mengambil sebuah T-Shirt round neck berwarna hitam. Segera dikenakannya baju tadi. Pria itu pun keluar dari ruang ganti. Niatnya untuk beristirahat, dia urungkan. Adriano, memilih untuk keluar dari kamar. Langkahnya tampak gagah menuju ruangan lain, yaitu kamar yang dulu ditempati Mia dan Matteo sewaktu bertandang ke Monaco.
Sesampainya di dalam ruangan yang terbilang mewah untuk kriteria kamar tamu, sepasang mata biru Adriano segera tertuju pada tiga buah buku yang menumpuk di atas meja sebelah tempat tidur. Dia melangkah ke sana dan mengambil buku-buku tadi. Itu merupakan buku-buku yang sebenarnya sudah dirinya berikan kepada Mia.
Akan tetapi, karena kejadian tak terduga pada malam di mana dia mencium paksa wanita itu, maka sepertinya Mia tak berniat untuk membawanya ke Casa de Luca. ”Buku ini sudah menjadi milikmu, Mia. Kupastikan akan kembali padamu, meskipun kau tak menginginkannya. Adriano D’Angelo tidak pernah mengambil kembali apa yang telah dia berikan kepada orang lain,” ucap Adriano penuh penekanan.
“Tuan!” panggil seseorang dari arah luar kamar. Adriano segera menoleh dan melihat Pierre telah berdiri di ambang pintu.
“Ada apa?” tanya Adriano datar.
“Tuan Sergei Redomir menunggu Anda di ruang kerja,” jawab Pierre.
Adriano menghela napas panjang. Pria itu terdiam sejenak, sebelum memutuskan untuk menemui pria yang sempat berseteru dengannya. Adriano mengangguk, lalu keluar kamar1 untuk menuju ruang kerja. Di sana, sudah menunggu Sergei dengan senyuman lebar. “Apa kabar, Drug (Teman)?” sapanya hangat.
Adriano tak segera menjawab. Dia malah memperhatikan Sergei Redomir dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Apa maumu?” tanyanya dingin dan datar.
“Begitukah caramu menyambut seorang teman?” Raut wajah Sergei berubah kecewa.
“Aku tidak ingat kita pernah berteman,” sahut Adriano datar, lalu beranjak ke arah meja kerjanya. Adriano duduk dengan gagah di sana.
“Cih! Semua ini gara-gara Matteo de Luca! Kita menjadi renggang begini, karena dia! Ingat, Drug! Jangan terlalu membelanya. Kau tak tahu seperti apa dia,” balas Sergei sembari mencondongkan badan ke arah Adriano. Kedua tangannya bertumpu pada tepian meja.
“Oh, aku mengetahui dengan sangat jelas seperti apa Matteo de Luca sebenarnya. Sekarang, tak perlu bertele-tele. Katakan apa maumu,” tegas Adriano.
“Aku hanya ingin memberikan informasi padamu. Lusa, akan ada lahan yang dilelang untuk umum di Yunani timur. Mungkin kau tertarik untuk membeli lahan itu dan menjadikannya sebagai lokasi kasino yang baru. Bukankah kau baru membangun dua klub malam di sana? Kurasa, itu jumlah yang sangat sedikit untuk seorang Adriano D’Angelo,” seringai Sergei sambil mengangkat salah satu alisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 375 Episodes
Comments
Esther Nelwan
aku kasih kopi dah biar semangat
2022-08-10
0
Mey
sudah ku vote ya kak,ditemani secangkir kopi🤗
2022-06-23
2