Marc terbangun dari tidurnya yang lelap, kepalanya terasa pening yang membuatnya perlahan membuka matanya. Sinar cahaya Matahari memantul dari balkon ke penjuru kamarnya sehingga membuat pandangan menjadi silau. Ia melihat sekeliling dan meraih ponselnya yang tergeletak disamping kanan dengan matanya yang masih sayu.
...3 Panggilan Tak Terjawab: Mom...
"Oh no..." gumamnya, buru-buru dipencetnya tombol untuk menelpon dan berusaha mengumpulkan nyawanya.
"Kau ini dimana sekarang?!" Teriak Ibunya dari seberang sana yang mana membuat Marc terkejut.
"Mom, aku sejak selesai acara langsung masuk ke dalam. Aku lelah semalaman." Suara Marc terdengar serak sekali, bahkan untuk menelan ludah saja terasa tidak nyaman baginya.
"Aku pikir kau keluar lagi bersama teman-temanmu." Marc memutar bola matanya sambil mendengus kesal.
"Lagi pula kenapa Mom harus menelponku? Jika ingin membangunkanku tinggal buka saja pintuku, aku tidak menguncinya dari semalam."
"Oh ya? yang benar saja, aku sudah empat kali bolak-balik ke kamarmu, namun tak ada respon. Omong-omong pintumu itu terkunci Marc Lawrence, sekarang bangun dan jangan lupa sarapan." Telpon dimatikan, Marc mengernyitkan dahinya. Ia masih tidak percaya bahwa ia mengunci pintunya semalam namun ketika ia mengeceknya kembali ternyata perkataan Ibunya benar.
Ia menghela nafas dan membuka pintunya. Berjalan gontai menuju kamar mandi yang terletak tak jauh dari kamarnya, ia langsung membasuh wajahnya di wastafel dengan air keran yang mengalir.
Kemudian ia teringat soal rencananya semalam yang ingin mampir ke Toko kue milik Zelma. Cepat-cepat ia menggosok giginya dan kemudian mengambil handuk yang tergantung di gantungan dekat wastafel.
Keluarnya dari kamar mandi, ia melangkahkan kakinya menuju dapur. Aurellia dan Ibunya tengah sarapan masing-masing dua keping roti diatas piring mereka, tak lupa beberapa buah segar.
"Mom, aku akan sarapan di luar. Aku pagi ini ada beberapa urusan."
"Marc, kau yakin tidak ingin sarapan bersama kami?" Marc menggeleng kemudian berlalu dari dapur.
"Daddymu itu selalu jarang menyempatkan waktu untuk keluarga..." Ibunya hanya bisa berkata demikian, yang ia tahu putranya itu memang sangat sibuk.
"Tidak apa-apa Grandma, aku tetap bersyukur karena disela-sela kesibukannya dia tetap bisa meluangkan waktu untuk merayakan ulang tahunku." Aurellia tersenyum.
Kini Marc sedang dalam perjalanannya menuju Toko Kue Zelma. Ia memacu kecepatan mobilnya sedang, kaca terbuka dengan angin pagi yang berhembus mengenai wajahnya membuat energinya terasa pulih secara perlahan.
Saat ia tiba didepan Toko Kue Zelma, didapatinya Zelma sedang menata beberapa kursi dan meja kecil diluar.
"Dekorasi baru ya?" Zelma yang sedang sibuk, pun dikagetkan dengan sosok pria yang dua hari lalu memesan kue di malam hari.
"Kau mau apa kesini?! Dengar ya, kau tidak sopan mengirim anak buahmu dengan senjata api yang hampir membuatku dan beberapa karyawanku meregang nyawa!" Ucap Zelma tegas, Marc terdiam dan hanya bisa menatapnya.
"Aku peringatkan kau ya, siapapun dirimu ini jangan pernah kau mengancamku dengan cara seperti itu, kau hanya manusia biasa sepertiku." Lanjut Zelma.
"Aku tahu itu membuatmu tersinggung, tapi aku kesini karena ingin membeli Rotimu lagi, jadi perkenankan aku masuk walau hanya sebentar." Marc gengsi untuk mengucap maaf padanya, namun dalam lubuk hati terdalam ia merasa sangat bersalah. Ia bahkan tidak tahu jika anak buahnya melakukan itu kepada Zelma.
"Tapi kau harus berjanji untuk tidak berbuat onar ditempatku!" Tegas Zelma yang berlalu meninggalkan Marc yang masih berada di beranda Toko.
Marc mengekor Zelma masuk, bau khas dari Roti dan Kue di Toko ini mengisi penuh paru-parunya, matanya memindai seluruh etalase Roti dan Kue yang tertata rapi dan menjatuhkan pandangannya pada sebuah Croissant yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Marc mengayunkan kakinya ke arah etalase itu, karyawan Zelma yang menjaga bagian etalase tersebut mempersilahkan Marc untuk memilih Roti maupun Kue yang ia inginkan. Marc menunjuk Croissant tersebut dan kemudian diambil oleh karyawan Zelma.
"Ini saja, Pak? Untuk selainya sendiri mau pakai selai rasa apa?"
"Berikan aku dua buah lagi, ah Stroberi saja. Ah, dan aku ingin secangkir kopi ya."
3 Buah Croissant tertata rapi di piring, karyawan itu pun memberikannya pada Marc diikuti dengan selai Stroberi dimangkuk kecil khusus dan segelas kopi.
Marc berbalik dan mencari tempat duduk untuknya menikmati sarapan pagi ini. Tak berapa lama, ia berjalan menuju meja yang tak jauh dari kasir.
Zelma sedari tadi yang berada di tempat kasir tidak melepas pandangannya dari gerak-gerik Marc. Ia mewaspadai pria itu, ia dan karyawan lainnya benar-benar trauma dengan kejadian kemarin.
Marc tengah mencocol Croissantnya ke selai Stroberi miliknya, tatapan Zelma yang sedari tadi memantau benar-benar menyita perhatiannya. Ia mengangkat sebelah alisnya, Zelma yang melihat itu hanya memutar bola matanya dan mengalihkan pandangannya.
Ponsel Marc bergetar di saku celananya, ia meraih benda tersebut. Satu notifikasi masuk, ternyata hanya notifikasi prakiraan cuaca hari ini. Ia berpikir itu notif dari Hawkins tadinya.
Marc sudah selesai dengan sarapannya, ia berdiri dari tempat duduknya menuju kasir yang mana sedari tadi Zelma berada disana. Tatapan mata Zelma masih terlihat kesal dan agak jutek, bahkan mukanya saja tidak lurus melayani Marc.
"Totalnya Delapan Puluh Lima Ribu." Marc memberikan uang dengan nominal yang pas kepadanya.
"Kau kenapa jutek sekali?" Marc masih berdiri disana, yang ditanyai hanya bisa melontarkan tatapan sinisnya tanpa mengucap kata sedikit pun.
"Hey, kau ini bisu? aku bicara padamu." Tegas Marc.
"Kau mau apa lagi?"
"Aku ingin meminta kontakmu, agar aku bisa menghubungimu kembali jika suatu saat aku ingin memesan beberapa Roti maupun Kue."
"Ini." Zelma memberikan Kartu Namanya kepada Marc.
"Ini kontak Toko ini 'kan? Jika kontak ini tidak termasuk dalam kontak pribadimu maka aku tidak mau mengambilnya." Marc mengembalikan Kartu Nama tersebut kepada Zelma, yang mana membuat Zelma bingung.
"Apa maksudmu?"
"Bagaimana jika aku memesan tiba-tiba? apakah kau masih meladeni customer via kontak Toko?"
"Tergantung jam operasionalnya."
"Sudahlah, aku minta kontak pribadimu saja."
"Jika aku memberikan kontak pribadiku maka kau tidak boleh memperlakukanku seenaknya, apalagi sampai memesan tiba-tiba disaat Toko tutup maupun hari libur, aku juga butuh istirahat!" Tegas Zelma yang membuat Marc memutar bola matanya.
"Kau ini banyak omong sekali, cepat berikan." Paksa Marc secara dingin.
Zelma mulai menuliskan nomor ponselnya disecarik kertas, kemudian memberikannya pada Marc dengan wajah masamnya. Ia benar-benar semakin kesal dengan pria ini.
"Lain kali jika ingin meminta sesuatu jangan pernah memaksa, ke siapapun itu."
"Beraninya kau mengaturku!"
"Memangnya kau siapa? Seorang Raja?"
Marc mendekati wajah Zelma, hingga jarak diantara mereka tersisa beberapa senti saja. Zelma terkejut dan reflek memundurkan sedikit wajahnya.
"Dengar ya gadis sok pemberani dan banyak omong, aku adalah ketua Mafia disini, kau jangan banyak tingkah atau kubuat Tokomu ini tutup selamanya." Mata Zelma terbelalak mendengarnya.
"Kau mengancamku?!" Nada bicara Zelma naik beberapa oktaf yang mengalihkan beberapa pandangan pelanggan lainnya ke arahnya.
"Aku tidak mengancammu, aku hanya memberitahumu. Masa depanmu ditentukan dari caramu memperlakukanku, choose it wisely." Senyum jahat terpatri di bibir Marc, kemudian ia berjalan keluar meninggalkan Zelma yang masih terdiam. Ia tidak bisa percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
"Sialan, berani-beraninya dia mengaturku. Liat saja nanti, kau pikir aku akan tunduk sesuai ekspektasimu? Jangan menaruh harapan terlalu tinggi." gumamnya sambil mengumpat.
Ponsel Zelma berbunyi, suara notifikasi WhatsAppnya membuyarkan suasana. Ia mengecek ponselnya dan ada satu pesan masuk dari nomor tidak dikenal.
..."Simpan nomorku ini, awas saja jika kau tidak menyimpannya."...
Zelma mendengus kesal, rupanya notif itu berasal dari Marc.
..."Banyak omong, atas nama siapa? jika tidak ada nama maka akan kunamai kau Tuan Diktator."...
Pesan itu terkirim dan langsung dibaca oleh Marc.
..."Marc, namamu Zelma 'kan?"...
Zelma kemudian menyimpan nomor Marc dan menamai kontaknya 'Marc', ia kembali ke aplikasi WhatsAppnya dan mengirimkan stiker jempol ke Marc.
Marc membaca pesan terakhirnya dan tidak membalasnya lagi. Kini ia berada di kediaman Hawkins, sedang duduk di bangku taman halaman belakang sembari menunggu yang punya rumah yang sedang mandi.
Tiba-tiba Marc memikirkan Zelma lagi, bayangan wajah jutek Zelma membuatnya merasa lucu sehingga berhasil membuat senyum simpul merekah di bibirnya.
"Gadis itu... ah sial, kenapa aku jadi begini." Gumamnya kesal, ia kemudian memijit pelipis kanannya.
"Woy, kenapa lo?" Suara Hawkins mengagetkan Marc
"Gak kok, lo udah selesai mandinya?"
"Belom, nanti besok. Pake nanya lagi."
Marc menggaruk kepalanya yang tak gatal itu, ia merasa pikirannya masih dihantui oleh Zelma.
"Jadi gimana? Anak buah lo udah ada yang siap buat ikut gue nantinya?"
"Aman deh, tenang aja."
Mereka berdua kembali membahas soal bisnis yang tempo hari sempat dibicarakan. Marc harus kembali ke aktivitasnya setelah selesai dengan acara Ulang Tahun putrinya.
Cukup lama bagi Marc membahas semua persiapan yang harus ia dan Hawkins lakukan. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Marc berpamitan pulang kepada Hawkins.
Saat diperjalanannya menuju Mansion, terbesit rasa iseng untuk meng-chat Zelma. Sepertinya mengganggu dan membuat gadis itu kesal adalah hobi barunya.
Namun, niat hati ingin mengganggu Zelma seketika pupus. Sebab pesan yang ia kirim hanya dibaca dan tidak direspon sama sekali.
"Membosankan." Celetuknya. Ia kembali memacu gas mobilnya hingga sampai dimansion.
Setibanya di ruang tengah, ia menemukan putrinya yang sedang sibuk mengerjakan tugas sekolah. Bagi sebagian anak-anak yang terlahir di keluarga seorang Mafia, mereka pasti akan disekolahkan dirumah demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, namun Marc tetap membiarkan putrinya untuk bersekolah layaknya anak-anak pada umumnya.
Ia tiba-tiba merasa lelah namun rasa kantuk belum menghampirinya, sambil berlalu ke dapur, ia mengambil sebotol Wine dan gelas kaca kemudian menuju ke Rooftop.
Ia kembali mencoba mengontak Zelma namun lagi-lagi pesannya hanya dibaca, tetap tak ada respon dari seberang sana. Ia sudah pasrah, kemudian melanjutkan kembali aktivitasnya yang menyesapi segelas Wine ditangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Comsky Selayar
wah keren ini, mantap👍👍👍semangat
2022-07-31
1
☘️BILAA☘️
ciyee ciyaaa yang mulai ada rasa🤭🤭🤭
2022-07-27
3
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
semangat
2022-07-23
1